Konten dari Pengguna

Menyongsong Pemilu 2024: Kebebasan Individu untuk Memilih

Leonardo Travasso Jovian Lin
Saya adalah mahasiswa Fakultas Psikologi, Universitas Widya Mandala Surabaya
31 Oktober 2023 18:40 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Leonardo Travasso Jovian Lin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pemilu 2024. Foto: Website resmi KPU Kota Banjarbaru
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemilu 2024. Foto: Website resmi KPU Kota Banjarbaru
ADVERTISEMENT
Kurang beberapa bulan lagi masyarakat Indonesia akan menyambut pemilu 2024. Lebih tepatnya pada tanggal 14 Februari 2024. Pemilu ini diselenggarakan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang bertugas sebagai DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Selain itu, pemilu ini juga dilaksanakan untuk memilih presiden dan wakil presiden untuk periode selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Pada pemilu 2024, saat ini sudah ada tiga pasangan bacapres-bacawapres. Calon-calon tersebut antara lain adalah Anies-Muhaimin, Ganjar-Mahfud MD, dan Prabowo-Gibran. Pada akhirnya hanya satu dari tiga pasangan tersebut yang akan memimpin Indonesia dalam periode lima tahun ke depan.
Pasangan yang terpilih ialah pasangan yang mendapatkan suara terbanyak dari rakyat Indonesia. Setiap warga negara Indonesia yang sudah berhak memilih memiliki kesempatan yang sama. Hanya satu suara untuk setiap pemilih.
Dengan begitu kita bisa melihat betapa berharganya satu suara bagi setiap pasangan. Kepada pasangan manakah suara kita diberikan? Kepada mereka yang menurut kita memiliki program-program yang bisa membuat negara Indonesia menjadi lebih baik.
Namun, sayangnya masih banyak oknum yang menggunakan cara curang untuk mendapatkan suara. Misalnya saja dengan memberi uang sogokan sebagai imbalan jika memilih salah satu calon legislatif maupun pasangan capres tertentu. Adanya politik uang inilah yang menjadi catatan buruk di setiap penyelenggaraan pemilu.
ADVERTISEMENT
Banyak kasus yang ditemukan terkait politik uang atau money politics pada pemilu edisi sebelumnya. Sasaran para pelaku ialah orang-orang yang memiliki pengetahuan yang kurang akan politik.
Ilustrasi politik uang. Foto: unsplash
Orang-orang tersebut mudah untuk dimanipulasi dan dibohongi. Iming-iming berupa uang membuat mereka mudah untuk diarahkan agar memilih salah satu caleg maupun pasangan capres-cawapres.
Adapun contoh lain dari cara curang dalam pemilu, adalah kampanye hitam. Cara ini bisa berjalan dengan mulus jika pemberi kampanye hitam memiliki kekuasaan atau pengaruh yang besar bagi suatu kelompok bahkan masyarakat.
Dengan memiliki kekuasaan atau pengaruh di dalam suatu kelompok besar, mudah bagi pemberi kampanye hitam untuk menarik suara dari kelompoknya atau bahkan kelompok-kelompok kecil.
Jika ditelusuri lebih dalam, politik uang dan kampanye hitam secara tidak langsung sudah merampas kebebasan masyarakat dalam memilih. Masyarakat diarahkan untuk memilih salah satu pasangan meskipun program-programnya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
ADVERTISEMENT
Masyarakat yang kurang wawasan hanya bisa mengikuti keputusan kelompok besar atau mengikuti saran dari oknum yang melakukan politik uang. Ada pengaruh dari luar diri sendiri yang menyebabkan orang tidak bebas untuk memutuskan. Hingga akhirnya hak satu suara yang dimiliki oleh pemilih dirampas oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Kasus-kasus seperti itu selalu terjadi berulang kali di tahun pemilu. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah upaya-upaya yang sudah dilakukan untuk mencegah masih belum efektif?
Ilustrasi politik uang. Foto: Shutter Stock
Perlu diketahui bahwa ada dua pihak yang terlibat dalam kasus. Yaitu antara oknum yang curang dengan pemilih yang kurang wawasan. Sudah banyak upaya untuk memberantas jumlah oknum-oknum jahat. Namun masih sedikit yang memberikan pemahaman kepada pemilih yang kurang memiliki wawasan.
ADVERTISEMENT
Masyarakat harus dibekali sebuah wawasan sehingga mereka mengerti betapa penting dan berharganya hak memilih mereka. Setiap orang mempunyai satu suara yang berharga. Setiap orang memiliki kebebasan untuk memutuskan siapa yang patut dipilih. Tidak perlu mengikuti pilihan orang lain. Yakin terhadap pilihan diri sendiri.
Untuk membantu masyarakat menyadari bahwa setiap dari mereka memiliki kebebasannya masing-masing, penulis meminjam salah satu pemikiran dari seorang filsuf bernama Soren Kierkegaard.
Kierkegaard dalam filsafat eksistesialismenya mengatakan bahwa setiap manusia dalam dirinya mempunyai kebebasan untuk memilih berdasarkan pemahaman dan pengalaman subjektifnya masing-masing.
Pilihan-pilihan yang dibuat merupakan sebuah keputusan yang berasal dari penilaian subjektif yang manusia lakukan. Pada akhirnya sejauh mana manusia menentukan kebebasannya tergantung pada setiap pengalaman dan pemahaman subjektif manusia yang dimiliki oleh diri mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Kebebasan individu yang bersifat subjektif juga menunjukkan bagaimana setiap manusia itu adalah unik. Mereka tidak sama satu dengan yang lain. Pemahaman ini dapat diterapkan kepada setiap pemilih di saat menentukan pilihannya.
Ilustrasi roadmap. Foto: Pixabay
Setiap pemilih adalah manusia yang bebas. Manusia yang bisa menentukan sendiri pilihannya. Manusia unik yang memiliki keputusan yang tidak harus sama dengan orang lain.
Konsep itulah yang membantu menguatkan dari satu suara. Masyarakat bisa menyumbangkan suaranya berdasarkan kemauannya sendiri dan bukan karena paksaan atau hasutan dari orang lain. Masyarakat bisa lebih menghargai hak untuk memilih yang sudah mereka dapatkan.
Lalu, apakah hanya berhenti di situ saja?
Kebebasan manusia dalam konteks ini juga dapat membantu masyarakat untuk melawan praktik-praktik curang berupa politik uang ataupun kampanye hitam.
ADVERTISEMENT
Masyarakat yang semakin memahami bahwa dirinya adalah unik dan bebas tidak akan mudah untuk dihasut atau ditipu oleh orang-orang di sekitarnya. Keunikan dan kebebasan memiliki nilai tinggi daripada hasutan yang hanya akan menghilangkan identitas diri.
Manusia yang menyadari dirinya memiliki kebebasan dan keunikan akan menghindari hal-hal yang bersifat kolektif-uniformatif. Hal inilah yang diharapkan kepada setiap pemilih dalam menyongsong pemilu. Kesadaran untuk selalu menolak hal-hal buruk yang merampas kebebasan diri.
Perlu disadari juga bahwa kebebasan untuk memilih tetap harus diiringi oleh tanggung jawab. Hal ini ada untuk menghindari penyalahgunaan kebebasan yang dikhawatirkan akan berujung pada memilih untuk tidak memilih alias golput.
Salah seorang filsuf yang bernama Jean Paul Sartre mengungkapkan bahwa kebebasan dan tanggung jawab adalah dua hal yang tidak boleh dipisahkan.
Ilustrasi Pemilu. Foto: Dok Kemenkeu
Kebebasan manusia akan lebih bermakna jika hal tersebut diikuti langsung oleh tanggung jawabnya. Dengan demikian kebebasan seseorang dalam bertindak maupun dalam memilih apa yang diputuskan selalu melibatkan tanggung jawab (Zaprulkhan, 2018).
ADVERTISEMENT
Penerapan teori tersebut akan sangat membantu masyarakat untuk menjadi lebih berkualitas dalam berpartisipasi di pemilu. Masyarakat tidak akan lagu menggunakan kebebasan memilihnya secara asal-asalan, tetapi lebih bijaksana karena kebebasan yang mereka gunakan selalu diikuti oleh tanggung jawab.
Masyarakat diajarkan untuk memilih secara lebih matang. Memilih calon presiden dan calon wakil presiden yang berkualitas. Memilih pasangan yang memiliki program-program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Dan pada akhirnya setiap suara yang diberikan saat pemilu adalah suara-suara yang menunjukkan tanggung jawab masyarakat terhadap partisipasi mereka dalam membangun negara.
Oleh sebab itu, penting sekali untuk membantu masyarakat dalam menyadari peran mereka pada saat mengikuti pemilu. Masyarakat harus dibimbing untuk menjaga hak suara yang mereka miliki.
ADVERTISEMENT
Mereka diajak untuk menyadari bahwa setiap dari mereka adalah pribadi yang bebas untuk memilih. Pribadi yang bertanggung jawab atas pilihan-pilihan yang dibuat. Hingga akhirnya masyarakat bisa mencegah dan mengurangi adanya praktek-praktek licik yang dapat merampas hak suara yang sangat berharga.