Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Don't Think I've Forgotten: Kisah Musisi dan Musik Hilang Kamboja
13 Agustus 2020 15:57 WIB
Tulisan dari Leonardus Suwandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini saya sempat menonton sebuah dokumenter berjudul Don't Think I've Forgotten karya sineas Amerika John Pirozzi. Sebuah dokumenter yang bercerita mengenai perkembangan musik moderen dan kisah para musisi ngetop di Kamboja sebelum rezim Khmer Merah.
ADVERTISEMENT
Diceritakan bahwa Kamboja, terutama ibu kotanya Phnom Penh, merupakan tempat yang sangat makmur dan bebas di era 60-an. Musik-musik moderen seperti pop, jazz, dan rock mulai masuk ke Negara Angkor Wat ini.
Adalah Raja Norodom Sihanouk yang juga berandil dalam perkembangan awal musik moderen di Kamboja. Sihanouk, yang tengah memoderenisasi Kamboja pasca kemerdekaan dari Perancis, mendorong agar kebudayaan barat juga bisa berkembang di negaranya.
Musik moderen Kamboja pada fase awalnya dipengaruhi oleh para penyanyi dan musisi Perancis seperti Johnny Hallyday dan Edith Piaff, setelah Perang Vietnam meletus, musik-musik Amerika macam James Brown dan Wilson Pickett mulai masuk ke Kamboja lewat radio tentara Amerika (Seperti di film "Good Morning Vietnam"nya Robin Williams). Periode 50-an akhir dan 60-an dianggap sebagai masa keemasan musik Kamboja dan melahirkan banyak penyanyi dan musisi idola.
ADVERTISEMENT
Hingga Kamboja terjerat perang saudara antara rezim junta militer Lon Nol yang menjatuhkan Sihanouk dan di beking Amerika dengan rezim Khmer Rouge yang beraliran komunis pimpinan Pol Pot, musik Kamboja tetap berkembang namun akhirnya berhenti total setelah rezim Khmer Merah berkuasa 1975.
Seperti yang kita ketahui Pol Pot beserta Khmer Merahnya melakukan genosida besar-besaran pada medio 1975 hingga 1978. Mereka yang dibunuh adalah orang-orang yang dianggap intelektual dan antek kapitalis, seperti guru, pengusaha, dokter, dan tentu saja musisi. Hal ini tentu saja untuk mewujudkan visi tak masuk akal Pol Pot untuk membawa Kamboja kembali ke jaman agraria dan moderenitas adalah musuh buat rezim komunisnya.
Nasib para musisi beken Kamboja ini tidak jelas setelah jatuhnya Khmer Merah di tahun 1979. Namun, diduga kuat mereka sudah dibunuh oleh tentara rezim. Berikut beberapa musisi-musisi beken Kamboja yang terangkum dalam dokumenter ini:
ADVERTISEMENT
Sinn Sisamouth
Bagi orang Kamboja, Sinn Sisamouth adalah ikon musik sekaligus musisi paling berpengaruh di Kamboja. Ia disamakan dengan Elvis Presley atau Michael Jackson bagi rakyat Kamboja. Sisamouth adalah penyanyi yang dianggap sebagai pionir musik modern Kamboja yang mampu bernyanyi dengan banyak genre dan mencampur musik tradisional Khmer dengan genre modern seperti pop atau jazz hingga menciptakan genre tersendiri yakni pop Kamboja.
Kepopulerannya bahkan membuat dirinya banyak diundang raja ke istana untuk mengisi banyak acara atau bahkan sekadar diajak nonton pertunjukan tarian tradisional Apsara yang biasa hanya dikhususkan untuk para bangsawan. Nasibnya tak jelas setelah rezim Khmer Merah berkuasa, ada yang bilang ia sudah dibunuh tapi ada yang bilang ia berhasil kabur. Mitos mengatakan sebelum ia dieksekusi, ia sempat menyanyi di depan para algojo penembak dengan harapan suaranya menggetarkan hati kecil para algojo dan mereka batal menembak, tapi akhirnya ia tetap dieksekusi.
ADVERTISEMENT
Huoy Meas
Raja Norodom Sihanouk menyebutnya sebagai Edith Piaff-nya Kamboja. Huoy Meas adalah penyanyi sekaligus penyiar radio ternama dari Radio Nasional Kamboja. Ia terkenal akan lagu-lagu baladanya yang liriknya sedih dan bertemakan pengkhianatan cinta dan patah hati. Nasibnya tak jelas setelah Khmer Merah, namun banyak yang bilang ia juga sudah dibunuh dengan diperkosa terlebih dahulu.
Ros Serey Sothea
Jika Sinn Sisamouth adalah Raja Pop Kamboja maka Ros Sereth Sothea adalah Ratu Pop Kamboja. Norodom Sihanouk bahkan menjulukinya sebagai Ratu dengan suara emas.
Lahir dari keluarga petani miskin di Battambang, Ros mengadu nasib ke Phnom Penh sebagai penyanyi di usia 17 tahun, di mana ia kemudian sukses menyanyi di radio nasional dan menikah muda dengan seorang penyanyi bernama Sos Mat. Keduanya bercerai karena sang suami kerap melakukan KDRT dan kemudian karirnya mulai menanjak setelah acap berduet dengan Sinn Sisamouth.
ADVERTISEMENT
Pen Ran
Lady Rocker pertama Kamboja. musik-musik Pen Ran banyak dipengaruhi irama rock dan funk dan memiliki suara tinggi dan melengking. Ia bisa dibilang juga menjadi rebel icon bagi muda-mudi Kamboja pada masanya karena sering memakai kostum dan bergaya rambut ala barat sehingga dirinya dianggap sebagai pelopor kesetaraan gender di Kamboja dan kerap membuat kontroversi.
Baksey Cham Rong
Bisa dibilang sebagai The Beatles atau Koes Plus-nya Kamboja, band ini adalah band rock pertama di Kamboja. Di bentuk oleh tiga anak dari keluarga kaya yakni kakak beradik Mol Kanol dan Mol Kamach serta Samley Hong yang mendapat pengaruh dari musisi Inggris, Cliff Richard.
Band ini sempat menjadi idola bagi para remaja putri dan sering tampil di pegelaran sekolah-sekolah. Band ini bubar tahun 1966 karena orang tua mereka menentang karier musik mereka. Ketiga personel band ini selamat dari pembantaian Khmer Merah namun banyak kehilangan anggota keluarganya di pembantaian itu.
ADVERTISEMENT
Drakkar
Merupakan band hard rock pertama di Kamboja, band Drakkar banyak mendapat pengaruh dari musisi rock macam Rolling Stones dan Led Zeppelin. Band ini juga menjadi rebel icon dari Kamboja berkat musiknya yang saat itu susah di terima orang-orang tua dan dandanan ala-ala hippies beserta rambut gondrongnya. Pada masa Khmer Merah, mereka semua menjadi tahanan dan dipaksa bekerja sebagai petani kolektif dan setelah rezim tumbang, hanya dua personel yang masih bertahan hidup.
Yol Aularong
Mendengar cerita tentang Yol Aularong dari dokumenter ini membuat saya teringat dengan sosok Iwan Fals. Bisa dibilang Yol adalah Iwan Fals-nya Kamboja, keduanya banyak memiliki kesamaan: Memiliki penampilan yang cuek, banyak menulis lirik-lirik nakal nan-sarkastik dan banyak menyentil masalah-masalah sosial. Untuk Yol, biasa yang ia kritik lewat musiknya adalah kaum borjuis yang punya gaya hidup mewah. Ada satu lagu di mana ia rela menjual apa saja demi mendapat gadis pujaannya yang kaya raya.
ADVERTISEMENT
Meas Samon
Bahkan Alm.Benyamin Sueb juga punya kembaran di Kamboja, dalam hal bermusik. Sama sepertinya halnya Benyamin Sueb di Indonesia, Meas Samon adalah penyanyi dan juga sekaligus pelawak beken Kamboja di zamannya. Lagu-lagunya sama halnya dengan lagu-lagu Babeh Ben, lirik-liriknya jenaka dan begitu pula caranya membawakan lagu. Seperti ada satu lagu di mana liriknya dia mau belajar karate agar tidak di ganggu orang. Sayang, akhir hidupnya tragis, ketika ia dipaksa bekerja di dam oleh pasukan Khmer Merah, ia berusaha untuk melepas kebosanan dengan bermain suling, pasukan penjaga sudah mengingatkannya tapi masi saja ia main dan konon akhirnya ia pun dieksekusi mati.
Meskipun sebagai orang Indonesia kita tidak kenal atau tahu mereka, namun ada baiknya apa yang terjadi pada mereka kita renungkan. Bisa di lihat bagaimana rezim sekejam Khmer Merah membunuh orang tanpa melihat se-terkenal apa pun mereka. Sebuah kejadian yang (amit-amit) tidak terjadi di negeri ini, sehingga kita harus belajar agar sejarah tak mengulang kesalahannya lagi.
ADVERTISEMENT