Konten dari Pengguna

Perempuan di Garis Depan Ketahanan Pangan, Kunci Menghadapi Krisis Akibat Corona

Leoni Rahmawati
Profesional komunikasi yang tertarik pada kampanye pelestarian lingkungan, dan perlindungan hutan dan hak-hak Masyarakat Adat di Indonesia, salah satu pendiri gerakan Hutan Itu Indonesia.
4 Juni 2020 15:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Leoni Rahmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu isu utama dalam penanganan Pandemi COVID-19 yang dipandang penting sangat berkaitan erat dengan ketersediaan kebutuhan pokok, serta alat dan bahan kebutuhan penanganan COVID-19, baik yang berhubungan dengan tindakan medis maupun yang berhubungan dengan ketersediaan bahan konsumsi bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Perempuan yang berusaha melangkah maju untuk melindungi masyarakat kita dari kerusakan lingkungan kini menghadapi perjuangan berat akibat krisis wabah corona. Mereka adalah perempuan yang berada di garis depan yang secara sistematis tidak terlihat dan kurang terwakili dalam pengambilan keputusan maupun kebijakan, namun sebetulnya merupakan investasi dalam menciptakan solusi untuk kelangsungan hidup kita, anak-anak kita, dan generasi masa depan.
Mulai dari urusan dapur dan rumah tangga, perempuan pejuang lingkungan ini juga berada di garda depan untuk urusan pengorganisiran masyarakat yang terdampak pandemi. Seperti Raihal Fajri dari Katahati Institute yang bergerak untuk memulihkan mata pencaharian kelompok rentan di Aceh.
Raihal bersama dengan organisasinya melakukan pendataan ke beberapa gampong di 19 Kabupaten Aceh Besar dan memastikan bahwa kelompok rentan seperti perempuan dan lanjut usia bisa tetap menjangkau bahan makanan memenuhi penyediaan mata pencaharian alternatif melalui penyediaan agro input dan peralatan, pemberian pelatihan dan pendampingan.
Raihal memberikan bantuan beras kepada masyarakat terdampak di Lhoknga, Aceh Besar Foto: Facebok Raihal Fajri
Raihal juga mengorganisir pemuda dan perempuan di tingkat gampong untuk memanfaatkan lahan gampong dan lahan milik warga gampong yang tidak termanfaatkan untuk kembali ditanam bahan kebutuhan pokok seperti sayur dan tanaman obat-obatan herbal. Hal serupa juga dilakukan oleh Rubama Nusa bersama kelompok perempuan dampingannya di Gampong Nusa.
ADVERTISEMENT
"Ini jadi kesempatan untuk kembali memperkenalkan kuliner lokal, di mana sebagian besar bahannya bisa kita dapatkan dari sekitar kita", ungkap Ru yang sehari-hari mendampingi kelompok perempuan di Gampong Nusa untuk meregenerasi pengetahuan dan pengalaman lokal sebagai bagian pelestarian nilai-nilai budaya.
Aneka rempah, ragam daun, berbagai jenis bijian berpadu dalam 44 bahan lokal untuk diolah dengan peralatan sederhana untuk dirawat dan diramu sebagai Keuneubah Endatu di sudut-sudut gampong paling barat Pulau Sumatera, Aceh. Foto: Rubama
Di Nusa Tenggara Barat, ada Siti Aisyah yang juga berusaha beradaptasi dengan memproduksi tong-tong komposter penghasil pupuk organik cair dan aquaponik dari Bank Sampah yang dikelolanya.
Tong komposter dan aquaponik ini kemudian dijual dan dibagikan untuk rumah tangga, dengan harapan agar warga mulai belajar untuk berkebun, memelihara ikan dan mengolah sampah organik sendiri dari rumah.
Dengan dukungan ini, Aisyah berharap agar warga yang dikoordinir melalui RT bisa merawat, menjaga dan menyehatkan lingkungan hingga menjadi kampung yang nol kelaparan, serta menjadi contoh kampung yang mampu membangun ketahanan pangan secara mandiri.
ADVERTISEMENT
Kondisi 'normal baru' kini menuntut gerakan perlindungan lingkungan ikut beradaptasi dan berubah, melalui jaringan perempuan pejuang lingkungan di akar rumput yang dirancang oleh Women Earth Alliance (WEA) para perempuan ini kemudian mendapatkan peluang untuk memperoleh keahlian merancang kerangka kerja strategis, menggunakan perangkat pembelajaran melalui daring, bimbingan dari narasumber yang ahli di bidangnya, serta pembelajaran bersama, berbagi pengetahuan melalui diskusi dan pengalaman dari tiap peserta untuk meningkatkan dampak dari gerakan dan pekerjaan yang mereka jalankan.
Sebagai penghasil kelima terbesar gas rumah rumah kaca, Indonesia merupakan titik nol untuk memulai inisiatif dalam melawan perubahan iklim. Oleh karena itu, perempuan Indonesia harus melangkah maju sebagai pemimpin dalam merancang solusi bagi isu-isu kritis, seperti lingkungan dan kerusakan ekosistem, polusi plastik, serta ketahanan pangan. Karena melalui ketahanan pangan perempuan bisa membuktikan, bahwa kita tidak akan pernah kelaparan dan bisa melalui masa-masa krisis ini dengan beradaptasi dan berubah.
ADVERTISEMENT