Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
Konten dari Pengguna
OECD : Solusi Optimal terhadap Penerapan Base Erosion & Profit Shifting (BEPS)
14 Februari 2025 12:17 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Letarenia Simanjuntak tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Sumber : Microsoft Copilot](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01jkzse4essmvn4885rhhzrs2a.jpg)
ADVERTISEMENT
Dalam era globalisasi ini, masih banyak perusahaan multinasional memanfaatkan celah perpajakan untuk mengurangi beban pajak perusahaan. Banyak perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia tetapi mengalihkan keuntungan mereka ke negara dengan pajak rendah seperti Singapura atau negara tax haven lainnya. Salah satu strategi yang sering digunakan adalah Base Erosion and Profit Shifting (BEPS), di mana mereka mengalihkan keuntungan perusahaannya ke negara yang tarif pajaknya rendah atau bahkan nol/tanpa pajak (tax havens). Praktik ini menyebabkan beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia, kehilangan potensi penerimaan pajak yang besar.
ADVERTISEMENT
Praktik Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) dilakukan melalui berbagai mekanisme, seperti transfer pricing yang tidak wajar, di mana perusahaan multinasional menetapkan harga transaksi antar perusahaan dalam satu grup dengan tujuan menggeser keuntungan ke yurisdiksi pajak rendah. Selain itu, strategi lainnya termasuk penggunaan entitas tanpa substansi ekonomi nyata di negara tax haven, pembayaran royalti atau biaya manajemen ke perusahaan afiliasi di luar negeri, serta memanfaatkan perjanjian pajak bilateral untuk menghindari pajak ganda secara agresif. Akibatnya, negara seperti Indonesia kehilangan miliaran rupiah potensi penerimaan pajak yang seharusnya dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan publik lainnya.Untuk mengatasi permasalahan ini, Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development atau OECD) memperkenalkan solusi global melalui pendekatan Two-Pillar Solution.
ADVERTISEMENT
Apa Itu OECD?
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Cooperation and Development atau OECD) adalah organisasi internasional yang terdiri dari 38 negara anggota. OECD bertujuan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi global, memperbaiki sistem perpajakan internasional, serta memastikan adanya transparansi dalam sistem keuangan global.
Apa Itu Base Erosion and Profit Shifting (BEPS)?
Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) adalah praktik yang dilakukan oleh perusahaan multinasional untuk mengurangi kewajiban pajak mereka dengan cara:
1. Mengalihkan keuntungan ke negara dengan pajak rendah atau tanpa pajak (tax havens).
2. Memanfaatkan perbedaan aturan perpajakan antar negara untuk menghindari kewajiban pajak.
3. Menggunakan skema transfer pricing yang tidak wajar agar laba di negara ber-pajak tinggi tampak lebih rendah.
ADVERTISEMENT
Praktik ini merugikan banyak negara, terutama negara berkembang seperti Indonesia, yang kehilangan hak pemajakan atas aktivitas ekonomi yang sebenarnya terjadi di dalam negeri.
Bagaimana Peran OECD dalam Mengatasi BEPS: Two-Pillar Solution ?
OECD telah mengembangkan solusi global untuk mengatasi BEPS melalui Two-Pillar Solution, yaitu:
Pilar 1: Hak Pemajakan Berdasarkan Lokasi Konsumsi
Pilar 1 ini bertujuan untuk memberikan hak pemajakan kepada negara tempat keuntungan dihasilkan, bukan hanya negara tempat perusahaan berkantor pusat.
Alhasil jika Indonesia berhasil masuk ke dalam OECD, permasalahan lainnya seperti penerapan PPH PMSE misalnya untuk Netflix di Indonesia dapat berjalan karena akan ada penyesuain regulasi Indonesia dengan pilar OECD.
Pilar 2: Pajak Minimum Global 15%
ADVERTISEMENT
Pilar 2 ini menetapkan pajak minimum global sebesar 15% bagi perusahaan multinasional dengan dengan pendapatan tertentu.
Dengan Pilar 2, jika mereka membayar pajak lebih rendah dari 15%, maka Indonesia dapat mengenakan pajak tambahan agar totalnya mencapai 15%. Jika suatu perusahaan membayar pajak lebih rendah dari 15% di negara tax havens, maka negara asalnya berhak mengenakan pajak tambahan agar total pajaknya mencapai 15%. Dengan demikian, insentif bagi perusahaan untuk mengalihkan keuntungan ke negara dengan pajak rendah dapat dikurangi secara signifikan.
Apa Saja Dampak Implementasi Two-Pillar Solution bagi Indonesia ?
Jika Indonesia mengadopsi kebijakan OECD, dampaknya akan sangat positif terhadap sistem perpajakan nasional:
• Peningkatan penerimaan pajak dari perusahaan multinasional yang selama ini tidak membayar pajak secara adil.
ADVERTISEMENT
• Pengurangan praktik penghindaran pajak, sehingga pajak yang diterima negara lebih mencerminkan aktivitas ekonomi nyata.
• Penerapan sistem perpajakan yang lebih adil, dengan menyamakan perlakuan pajak antara perusahaan digital asing dan perusahaan domestik.
Apa Saja Tantangan yang Dihadapi Indonesia ?
Meskipun solusi OECD sangat menjanjikan, Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan dalam implementasinya:
1. Indonesia belum menjadi anggota OECD, sehingga tidak dapat secara langsung memengaruhi kebijakan global yang diambil oleh organisasi ini.Oleh karena itu pemerintah Indonesia menetapkan tujuan untuk menjadi anggota penuh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) sebagai prioritas ekonomi internasional dalam waktu satu hingga dua tahun ke depan.
2. Perubahan regulasi yang kompleks, mengingat sistem perpajakan nasional harus disesuaikan dengan standar internasional.
ADVERTISEMENT
3. Negosiasi dengan perusahaan multinasional, yang sering kali memiliki kepentingan ekonomi besar dan dapat menentang aturan baru.
4. Penegakan hukum dan kepatuhan pajak, yang masih menjadi tantangan dalam memastikan perusahaan benar-benar membayar pajak sesuai ketentuan.
Apa Saja Strategi Optimal untuk Meningkatkan Tarif Pajak dan Bergabung dengan OECD ?
Langkah Indonesia untuk Bergabung dengan OECD
Karena Indonesia belum menjadi anggota OECD, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk memenuhi persyaratan keanggotaan:
1. Memperluas Objek Pajak
Salah satu syarat untuk masuk ke OECD adalah harus meningkatkan rasio pajak maka pemerintah Indonesia dapat memperluas objek pajaknya. Artinya, makin banyak lapisan masyarakat yang akan terjaring sebagai wajib pajak yang diwajibkan untuk menyetorkan pajaknya setiap tahunnya. Hal yang dapat dilakukan diantaranya dengan menurunkan ambang batas pengusaha kena pajak (PKP) dan menurunkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Atau dapat juga melalui adanya PMSE salah satunya PPN PMSE. Dasar hukum kebijakan ini adalah PMK No. 48/PMK.03/2020 tentang pemungutan PPN oleh perusahaan digital asing. Objek PPN PMSE meliputi yaitu barang digital (e-book, musik digital, film digital, dll) dan jasa digital (streaming, aplikasi berlangganan, iklan digital, dll.).
ADVERTISEMENT
Dengan tarif PPN 11%, kebijakan ini telah meningkatkan penerimaan pajak dari perusahaan seperti Netflix, Spotify, dan Amazon. Oleh karena itu melalui PPN PMSE, Indonesia dapat meningkatkan rasio pajaknya agar dapat bergabung ke OECDS. Alasan PPN PMSE dapat diterapkan sedangkan PPH PMSE belum dapat diterapkan sepenuhnya karena pada PPN PMSE prinsip dasarnya adalah bahwa pajak dikenakan di tempat konsumsi terjadi. Sebaliknya, PPh berbasis penghasilan, yang membutuhkan keberadaan fisik atau keterkaitan ekonomi yang signifikan untuk dapat diterapkan.Oleh karena itu, implementasi Two-Pillar Solution akan menjadi pelengkap yang efektif.
2. Memperkuat kerja sama internasional, seperti meningkatkan keterlibatan dalam inisiatif BEPS dan G20.
3. Meningkatkan rasio pajak terhadap PDB, yang saat ini masih rendah dibandingkan dengan negara OECD lainnya.
ADVERTISEMENT
4. Mengurangi ketergantungan pada sektor tertentu, dengan memperluas objek pajak, termasuk pajak digital.
Dengan demikian, bagi Indonesia, kebijakan ini dapat meningkatkan penerimaan pajak dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil. Namun, karena Indonesia belum menjadi anggota OECD, ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Dengan strategi ini, Indonesia dapat memperkuat sistem perpajakannya, menarik investasi, dan membuka peluang menjadi anggota OECD sehingga mendapatkan manfaat lebih besar dalam reformasi perpajakan global.