Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kuliah Bersama Rakyat:"Belajar Perjuangan Warga Melindungi Alam Desa Wadas"
19 Desember 2022 16:40 WIB
Tulisan dari Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada hari Sabtu, 17 Desember 2022 Pimpinan Pusat Muhammadiyah melaksanakan kegiatan kuliah bersama rakyat Desa Wadas. Kegiatan tersebut dilaksanakan bersama dengan lembaga serta organisasi seperti KIKA, WALHI, [CALS], LHKP PP Muh, MHH PP Muh, dan Gempadewa. Tulisan di spanduk-spanduk “Wadas Melawan” terpampang sepanjang jalan menuju lokasi. Banyak pula warga yang membangun di sepanjang jalan desaa Wadas, karena tidak semua warga wadas menolak pertambangan disana. Desa Wadas memiliki alam yang sangat indah dan asri, “alam ini patut untuk dijaga dan dilindungi sebagai warisan kepada anak dan cucu kita nanti, kalau bukan kita siapa lagi yang bisa” ungkap warga wadas dalam sesi kuliah bersama.
ADVERTISEMENT
Kuliah bersama rakyat Desa Wadas yang dihadiri oleh Pak Busyro Muqoddas, warga wadas, civitas akademisi dari berbagai universitas, beserta lembaga swadaya masyarakat maupun Muhammadiyah ini memberikan banyak informasi beserta pelajaran yang sangat penting dalam melindungi hak kita terhadap alam. Sambutan awal dibuka oleh pak Busyro Muqoddas “kehadiran aparat negara yang datang semena-mena, bukanlah aparat, bukan pula manusia karena tidak tau etika saat bertamu”. Dalam rangkaian kuliah bersama rakyat ada pula Mbah Marsono selaku perwakilan warga Wadas yang ikut angkat bicara terkait melindungi alam desa Wadas. “Apakah kita salah melindungi alam ini? Kok kita malah dihina dan dipukuli? Apakah kita salah jadi petani di desa ini? Mudah-mudahan kita tidak takut untuk melawan apa yang kita anggap benar.” Ungkap Mbah Marsono sebagai petani dan warga Wadas yang sangat bergantung terhadap alam desa Wadas.
ADVERTISEMENT
Hal ini mengingatkan kita kejadian pada tanggal 23 April dan 8 Februari lalu yang menyisakan trauma bagi warga wadas, dimana “aparat datang dengan semena-mena memukuli suami, anak, dan saudara-saudara kami tanpa kasihan dan sewenang-wenang” ungkap mba Anis selaku warga wadas sambil meneteskan air mata karena kejadian yang menyisakan trauma tersebut. Mba Anis juga mengungkapkan harapannya agar kasus desa Wadas dapat dikawal sampai tuntas dan menang. “Kami ingin dikenal oleh anak dan cucu sebagai pejuang lingkungan yang mempertahankan hak dan ruang hidup. Bukan diingat sebagai perusak alam.” Ungkap mba Anis. Menurut mba Anis awal mendengar akan ada pertambangan di desa Wadas membuat ibu-ibu yang kesehariannya membuat besek berkeluh kesah terkait alasan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Maka dari itu ibu-ibu desa Wadas ingin berjuang bersama bapak-bapak dan anak-anak muda untuk mempertahankan alam desa Wadas yang secara turun temurun memberikan berkah berlimpah kepada anak dan cucu kelak.
ADVERTISEMENT
Ibu Rina Mardiana selaku akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) juga menyampaikan semangat perlawanan dan perjuangan terhadap pertambangan di desa Wadas. Menurutnya terdapat propaganda dari pihak tertentu di luar sana yang mengatakan apabila tanah desa Wadas gersang, sehingga harus ditambang supaya alamnya produktif. Ibu Rina juga mengingatkan kejadian di Tuban yang mana warganya menerima uang kompensasi pembangunan hingga akhirnya tergiur akan kekayaan, namun sengsara kemudian karena salah dalam menggunakan hasil kompensasi tersebut. Menurut warga desa Wadas yang hadir mereka merasa belum merdeka dan semakin menderita “Kita sedang menjajah negara kita sendiri, supaya kita bergantung pada pangan impor.” Sahut warga desa Wadas saat sesi kuliah bersama. Mereka mengungkapkan untuk terus berjuang bersama melawan aparat yang datang kembali.
ADVERTISEMENT
Akhir kuliah bersama di tutup Dr. Herlambang dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang memberikan apresiasi pada Kuliah Bersama Rakyat. Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya pada dunia kampus yang saat ini tengah menjadi wadah pembangunan otoriter, dimana manusia ditempatkan sebagai objek eksploitasi pembangunan oleh pihak tertentu. Melalui kuliah bersama rakyat ini kita dapat melihat dan mengetahui bagaimana perjuangan rakyat terhadap eksploitasi yang dilakukan oleh pihak tertentu dengan iming- iming untuk pembangunan bersama yang lebih besar. Dengan janji manisnya mengeksploitasi sumber pangan dan alam yang sudah menjadi bagian dari warga desa. Patutkah hal tersebut kita biarkan saja tanpa bertindak apa-apa?