Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mitos Tambang: Bisakah Kita Menangkal Kutukan Sumber Daya Alam?
13 Desember 2021 14:09 WIB
Tulisan dari Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah, Indonesia kini tengah berjuanga untuk menghadapi bencana alam akibat ekploitasi yang tak terhingga. Kondisi ekologi Indonesia saat ini sedang berada pada titik nadir, di mana salah satu kekayaan alam kita yaitu batu bara kini dikeruk habis-habisan untuk memperkaya oligarki.
ADVERTISEMENT
Tambang yang dulunya diyakini mampu untuk mensejahterakan masyarakat kini menjadi polemik pertanyaan yang memanas, apakah benar keyakinan kita selama ini, terhitung sejak disahkannya Undang-Undang Mineral Batu Bara eksploitasi yang dilakukan tidak mempertimbangan analisis terkait dampak lingkungan.
Deforestasi yang dilakukan kini mengundang sejumlah bencana salah satunya perubahan iklim yang ekstrim. Masyarakat yang tinggal di daerah pertambangan tidak segan-segan mengalami dampak yang mematikan seperti tenggelam di lubang bekas tambang.
Tentu, ini mengundang sejumlah perhatian, pasalnya kebijakan tambang saat ini semakin hampir melampaui batas pelaksanaan yang mana sudah menyentuh kepada pelanggaran HAM khususnya untuk masyarakat sekitar.
Lembaga Hikmah Kebijakan Publik Muhammadiyah pada o9 Desember 2021 kembali membuka forum diskusi yang kedua untuk membahas mengenai permasalahan hukum dan ekologi saat ini yang bertajuk seperti judul berita yaitu "Mitos Tambang: Bisakah Kita Menangkal Kutukan Sumber Daya Alam?". Kali ini ada 6 narasumber yang diundang yaitu Bagus Hadi Kusuma dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Agiel Laksamana P sebagai Presedium Kader Hijau Muhammadiyah (KHM), Muhammad Afandi perwakilan Jatam Jawa Timur, Hari Kurniawan dari Laskar Hijau dan David Effendi dari LHKP sendiri.
ADVERTISEMENT
Bersama ini, hadir pula Dr. Muhammad Busyro Muqoddas yang memberikan pengantar dalam acara diskusi publik siang itu. Beliau menyampaikan bahwa acara ini hadir tepat waktu ketika negeri ini semakin hari semakin mentampakkan dirinya yaitu menampakkan watak aslinya yang selama ini terpendam hari demi hari semakin terbuka, watak aslinya yaitu tegaknya oligarki bisnis dan oligarki politik.
Di akhir pengantar beliau mengajak untuk semua elemen masyarakat sipil, lintas usia, lintas NGO, lintas Ormas, lintas kampus untuk bangkit dan harapannya apa yang kita kerjakan ini merupakan bagian dari peran keadaban kita didengar atau tidak kewajiban kita sudah mengingatkan dengan cara yang terhormat.
Menanggapi diskusi ini, Muhammad Afandi menyampaikan tujuh poin utama dalam pembahasannya mengenai topik ini yaitu pertama, mendorong perombakan agraria dan merupakan salah satu agenda penting untuk mendorong manusian punya ikatan dengan alam secara cukup kuat. Kedua, mendorong pemulihan infrastruktur ekologi. Ketiga, melanjutkan penggunaan bibit rekayasa genetika dan mendorong kembali pertanian subsisten ke pertanian organik berbasis tuan komoditas. Ke empat, mendorong energi bersih terbarukan topografi wilayah masing-masing. Ke lima, mendorong demokrasi langsung dan disentrasilasi dan yang ke enam mendorong terbangunnya koperasi kolektif. Serta, yang ke tujuh adalah unit perlindungan komunitas
ADVERTISEMENT
Muhammad Afandi menyampaikan bahwa harapannya program ini mampu mensejahterakan masyarakat di masing-masing wilayah dengan mempertimbangkan potensi di tiap wilayah tersebut.
Diskusi Publik ini ditutup oleh masing-masing closing statement dari para narasumber salah satunya yaitu Hari Kurniawan, beliau mengatakan bahwa jelaslah sudah bahwa arah pembangunan negara ini sama sekali tidak memperhatikan biosentrisme dan antroposentrisme masyarakat. Namun, apa yang menjadi pemahamannya adalah paradigma Developmentalisme.
Diskusi ini bisa ditonton melalui link di bawah ini: