Konten dari Pengguna
Mengapa Bahasa Asing Lebih 'Laku' di Kalangan Milenial dan Gen Z?
6 November 2025 7:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
Kiriman Pengguna
Mengapa Bahasa Asing Lebih 'Laku' di Kalangan Milenial dan Gen Z?
Bahasa adalah cermin budaya dan identitas. Globalisasi dan media digital mendorong Generasi Milenial dan Generasi Z menguasai bahasa asing demi peluang kerja dan citra diri. #userstoryLidiya Novia Panjaitan
Tulisan dari Lidiya Novia Panjaitan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Bahasa merupakan sarana utama dalam berkomunikasi dan mengekspresikan pikiran, perasaan, serta identitas suatu individu atau kelompok. Bahasa bukan hanya berfungsi sebagai alat tukar informasi, melainkan juga cermin budaya dan perkembangan zaman.
ADVERTISEMENT
Harimurti Kridalaksana (2008) mendefinisikan bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Namun, di era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi dan komunikasi, penggunaan bahasa asing menjadi sebuah kebutuhan yang tak terelakkan.
Salah satu faktor utamanya dipengaruhi oleh globalisasi dan media digital yang semakin canggih. Generasi muda kini memiliki pandangan hidup yang lebih terbuka dan berorientasi internasional.
Mereka menyadari bahwa kemampuan berbahasa asing dapat menjadi modal penting untuk meraih peluang kerja yang lebih luas, baik di perusahaan multinasional maupun dalam karier digital seperti freelancing, content creation, atau remote working.
Selain itu, budaya populer global juga dapat memengaruhi kemampuan bahasa asing para Generasi Milenial dan Generasi Z, seperti Film Hollywood, musik pop barat, dan serial televisi Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Hal ini sering menjadi topik pembicaraan mereka, menjadi isu dalam percakapan sehari-hari, dan membuat Generasi Z lebih familiar dengan kosakata dan pengucapan bahasa asing. Bahkan, terdapat sejumlah kaum muda yang memiliki ketertarikan kuat terhadap budaya populer Barat yang cenderung memiliki kompetensi bahasa asing yang jauh lebih unggul dibandingkan dengan bahasa ibu mereka.
Faktor lain yang tidak kalah penting ialah pergeseran nilai sosial dan gaya hidup. Dalam budaya digital yang kompetitif, penguasaan bahasa asing sering kali diasosiasikan dengan kecerdasan, modernitas, dan kelas sosial tertentu.
Seorang anak muda yang fasih berbahasa asing dianggap lebih “gaul” dan berwawasan luas. Fenomena ini melahirkan semacam “prestise linguistik”, di mana bahasa asing tidak hanya digunakan untuk berkomunikasi, tetapi juga untuk membangun citra diri di dunia maya. Penggunaan bahasa asing oleh Generasi Milenial dan Generasi Z terkadang dapat dilihat sebagai upaya untuk terlihat ‘keren’ di media sosial.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Generasi Z telah menciptakan berbagai bahasa gaul baru, seperti OML (On My Life), IYKYK (If You Know You Know), FR (For Real!), GYAT (wow! atau what!), dan no cap (berkata jujur/sebenarnya). Umumnya, istilah-istilah ini hanya dipakai oleh Generasi Z dalam lingkaran pertemanan mereka atau saat berinteraksi di media sosial.
Namun, fenomena ini juga menimbulkan tantangan identitas budaya. Di satu sisi, keterampilan berbahasa asing membuka pintu globalisasi dan memperluas wawasan. Di sisi lain, dominasi bahasa asing dapat melemahkan rasa kebangsaan dan mengikis kecintaan terhadap bahasa serta budaya lokal. Maka, penting bagi generasi muda untuk menemukan keseimbangan antara keterbukaan global dan pelestarian budaya nasional.
Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat perlu mendorong penggunaan bahasa Indonesia secara kreatif dan relevan dengan zaman, misalnya melalui konten digital, film, musik, dan literasi modern. Dengan demikian, bahasa Indonesia tetap hidup dan berkembang di tengah derasnya arus globalisasi, tanpa menutup diri terhadap dunia luar.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, tidak salah bila Milenial dan Gen Z mencintai bahasa asing karena dunia memang semakin terhubung tanpa batas. Namun, kecintaan itu harus diimbangi dengan kesadaran akan pentingnya bahasa nasional sebagai identitas dan jati diri bangsa. Bahasa asing boleh menjadi jembatan menuju dunia global, tetapi bahasa Indonesia tetaplah fondasi yang menjaga akar budaya dan kebangsaan kita.

