Sulit Memaafkan? Yuk, Mengenal Istilah Forgiveness Therapy dalam Psikologi

Lidya Novita
Mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
12 Desember 2022 22:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lidya Novita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber: Foto pribadi penulis
Seandainya memaafkan semudah ilustrasi di atas, pasti kita tidak perlu bergumul dengan beban emosional di hati bukan?
ADVERTISEMENT
Nyatanya, memaafkan tidak semudah yang diucapkan lisan.
Maaf adalah sebuah kata yang terdengar familiar di telinga kita. Sering kali kata "maaf" diucapkan sebagai bagian dari etika bersosialisasi dengan orang lain. Kata "maaf" sebenarnya bukan sekadar kata tanpa makna, melainkan sebuah cara untuk meringankan beban emosional ketika kita berbuat kesalahan. Namun, bagaimana ketika kita menjadi pihak yang dirugikan akibat perbuatan seseorang? Memberi maaf tentunya bisa menjadi hal yang sulit untuk dilakukan bukan?
Jadi, haruskah kita memaafkan? Untuk apa kita memaafkan? Apakah memaafkan benar-benar bisa membuat perasaan kita menjadi lebih baik? Untuk mengetahui jawaban lengkapnya, yuk simak pembahasan berikut.
Mengenal Lebih Dekat Forgiveness Therapy
Menurut Everett Worthington Jr., seorang profesor psikologi di Virginia Commonwealth University (VCU), memaafkan adalah mengurangi atau membatasi kebencian serta dendam yang mengarah kepada pembalasan.
ADVERTISEMENT
Artinya, memaafkan adalah suatu proses melepaskan kemarahan dan dendam yang disebabkan oleh pihak yang menyakiti. Memaafkan dapat membantu kita untuk menghilangkan pikiran dan perasaan negatif terhadap seseorang sehingga kita dapat hidup lebih tenang.
Forgiveness therapy sendiri dikembangkan dari teknik Gestalt. Teknik Gestalt merupakan sebuah terapi humanistik yang menekankan bahwa individu harus menemukan caranya sendiri dan menerima tanggung jawabnya jika ingin mencapai kedewasaan.
Forgiveness therapy bisa dilakukan secara personal atau berkelompok, bisa dilakukan dengan bersuara jelas atau bersuara di dalam hati. Forgiveness therapy tidak hanya dilakukan untuk memberi maaf kepada orang lain, tetapi juga dapat dilakukan untuk memberi maaf kepada diri sendiri.
Kenapa Memaafkan Itu Penting?
Memaafkan bukan hanya dilakukan untuk menaati ajaran agama atau moral, melainkan demi kedamaian diri sendiri. Manfaat memaafkan ternyata telah dibuktikan melalui berbagai penelitian. Contohnya seperti penelitian-penelitian berikut:
ADVERTISEMENT
Jadi, manfaat memaafkan itu luas sekali.
Bagaimana Cara Melakukan Forgiveness Therapy?
Dalam buku Forgiveness Therapy: An Empirical Guide for Resolving Anger and Restoring Hope karya Richard P. Fitzgibbons dan Robert Enright yang diterbitkan oleh American Psychological Association pada tahun 2015, terdapat empat tahap dalam melakukan forgiveness therapy, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Tahap Mengungkapkan Kemarahan
Tahap mengungkapkan kemarahan merupakan tahap pertama dalam forgiveness therapy. Pada tahap ini Anda diminta untuk mengingat kembali peristiwa yang menimbulkan rasa marah atau kecewa di hati Anda. Anda bisa menuliskan perasaan-perasaan ini pada selembar kertas.
Misalnya, Anda pernah mengalami kejadian pencopetan di angkutan umum. Setelah kejadian itu, Anda merasa takut untuk naik angkutan umum lagi karena Anda tidak ingin peristiwa yang sama terulang kembali.
2. Tahap Mengambil Keputusan untuk Memaafkan
Sering kali orang sulit untuk mengambil keputusan memaafkan karena mereka tahu bahwa mereka memiliki hak untuk merasa marah atau kecewa, sedangkan pihak yang telah merugikan tidak berhak dimaafkan oleh mereka. Mengambil keputusan untuk memaafkan berarti bersedia melepaskan semua kebencian yang ada dalam hati. Pada tahap ini Anda dapat menuliskan keuntungan dan kerugian jika seandainya Anda mengambil keputusan untuk memaafkan pihak yang telah menyakiti Anda.
ADVERTISEMENT
3. Tahap Memaafkan
Selama tahap memaafkan Anda mulai belajar memahami pelaku dengan sudut pandang yang baru, yang memungkinkan timbulnya perasaan positif terhadap pelaku dan diri Anda sendiri. Namun, perlu ditekankan bahwa memahami tidak berarti memaafkan. Seseorang dapat memahami orang lain tanpa harus percaya bahwa tindakan yang dilakukan oleh orang lain itu memang pantas diterima.
Pada tahap ini Anda bisa menuliskan pandangan Anda tentang latar belakang pelaku tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut. Kira-kira seperti apa kehidupan pelaku saat mereka tumbuh dewasa? Mungkinkah hal itu memengaruhi perilaku mereka? Seperti apa kehidupan pelaku saat mereka melakukan kesalahan kepada Anda?
4. Tahap Melepas Kemarahan
Selama tahap melepas kemarahan, Anda akan semakin mengurangi emosi negatif terkait dengan ketidakadilan yang pernah Anda alami. Anda mungkin menemukan hikmah dalam kejadian itu dan mengenali bahwa berkat kejadian itu Anda telah berkembang menjadi sosok yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Pada tahap terakhir ini Anda bisa mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut. Manfaat apa yang akan Anda dapatkan jika memaafkan pihak yang telah berbuat salah kepada Anda? Apakah kemarahan Anda menimbulkan perubahan perilaku Anda? Pertimbangkanlah sudah sejauh mana Anda menghabiskan waktu dan energi Anda untuk memikirkan kesalahan pelaku? Apakah Anda lebih kuat dari sebelumnya sebelum memutuskan untuk memaafkan? Bagaimana upaya Anda untuk memaafkan pelaku?
Sebelum artikel ini mencapai tanda titik terakhir, saya ingin membagikan sebuah quote dari buku yang berjudul The Magical Moment karya Paulo Coelho. Quote itu berbunyi:
ADVERTISEMENT
Jadi, saya harap diri saya sendiri dan para pembaca bisa belajar memaafkan karena sejatinya memaafkan bukan memaksa kita untuk melupakan hal menyakitkan yang pernah kita alami. Memaafkan adalah sebuah cara kita untuk belajar sembuh dengan mengobati luka batin yang dirobek oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang pernah hadir dalam hidup kita. Kitalah yang peduli kepada diri kita sendiri. Memaafkan berarti kita membantu diri sendiri untuk membuka lembaran baru dalam hidup agar diri kita bisa bersinar lebih terang dari bintang mana pun yang ada di angkasa.
Lidya Novita, Mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Referensi:
Reed, G. L., & Enright, R. D. (2006). The Effects of Forgiveness Therapy on Depression, Anxiety, and Posttraumatic Stress For Women After Spousal Emotional Abuse. Journal Of Consulting and Clinical Psychology, 74(5), 920.
ADVERTISEMENT
Enright, R. D., & Fitzgibbons, R. P. (2015). Forgiveness Therapy: An Empirical Guide For Resolving Anger And Restoring Hope. American Psychological Association.
Yuliatun, I., & Megawati, P. (2021). Terapi Pemaafan Untuk Meningkatkan Kesehatan Mental Individu: Studi Literatur Forgiveness Therapy To Improve Individual Mental Health: A Literature Study. Motiva: Jurnal Psikologi, 4(2), 90-97
Nihayah, U., Putri, S. A., & Hidayat, R. (2021). Konsep Memaafkan dalam Psikologi Positif. Indonesian Journal of Counseling and Development, 3(2), 108-119.
Wijaya, Y. D., & Widiyastuti, M. (2020). Forgiveness Therapy to Improve Subjective Well-being of Woman Victims of Sexual Harassment.
Gunawan, K. W., Priyatama, A. N., & Setyanto, A. T. (2016). Pengaruh Pelatihan Pemaafan terhadap Peningkatan Self Esteem Pecandu Narkoba di Program Re-Entry Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Lido, Bogor. Wacana, 8(1).
ADVERTISEMENT