Cara Wulan Mencintai Pekerjaannya

4 September 2019 19:02 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Retno Wulandhari, tim videografer kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Retno Wulandhari, tim videografer kumparan.
ADVERTISEMENT
Awalnya menjadi videografer bukan hal yang menjadi minat Retno Wulandhari, Videografer kumparan. Dia lebih suka membuat konsep sebuah video dan mengaturnya sehingga menjadi tontonan yang menarik.
ADVERTISEMENT
Makanya, awal bekerja kumparan sebagai videografer, Wulan sempat stres karena merasa mengerjakan hal yang tidak sesuai dengan passion-nya. Bahkan, hal ini sempat membuatnya sakit.
Sadar akan kondisi fisiknya yang mulai sering sakit, banyak teman Wulan menyarankan untuk berhenti dari pekerjaannya. Namun, alih-alih menuruti saran teman-temannya, Wulan mencoba bertahan dan bersikeras menerima tanggung jawabnya meskipun berlawanan dengan apa yang diinginkannya. Orang tuanyalah yang membuatnya berupaya melaksanakan tanggung jawab sebagai videografer meskipun dia tidak menyukainya.
“Pastinya udah banyak pengorbanan yang diberikan oleh kedua orang tua aku hingga aku bisa seperti sekarang ini. Makanya, kalau aku mudah menyerah, itu sama saja seperti membuat perjuangan orang tuaku sia-sia,” jelas perempuan satu-satunya di tim videografer kumparan ini
ADVERTISEMENT
Mental baja Wulan berbuah. Seiring waktu, Wulan malah menikmati pekerjaannya sebagai videografer meskipun sering diminta untuk meliput ke lokasi yang sangat sulit, seperti lokasi bencana. Justru dari lokasi-lokasi inilah dia mendapat banyak pelajaran yang berarti.
Salah satu pengalaman meliput yang diingatnya adalah ketika meliput bencana gempa di Palu tahun 2018 lalu. Berita penunjukannya waktu itu cukup dadakan. Bahkan, Wulan hanya punya waktu 1 hari untuk belajar mengoperasikan drone. Padahal dia sama sekali tidak punya pengalaman mengoperasikan drone sama sekali.
Sampai di lokasi peliputan, berbagai kendala pun muncul. Mulai dari mencari transportasi untuk berpindah-pindah tempat sampai minimnya bahan makanan yang memaksanya harus mengirit perbekalan. Yang paling diingat adalah ketika gempa susulan datang saat dia sedang mengedit video. “Waktu itu yang aku ingat adalah kerjaan aku yang belum selesai. Mesti selametin laptop biar bisa lanjut kerja lagi,” jelasnya sambil terbahak.
Wulan berfoto bersama anak-anak korban bencana gempa di Palu.
“Yang bikin aku bertahan bekerja apa pun kesulitannya adalah ketika aku membayangkan wajah-wajah yang orang yang senang dengan video yang aku buat. Bagi aku itu apresiasi tertinggi, apalagi ketika orang-orang tersayang aku bangga dengan video yang aku buat,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Saat mengerjakan sebuah video, Wulan berprinsip untuk mengerjakannya secara total. “Kalau bekerja itu jangan setengah-setengah, all out aja. Pada prosesnya emang pasti ada aja perbedaan pendapat yang bikin berantem. Tapi kalau kita ngerjainnya all out, hasilnya juga pasti maksimal, nggak setengah-setengah. Nanti yang bangga juga kita semua yang terlibat,” jelas lulusan Ilmu Komunikasi, Telkom University, Bandung ini.
Jika dulu mengerjakan sebuah video adalah sebuah hobi, namun sekarang sudah menjadi pekerjaan. Efeknya, kadang Wulan tidak mempunyai pelarian saat jenuh dengan pekerjaan. Untuk tetap menjaga semangatnya, biasanya Wulan berjalan kaki atau jogging.
“Kadang aku pulang-pergi kantor dari tempat kos jalan kaki. Buatku, berjalan kaki pelan-pelan, menikmati perjalanan sepanjang kos-an kantor dan sebaliknya itu stress relief,” tutur sulung dari 3 bersaudara ini.
ADVERTISEMENT
Bagi Wulan, setiap orang harus membuat sebuah karya setidaknya sekali seumur hidup. Bentuknya tidak harus video, tapi apa pun yang disukai, bisa melukis, menulis lagu, dan lainnya. “Bagi aku, seseorang itu wajib punya karya. Terlepas dari apa pun profesinya. Karena karya itu adalah rekam jejak bahwa kamu pernah hidup dan bekerja keras untuk mewujudkan apa yang kamu suka,” ujarnya menutup wawancara.