Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Mengulik seni storytelling, menjadi tema pertama dari rangkaian serial kelas storytelling di bulan Agustus ini.
ADVERTISEMENT
Kelas yang berlangsung selama satu jam lebih ini menghadirkan langsung Muhammad Yusuf Arifin, yang kerap disapa mas Dalipin, Chief of Storyteller kumparan.
Sesi dibuka dengan presentasi dari mas Dalipin yang menjelaskan bahwa storytelling merupakan salah satu skill yang sebetulnya sudah sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. “Tanpa disadari dalam kehidupan sehari-hari kita berkomunikasi, bercerita itu adalah storytelling. Misalnya, kita berangkat ke kantor sampai kantor melihat sebuah kejadian dan menceritakannya lagi kepada teman kantor. Itu termasuk storytelling.” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa storytelling mengikuti perkembangan teknologi dari waktu ke waktu. Jika, dulu belum ada teknologi untuk menulis storytelling disampaikan secara langsung atau yang biasa disebut dengan oral. Lalu, seiring dengan perkembangan teknologi muncullah tulisan, komik, radio hingga televisi.
“Dan dengan kemunculan teknologi baru sebetulnya hanya membantu meragamkan cara kita ber-storytelling.” kata mas Dalipin.
ADVERTISEMENT
Tetapi demikian, setiap teknologi membawa ‘hukumnya’ sendiri-sendiri, jadi cara untuk menyampaikan storytelling-nya pun harus berbeda.
Misalnya oral, yang mempunyai lima tahapan di dalamnya. Pertama abstraksi, proses dimana seseorang akan mencatat dalam kepala saat melihat sebuah peristiwa. Kedua rekonstruksi, saat seseorang ingin menceritakan kembali apa yang ia lihat, maka ia akan melakukan rekonstruksi dengan indra yang dimiliki. Kemudian, masuklah ke tahap ketiga ketika ia bercerita kepada khalayak. Di tahap keempat, khalayak yang menerima cerita orang tersebut akan melakukan rekonstruksi kembali atas informasi dan cerita yang ia dapatkan. Lalu, terakhir akan merangkainya menjadi sebuah abstraksi. Proses ini juga hampir sama halnya dengan tulisan dan radio.
Itu oral, lain halnya dengan komik atau hal-hal yang sifatnya bergambar, proses abstraksi akan hilang, karena segala informasi yang akan disampaikan sudah dapat dilihat. Jadi, saat seseorang melihat sebuah peristiwa mereka akan melewati proses rekonstruksi dan menuangkan atau menyajikannya dalam bentuk gambar. Baik itu yang bergerak seperti televisi atau foto dan komik. Proses komunikasinya akan lebih sederhana.
Namun, dalam proses bercerita setiap orang pasti mempunyai daya tangkap dan visualisasi yang berbeda-beda, khususnya untuk media seperti tulisan, oral, dan radio.
Maka, penting untuk melakukan tiga hal ini, pertama tentukan sudut pandang. Kedua, perhatikan hal-hal yang sifatnya detail dari cerita yang ingin disampaikan, misalnya, ingin menceritakan sebuah kecelakaan lalu lintas, perlu adanya detail yang mendukung cerita ini, seperti dari mana datangnya arah kendaraan, pukul berapa hingga suasana saat kejadian. Dan ketiga, skenario, yang mencakup urutan cerita hingga narasi yang ingin disampaikan.
Dengan tiga hal tersebut maka diharapkan orang lain yang menerima informasi akan mempunyai rekonstruksi dan abstraksi yang sama dan mendapatkan tujuan dari storytelling yang ingin disampaikan.
ADVERTISEMENT