Konten dari Pengguna

Peran Instagram dalam Pembentukan Identitas Dirinya Remaja di Era Digital

FADHLY RAUSYAN AQMAR
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Tangerang, Program studi Ilmu Komunikasi
24 Oktober 2024 17:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari FADHLY RAUSYAN AQMAR tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh ready made dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/cahaya-sinar-orang-tangan-3850266/
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh ready made dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/cahaya-sinar-orang-tangan-3850266/
ADVERTISEMENT
Di era digital saat ini, media sosial memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi kalangan remaja. Salah satu platform yang paling populer di kalangan remaja adalah Instagram. Instagram tidak hanya menjadi tempat berbagi foto dan video, tetapi juga berfungsi sebagai media dimana remaja dapat mengeksplorasi dan membentuk identitas diri mereka. Artikel ini akan membahas bagaimana Instagram berperan dalam pembentukan identitas diri remaja berdasarkan pandangan beberapa ahli. 1. Identitas Diri dalam Konteks Sosial Menurut Erik Erikson (1950), identitas diri adalah konstruksi psikososial yang berkembang selama masa remaja. Proses ini melibatkan pencarian dan pembentukan "siapa saya" yang didorong oleh interaksi sosial. Dalam konteks digital, Instagram memberikan remaja ruang untuk menampilkan versi ideal dari diri mereka, baik melalui penampilan fisik maupun citra sosial. Mereka membangun identitas diri melalui konten yang mereka bagikan dan interaksi yang mereka lakukan dengan orang lain di platform tersebut. Ahli psikologi sosial, George Herbert Mead, berpendapat bahwa konsep diri seseorang terbentuk melalui interaksi sosial dengan orang lain. Dalam konteks Instagram, setiap komentar, like, atau respon dari pengikut memberi umpan balik sosial yang mempengaruhi bagaimana remaja melihat diri mereka. Mereka tidak hanya memproyeksikan citra diri mereka, tetapi juga menerima validasi dari orang lain, yang pada akhirnya berperan dalam pembentukan identitas diri. 2. Pengaruh Eksposur dan Perbandingan Sosial Leon Festinger, seorang ahli psikologi sosial, memperkenalkan teori perbandingan sosial (1954) yang menyatakan bahwa individu memiliki dorongan untuk membuka diri mereka dengan membandingkan diri mereka dengan orang lain. Di Instagram, remaja terpapar pada kehidupan orang lain yang sering kali tampak ideal dan sempurna. Fenomena ini sering disebut sebagai highlight reel , yaitu situasi di mana pengguna hanya menampilkan momen-momen terbaik dalam hidup mereka. Remaja kemudian cenderung membandingkan kehidupan mereka dengan “realitas” yang dilihat di Instagram, yang bisa berdampak positif atau negatif terhadap pembentukan identitas diri mereka. Penelitian oleh Vogel dkk. (2014) menemukan bahwa perbandingan sosial di media sosial dapat mempengaruhi harga diri remaja. Jika mereka merasa rendah diri terhadap pencapaian atau penampilan orang lain di Instagram, hal ini dapat merusak citra diri mereka. Sebaliknya, jika mereka melihat diri mereka setara atau lebih unggul dari orang lain, hal itu dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka. 3. Kurasi Identitas dan Pengelolaan Citra Instagram juga memungkinkan remaja untuk mengkurasi identitas mereka dengan hati-hati, yaitu dengan memilih konten yang mereka tampilkan untuk publik. Teori dramaturgi Goffman (1959) menjelaskan bahwa dalam setiap interaksi sosial, individu seperti “aktor” yang tampil di “panggung” untuk menyampaikan citra tertentu. Instagram menyediakan panggung ini, di mana remaja dapat memanipulasi gambar, kata-kata, dan interaksi untuk menciptakan citra ideal. Melalui fitur-fitur seperti filter, editing foto, dan caption, remaja dapat membentuk persona yang sesuai dengan harapan sosial. Mereka dapat memilih untuk menonjolkan aspek-aspek tertentu dari diri mereka yang mereka anggap positif dan menutupi bagian-bagian yang mungkin kurang sesuai dengan standar masyarakat. Dengan cara ini, Instagram menjadi alat yang sangat kuat dalam pengelolaan citra diri. 4. Identitas Diri dan Koneksi Komunitas Instagram juga memainkan peran penting dalam membangun koneksi sosial di kalangan remaja. Identitas diri tidak hanya dibentuk oleh citra individu, tetapi juga oleh rasa keterhubungan dengan kelompok sosial tertentu. Instagram memungkinkan remaja untuk berpartisipasi dalam komunitas online yang sesuai dengan minat mereka, baik yang terkait dengan fashion, musik, hobi, atau gerakan sosial. Menurut tajuk “socialidentity theory” yang dikemukakan oleh Tajfel dan Turner (1979), individu mendapatkan sebagian identitas mereka dari keanggotaan mereka dalam kelompok sosial. Remaja yang merasa menjadi bagian dari komunitas Instagram tertentu akan menginternalisasi norma-norma, nilai-nilai, dan gaya hidup kelompok tersebut, yang berkontribusi terhadap pembentukan identitas diri mereka. Misalnya, seorang remaja yang aktif di komunitas fotografi di Instagram mungkin akan mengembangkan identitasnya sebagai seorang fotografer atau seniman visual. 5. Dampak Jangka Panjang terhadap Kesehatan Mental Meskipun Instagram memberikan ruang bagi remaja untuk mengekspresikan diri, beberapa penelitian menunjukkan bahwa paparan berlebihan terhadap platform ini dapat berdampak negatif terhadap kesehatan mental dan pembentukan identitas. Turkle (2011) dalam bukunya Alone Together berpendapat bahwa meskipun media sosial dapat meningkatkan konektivitas, mereka juga dapat membuat individu merasa terasing. Remaja yang terlalu bergantung pada validasi dari pengikut dan popularitas di Instagram mungkin merasa cemas atau depresi jika harapan sosial mereka tidak terpenuhi. Kesimpulan Instagram berperan besar dalam pembentukan identitas diri remaja di era digital. Melalui platform ini, remaja dapat membangun dan mengelola citra diri mereka, terlibat dalam komunikasi sosial, dan terhubung dengan komunitas yang membentuk aspek identitas mereka. Namun di sisi lain, tekanan sosial dan kecenderungan untuk mengejar validasi eksternal juga bisa berdampak negatif pada perkembangan identitas dan kesehatan mental remaja. Sebagai generasi yang tumbuh di era digital, pemahaman yang mendalam mengenai dinamika ini penting agar remaja dapat memanfaatkan media sosial secara positif tanpa kehilangan keseimbangan diri.
ADVERTISEMENT