Belajar dari ICAC Hong Kong dalam Hal Pemberantasan Korupsi

Lilis Andriani, Mahasiswa Sosiologi UMM
Mahasiswa Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang
Konten dari Pengguna
2 Juli 2021 15:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lilis Andriani, Mahasiswa Sosiologi UMM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar ICAC Hong Kong. www.icac.org.hk
zoom-in-whitePerbesar
Gambar ICAC Hong Kong. www.icac.org.hk
ADVERTISEMENT
Kata "korupsi” sudah tidak asing didengar dan bukan lagi menjadi hal yang mengejutkan. Korupsi sendiri merupakan tindakan penyelewengan dan pengambilan sesuatu milik orang lain atau umum untuk kepentingan dirinya sendiri. Di berbagai belahan dunia terdapat tindakan korupsi yang dilakukan baik itu oleh pemerintah, pejabat, maupun para pekerja biasa. Negara Indonesia memiliki tingkat tindak korupsi yang tinggi. Menurut hasil survei Tranparency International Indonesia menunjukkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2020 menempati peringkat 102 dari 180 negara yang di survei.
ADVERTISEMENT
Dalam menangani korupsi, setiap negara memiliki cara yang berbeda-beda. Tetapi, tiap negara pasti memiliki lembaga pemberantas korupsi. Lalu, apakah tujuan dari adanya lembaga pemberantas korupsi di tiap negara? Dan apakah hal tersebut benar-benar mampu memberantas perilaku korupsi? Tujuan dari dibentuknya lembaga pemberantas korupsi tentu saja guna menyingkap perilaku kejahatan tindak korupsi yang berada di setiap negaranya. Tidak hanya itu, lembaga pemberantas korupsi pun bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan mengenai larangan korupsi kepada anak-anak selagi dini agar dapat tertanam dalam diri mereka bahwa tindakan korupsi adalah hal yang tidak pantas dilakukan. Adapun keberhasilan lembaga pemberantas korupsi di setiap negara berbeda-beda. Ada yang berhasil dan ada juga yang dinilai kurang berhasil. Salah satu lembaga pemberantas korupsi yang dinilai sudah baik dan berhasil yaitu ICAC (Independent Commision Against Corruption) Hong Kong, yang mana dijadikan contoh bagi negara lain termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia agar dapat lebih baik.
ADVERTISEMENT
ICAC (Independent Commission Against Corruption) merupakan suatu lembaga yang memegang fungsi vital di Hong Kong. Tidak hanya mengungkap praktik korupsi, tetapi juga bertanggung jawab memberi perlindungan terhadap daksi dan pendidikan antikorupsi. Adapun hal-hal yang harus ditiru KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dari ICAC yaitu suntikan anggaran, yang mana ICAC mendapatkan suntikan anggaran sebesar 1,07 miliar dolar Hong Kong atau setara dengan 1,9 triliun rupiah. Angka ini berbeda jauh dengan dana operasional dari Pemerintah Indonesia untuk KPK yaitu 834 miliar di tahun 2019. Dalam memberantas korupsi, ketersediaan dana akan sangat memengaruhi keberhasilan.
ICAC memiliki kewenangan yang luar biasa luas untuk melakukan investigasi. ICAC tidak hanya melakukan penyelidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan di lembaga negara dan swasta, tetapi juga bisa menyelidiki semua tindak pidana yang berkaitan dengan korupsi. ICAC berwenang untuk melakukan penyelidikan akun bank dan bisa meminta saksi memberi keterangan di bawah sumpah, menyita harta tersangka yang berasal dari tindak korupsi sampai mencekal tersangkanya. ICAC memiliki 900 penyidik untuk mengawasi 180 ribu pegawai negeri sipil dengan perbandingan 1: 200. Sedangkan Indonesia memiliki 160 penyidik untuk mengawasi 4,7 juta PNS di Indonesia dengan perbandingan 1: 29.375. Oleh karena itu, KPK harusnya menambah jumlah anggota penyidik karena apabila tidak ditambah tentu saja akan sangat sulit dengan melihat perbandingan penyidik dan PNS yang diawasi.
ADVERTISEMENT
ICAC memiliki wewenang istimewa untuk investigasi yang seharusnya dimiliki juga oleh KPK. ICAC hanya memiliki tiga undang-undang yang dapat dijadikan landasan untuk melakukan pemberantasan korupsi yang memiliki kekuatan, sedangkan Indonesia memiliki Sembilan undang-undang yang dapat dijadikan landasan untuk pemberantasan korupsi tetapi dalam isinya terdapat kelemahan atau dengan kata lain peraturan tersebut belum secara komprehensif mengatur segala kemungkinan yang dapat terjadi terkait dengan penegakan hukum anti korupsi. KPK memiliki fungsi dan kewenangan melakukan supervise terhadap lembaga penegak hukum lain. Akan tetapi, tidak terdapat sanksi yang jelas dan tegas apabila didapati bahwa lembaga penegak hukum lain tidak patuh atau tidak bekerjas ama dengan optimal. Seharusnya KPK memberikan sanksi bagi lembaga penegak hukum atau siapapun yang tidak bekerja sama dengan optimal mengenai suatu tindakan korupsi dikarenakan hal ini tentu akan memengaruhi kegiatan pemberantasan. Lembaga penegak hukum lainnya akan merasa bahwa apabila bekerja sama tidak optimal pun, tidak akan ada sanksi yang akan menjeratnya.
ADVERTISEMENT
Dilihat dari struktur organisasi KPK, baiknya diperluas. Bukan hanya di bidang penindakannya, tetapi juga di bidang pencegahan, seperti dibentuknya pusat edukasi antikorupsi seperti ICAC. Organisasi KPK harusnya dipimpin oleh seorang Komisioner yang tugas utamanya adalah menerima pengaduan masyarakat, melakukan penyelidikan,penyidikan, pemeriksaan dan memberi nasihat kepada pejabat public. Dalam bidang peningkatan kapasitas, benchmarking serta penyelidikan kasus korupsi, KPK perlu belajar lagi dari ICAC agar dapat menambah pengetahuan mengenai teknik investigasi, pemulihan asset, dan sebagainya yang telah berhasil dilakukan oleh ICAC. Prinsip dalam memberantas korupsi juga harus sangat diperhatikan. ICAC memiliki prinsip bahwa memberantas korupsi dengan “Zero Tolerance” yaitu tidak peduli apakah itu merupakan korupsi kecil yang melibatkan pegawai rendahan demi memenuhi kebutuhan dasar hidup sehari-hari atau korupsi yang melibatkan pejabat negara dan pengusaha besar dalam merampas uang dengan jumlah besar, semua berhasil di proses secara pasti dalam hukum. Hal ini bertolak belakang dengan KPK, yang mana terkadang korupsi yang besar dan melibatkan pejabat negara justru diringankan dalam proses dan hukumannya. Inilah masalah yang sudah mengakar di masyarakat, di mana hukum (termasuk dalam korupsi) diibaratkan seperti pisau yang tertancap, yaitu “tumpul diatas, tajam di bawah”. Bagi mereka yang memiliki uang, maka akan dilindungi dan bagi mereka yang tidak memiliki uang akan diberi hukuman yang berat.
ADVERTISEMENT
ICAC memiliki lembaga semacam dewan pengawas, yakni Komite Penasihat yang berisikan masyarakat sipil (eksternal), KPK Indonesia pun sudah memiliki dewan pengawas yang baru yang memiliki kewenangan lebih besar dari sebelumnya. Di Hong Kong, ICAC tidak perlu meminta izin komite untuk melakukan penyadapan sebagaimana yang sudah dilakukan juga oleh KPK Indonesia. Hal tersebut termasuk dalam beberapa upaya yang dilakukan KPK agar dapat sekuat ICAC. Upaya-upaya lain juga terus dilakukan agar KPK dapat melakukan pemberantasan korupsi lebih baik lagi dan itu juga tidak luput dari tugas kita sebagai warga negara Indonesia yang harus mempunyai kesadaran untuk tidak melakukan tindak korupsi yang akan merugikan negara.