Konten dari Pengguna

Gaya Hidup Erina Gudono, Inspirasi atau Kecemburuan Sosial?

lina rohma firdausia
A student from Surabaya State University majoring in S1 Public Administration
4 November 2024 11:34 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari lina rohma firdausia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber ilustrasi gambar: kreasi pribadi melalui canva
zoom-in-whitePerbesar
Sumber ilustrasi gambar: kreasi pribadi melalui canva
Unggahan foto sepotong roti yang berharga mahal dibagikan oleh Erina melalui media sosialnya, rupanya mengusik hati nurani netizen Indonesia, dimana Erina dianggap tidak mempunyai rasa kepekaan terhadap kondisi masyarakat Indonesia yang serba sulit dalam mencari uang dan kondisi pemerintahan Indonesia yang sedang memanas pada saat itu.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari lalu Erina Gudono kembali viral dan jadi sorotan publik, melalui akun Instagram pribadinya ia membagikan sebuah postingan hidangan mewah asal jepang, Omakase sushi usai melahirkan. Dalam postingannya ia memberikan caption “Terimakasih Omakase di rs nya @kaesangp. Akhirnya bisa makan sushi sashimi nigiri lagi.” Postingan tersebut langsung menyulut emosi netizen, terutama ditengah kondisi masyarakat yang sedang berjuang menghadapi masalah ekonomi dan kurangnya akses layanan kesehatan yang berkualitas. Netizen menunjukkan reaksinya dengan mengkritik dan menghujat habis habisan gaya mewah yang dibagikan Erina, bahkan masalalu Erina pun kembali diungkit sebagai bahan tambahan untuk dihujat.
Sebenarnya tidak ada yang salah mendatangkan Omakase ke rumah sakit, karena itu hak masing masing pribadi, namun yang menjadi perhatian publik adalah caption yang ditulis Erina yang seharusnya tidak perlu untuk diunggah di media sosial, karena memicu timbulnya spekulasi buruk dari publik. Mungkin dalam postingannya ia sekedar ingin berbagi kebahagiaan menikmati sushi sebagai bentuk self-reward usai melahirkan, namun tidak semua masyarakat akan memandang dari sisi baiknya, justru pada kenyataannya postingan tersebut malah banjir hujatan dari netizen dan caption yang ditulis dinilai mengandung unsur flexing atau pamer.
ADVERTISEMENT
Gaya mewah yang dibagikan Erina dinilai flexing karena dia membagikan unggahan yang tidak memandang situasi dan kondisi, apalagi statusnya yang sebagai menantu presiden dan istri dari ketum partai. Membagikan kemewahan di media sosial merupakan hal yang biasa dimata masyarakat, apalagi bagi jajaran pejabat negara yang sudah terbiasa menggunakan barang barang branded dan mahal, namun yang menjadi permasalahan adalah momentum dia berbagi kemewahan yang tidak tepat dengan situasi dan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Tidak ada yang melarang seorang publik figur untuk membagikan gaya hidup mereka melalui media sosial, tetapi penting untuk paham kapan waktu yang tepat untuk berbagi postingan, misalnya ketika kondisi masyarakat benar benar stabil, tidak ada kegiatan demo atau situasi politik yang memanas.
ADVERTISEMENT
Kemewahan gaya hidup yang di pamerkan Erina melalui media sosial berpotensi menimbulkan perasaan iri dan ketidakadilan terutama di kalangan masyarakat yang mempunyai kesulitan ekonomi, dimana hal ini akan berpengaruh terhadap kuatnya persepsi bahwa kesuksesan hanya bisa dicapai melalui kekayaan materi. Seperti yang kita ketahui bahwa publik figure mempunyai pengaruh yang besar terutama dalam bersosial media, apa yang ditangkap orang lain itu tergantung dengan apa yang ia bagikan di media sosial, sehingga penting untuk paham resiko dalam bersosial media terutama bagi publik figure yang terafiliasi dengan jabatan publik.
Sebenarnya membagikan barang barang branded atau kemewahan di media sosial bisa menjadi sebuah inspirasi dan motivasi bagi orang lain untuk bisa mencapai hal yang serupa. Namun hal tersebut kembali pada pandangan masing masing individu, apakah akan menilai bahwa berbagi kemewahan di media sosial itu merupakan sikap flexing atau justru menjadi dorongan inspirasi untuk mereka. Di era masyarakat konsumen, kebanyakan orang akan rela mengeluarkan uang yang banyak untuk memperbaiki penampilan, alasanya karena harga yang mereka keluarkan merupakan suatu bentuk investasi untuk membangun citra diri yang dianggap lebih penting. Masalahnya gaya hidup yang berlebihan dan jauh dari kepatutan tidak akan memperoleh kekaguman tetapi justru memunculkan rasa iri, kritik bahkan cemoohan. masyarakat akan cenderung iri, karena merasa statusnya yang sebagai rakyat tidak memperoleh kemudahan dalam akses ekonomi, sementara mereka yang terafiliasi jabatan dengan mudah pamer gaya hidup di media sosial.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari gaya hidup Erina yang dianggap flexing, ada poin yang lebih penting dan perlu untuk diingat, bahwa sebagai orang terpandang, setiap langkah dan tindakan mereka di media sosial akan selalu dipantau oleh banyak masyarakat, sehingga akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap pemerintahan. Memamerkan barang barang mewah dan gaya hidup yang glamour ditengah kondisi ekonomi yang serba sulit itu merupakan hal yang tidak sensistif dan tidak pantas, dimana akan berpotensi merusak citra pemerintah dimata masyarakat.
Kontroversi perihal gaya hidup Erina Gudono ini menjadi pelajaran tentang pentingnya menjaga sikap dan tindakan dalam bersosial media, terutama bagi publik figur yang terafiliasi dengan jabatan publik yang tentu memiliki pengaruh besar, apalagi di tengah situasi politik yang sedang panas. Maka penting, utamanya bagi publik figur untuk lebih bijaksana dalam berbagi momen pribadi dan lebih baik jika menggunakan platfrom media sosial mereka sebagai tempat untuk menginsipirasi orang lain, mendukung kegiatan kegitan yang positif, dan memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat.
ADVERTISEMENT