Filosofi Stoisisme : Kunci Ketenangan Jiwa di Era Digitalisasi

Lina Selviana
Mahasiswi Binus University
Konten dari Pengguna
15 Desember 2022 21:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lina Selviana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi - Hidup Tentram Bersama Filosofi Stoikisme | Foto : Pixabay | Sumber : https://pixabay.com/id/photos/dukun-gadis-gotik-penyihir-fantasi-2837843/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi - Hidup Tentram Bersama Filosofi Stoikisme | Foto : Pixabay | Sumber : https://pixabay.com/id/photos/dukun-gadis-gotik-penyihir-fantasi-2837843/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penulis : Lina Selviana
Seiring bertambahnya usia, hiruk pikuk masalah kehidupan mulai berdatangan silih berganti. Terlebih lagi dengan adanya media sosial yang terkadang membuat kita merasa paling tertinggal ketika melihat postingan pencapaian orang lain yang sudah setinggi langit. Perasaan was-was dan perasaan stres pasti menyelimuti benak setiap individu terhadap sebuah respons dari situasi ketidaknyamanan. Perasaan negatif tersebut bisa dikendalikan dan dihilangkan menggunakan salah satu filosofi hidup, yakni Filosofi Stoisisme.
ADVERTISEMENT
Apa itu Filosofi Stoisisme?
Filosofi Stoisisme merupakan filosofi yang diciptakan oleh Zeno dari Citium pada awal abad ke-3 SM di Yunani Kuno. Kemudian, ajaran dari Zeno dikembangkan dan disebarkan lagi oleh filsuf terkenal seperti Seneca, Epictetus, dan Marcus Aurelius. Prinsip hidup Stoisisme memandang kehidupan berdasarkan dua dimensi, yakni dimensi internal dan dimensi eksternal.
Apa yang dimaksud dari dimensi internal dan eksternal? Dimensi internal adalah segala sesuatu yang berada dalam kehendak individu. Dengan kata lain, yaitu segala sesuatu yang bisa dikontrol pada diri kita. Contohnya Kinerja, pengambilan keputusan, maupun kehendak.
Selanjutnya, Dimensi eksternal, yakni segala sesuatu yang berada di luar kendali individu. Contohnya, pendapat orang lain, reaksi orang lain, dan cara berpikir orang lain. Takdipungkiri, biasanya manusia menetapkan faktor kebahagiaan dan kepuasannya berdasarkan dimensi eksternal, di mana dimensi eksternal adalah sesuatu yang di luar kendali orang tersebut atau tidak bisa dikontrol sama sekali. Oleh karena itu, dasar dari ajaran Stoisisme mengajarkan kita untuk merubah faktor kebahagian diri dari dimensi eksternal ke dimensi internal, di mana dimensi internal bisa kita kontrol penuh atas diri kita sendiri dan faktor kebahagian tidak tergantung pada orang lain.
ADVERTISEMENT
Terlihat bahwa ajaran Stoisisme tidak lekang dimakan waktu, dan ajaran stoik selalu relate di seiring perkembangan zaman. Perlu digaris bawahi bahwa stoik bukan aliran kepercayaan maupun agama, melainkan aliran filsafat dan tidak berseberangan dengan ajaran-ajaran agama. Stoisisme membantu kita mengontrol emosi negatif.
Implementasi Stoisisme Dalam Kehidupan Digitalisasi.
Seiring majunya teknologi banyak sekali informasi yang mudah kita dapatkan hanya dengan meng-klik satu aplikasi. Media sosial membuat kita mudah mendapatkan informasi tanpa adanya filter baik informasi yang bersifat umum maupun private. Dampak positif media sosial tersebut terkadang malah membuat sebagian orang malah insecure bahkan bisa mengganggu kesehatan mental.
Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Perasaan takut akan tanggapan orang lain setelah kita memposting sesuatu di media sosial atau terkadang setelah melihat postingan orang lain yang lebih unggul, kita suka membandingkan hidup kita dengan orang tersebut dengan mengatakan “wah dia enak lebih kaya, goodlooking, dll". Kalimat tersebut bisa dijadikan motivasi, namun kalimat tersebut bisa menjadi boomerang sehingga tercipta mindset bahwa hidup kita ada yang salah ataupun tidak berkembang dan akhirnya membuat stres akan emosi negatif yang kita buat dalam kepala sendiri.
ADVERTISEMENT
Dari situlah, seseorang meluapkan emosi negatifnya dengan melakukan sesuatu tindakan di luar kemampuannya hanya untuk membukam bahkan menunjukkan untuk mendapatkan validasi dari khalayak. Dari peristiwa tersebut, penerapan stoisisme bisa dilakukan dengan baik. Mental yang haus akan validasi mengakibatkan pergeseran mindset tujuan hidup seseorang menjadi “hidup untuk menyenangkan orang lain” dan akhirnya kita akan merasa lelah sendiri akibat tidak menghargai diri sendiri.
Salah satu kutipan dari Epictetus, yakni “ jangan mengupayakan segalanya terjadi seperti apa yang Anda inginkan, tetapi lebih baik berharap semuanya terjadi sebagaimana mestinya — maka hidup Anda akan mengalir ke arah yang lebih baik”. Kutipan tersebut menyadarkan kita bahwa berusaha untuk menerima segala sesuatu yang terjadi di “luar” kehendak kita agar hidup menjadi tenteram.
ADVERTISEMENT
Stoisisme mampu menciptakan perasaan tenang dan tenteram untuk batin seseorang dengan tidak menjadikan seseorang sebagai batu tumpuan dalam melakukan sesuatu. Menanamkan mindset bahwa faktor kebahagian kita hanya berasal dari internal diri kita masing-masing.
Dengan tidak menggantungkan kebahagian atau ekspetasi kita di orang lain, bisa membuat hidup lebih tentram dan terhindar dari perasaan iri maupun dengki. Perlu ditekankan bahwa tanggapan orang tentang diri kita tidak bisa dikontrol, dikarenakan memang hal tersebut sudah di luar kontrol diri kita. Stoisisme bukan berarti kita menjadi egois dengan menempatkan diri kita lebih dahulu, namun memusatkan diri untuk lebih realistis dan antisipatif.