Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Evolusi Moral Manusia: Memahami Teori Perkembangan Moral Lawrence Kohlberg
11 Februari 2025 5:59 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Linda Nurlinasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
![Ilustrasi : Memahami Moral kepada sesama. Sumber Foto : i.Stock](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01jkr55e3s5nrznzt3tnxkxsms.jpg)
Moralitas merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia yang berkembang seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman. Lawrence Kohlberg, seorang psikolog asal Amerika Serikat, mengembangkan teori perkembangan moral yang menggambarkan bagaimana individu berpikir tentang benar dan salah dalam berbagai tahapan kehidupan. Teori ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan dengan menggunakan dilema moral, seperti dilema Heinz, untuk mengeksplorasi bagaimana seseorang mengambil keputusan etis. Pemahaman mengenai perkembangan moral ini sangat relevan dalam pendidikan, psikologi perkembangan, serta dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Perjalanan Perkembangan Moral Menurut Kohlberg
Kohlberg mengklasifikasikan perkembangan moral ke dalam tiga tingkat utama yang masing-masing terdiri dari dua tahap. Tingkat ini mencerminkan perubahan dalam cara individu menilai suatu tindakan berdasarkan nilai dan norma yang dianut.
Tingkat Pra-Konvensional: Moralitas Berbasis Konsekuensi
Pada tingkat ini, individu memahami moralitas berdasarkan konsekuensi langsung dari tindakan mereka, terutama terkait dengan hukuman dan keuntungan pribadi.
Tahap 1: Orientasi Kepatuhan dan Hukuman
Pada tahap ini, individu menilai tindakan sebagai baik atau buruk berdasarkan hukuman yang mungkin mereka terima. Misalnya, seorang anak kecil tidak mencuri bukan karena memahami bahwa mencuri itu salah, tetapi karena takut dihukum oleh orang tua atau guru.
Tahap 2: Orientasi Instrumental-Relativis (Hedonistik)
Dalam tahap ini, individu mulai memahami bahwa tindakan mereka dapat membawa keuntungan pribadi. Mereka cenderung membantu orang lain dengan harapan mendapatkan sesuatu sebagai balasan. Contohnya, seorang anak yang berbagi makanannya dengan teman, bukan karena ingin berbuat baik, tetapi karena berharap teman tersebut akan membalas kebaikannya suatu hari nanti.
ADVERTISEMENT
Tingkat Konvensional: Moralitas Berbasis Norma Sosial
Pada tingkat ini, individu mulai mempertimbangkan harapan sosial dan peraturan dalam menilai moralitas suatu tindakan.
Tahap 3: Orientasi Kesepakatan Interpersonal (Good Boy/Good Girl)
Individu dalam tahap ini berperilaku baik agar diterima oleh lingkungan sosial mereka. Contohnya, seorang remaja tidak menyontek dalam ujian karena ingin dipandang sebagai siswa yang jujur oleh teman dan gurunya.
Tahap 4: Orientasi Hukum dan Ketertiban
Dalam tahap ini, individu menilai tindakan moral berdasarkan aturan yang berlaku dalam masyarakat. Mereka percaya bahwa hukum dan peraturan harus diikuti untuk menjaga ketertiban sosial. Misalnya, seseorang tidak menerobos lampu merah bukan hanya karena takut ditilang, tetapi karena memahami bahwa aturan tersebut dibuat untuk keselamatan bersama.
Tingkat Pascakonvensional: Moralitas Berbasis Prinsip Etis
Pada tingkat ini, individu mulai mengembangkan pemikiran moral yang lebih abstrak dan tidak hanya bergantung pada aturan sosial yang ada.
ADVERTISEMENT
Tahap 5: Orientasi Kontrak Sosial
Dalam tahap ini, individu menyadari bahwa hukum tidak selalu sempurna dan dapat diubah untuk kepentingan yang lebih besar. Mereka mulai memahami pentingnya keadilan sosial dan hak asasi manusia. Misalnya, seorang aktivis memperjuangkan revisi kebijakan pemerintah yang dianggap tidak adil bagi kelompok tertentu.
Tahap 6: Orientasi Prinsip Etika Universal
Pada tahap tertinggi ini, individu mengambil keputusan moral berdasarkan prinsip-prinsip universal, seperti keadilan, kesetaraan, dan hak asasi manusia. Seseorang yang berada pada tahap ini akan mempertahankan prinsipnya, meskipun harus menghadapi risiko pribadi. Misalnya, seorang pemimpin yang menolak melakukan korupsi meskipun diancam oleh pihak berwenang karena percaya bahwa integritas lebih penting daripada kepentingan pribadi.
Implikasi Teori Kohlberg dalam Kehidupan Sehari-hari
Teori perkembangan moral Kohlberg memiliki banyak implikasi, terutama dalam bidang pendidikan dan pembentukan karakter masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pendidikan Moral yang Lebih Reflektif
Dengan memahami tahapan perkembangan moral, pendidik dan orang tua dapat mendorong anak-anak untuk berpikir lebih kritis tentang dilema moral dan konsekuensi dari tindakan mereka. Diskusi tentang etika dan nilai-nilai kehidupan dapat membantu individu berkembang ke tingkat moral yang lebih tinggi.
Peningkatan Kesadaran Sosial dan Etika Profesi
Dalam dunia kerja, pemahaman tentang perkembangan moral dapat membantu individu dalam membuat keputusan etis. Misalnya, seorang jurnalis yang berpegang pada prinsip kebenaran dan keadilan akan menolak menyebarkan berita palsu demi keuntungan finansial.
Pembentukan Masyarakat yang Lebih Adil dan Bertanggung Jawab
Jika lebih banyak individu mencapai tingkat pascakonvensional, masyarakat akan lebih sadar terhadap hak asasi manusia, keadilan sosial, dan tanggung jawab kolektif. Hal ini berkontribusi pada terciptanya lingkungan yang lebih harmonis dan beretika.
Kesimpulan
Teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana manusia memahami dan menilai moralitas seiring dengan pertumbuhan mereka. Dengan memahami tahapan ini, kita dapat membangun sistem pendidikan dan masyarakat yang lebih beretika serta mendorong individu untuk mengambil keputusan moral yang lebih matang. Pendidikan yang menekankan diskusi moral dan refleksi kritis sangat diperlukan untuk membantu individu berkembang ke tingkat moral yang lebih tinggi, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada terciptanya dunia yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Referensi
Desmita. (2017). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hurlock, E.B. (1990). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Santrock, J.W. (2011). Life-Span Development. New York: McGraw-Hill.