Menyikapi Prediksi Tenggelamnya Jakarta

Linda Astuti
Analis Kebijakan Muda
Konten dari Pengguna
4 Agustus 2021 19:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Linda Astuti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: https://pixabay.com/id/photos/tinggi-air-perisai-pengaturan-air-392707/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://pixabay.com/id/photos/tinggi-air-perisai-pengaturan-air-392707/
ADVERTISEMENT
Perubahan iklim (climate change) masih menjadi perhatian besar dunia, bahkan di tengah badai pandemi Covid-19 yang hingga kini masih berlangsung. Beberapa hari lalu (27/07), dalam pidato sambutannya di Kantor Intelijen Nasional AS yang membahas tentang pemanasan global dan perubahan iklim, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyatakan bahwa Jakarta akan tenggelam dalam 10 tahun mendatang. Hal ini sontak membuat geger pembaca, terutama masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Bukan baru kali ini Biden membahas mengenai perubahan iklim. Awal tahun 2021 lalu Presiden AS ini pun pernah menyatakan bahwa perubahan iklim merupakan “krisis eksistensi global” yang harus ditangani secara serius oleh seluruh negara di dunia. Sebelumnya, mantan Wakil Presiden Barack Obama tersebut juga mengungkapkan bahwa perubahan iklim menyebabkan naiknya permukaan air laut. Apabila permukaan air laut naik 2,5 kaki atau 7,6 cm saja, maka ancaman Jakarta tenggelam bisa saja terjadi. Akibatnya, bukan hanya kerugian materil yang akan dialami, tetapi jutaan orang akan kehilangan kehidupan, tempat tinggal, hingga mata pencaharian.
Pernyataan Biden tersebut mengingatkan akan berbagai pemberitaan dan penelitian yang sejak lama sering kita dengar. Jakarta akan tenggelam sudah banyak diprediksi oleh banyak kalangan. Jakarta dan sekitarnya juga sudah sering mengalami banjir tahunan dan fenomena banjir besar 5 tahunan. Banjir yang terjadi di Jakarta sering dikontribusikan dari wilayah yang mengalami penurunan permukaan tanah.
ADVERTISEMENT
Apakah hanya Jakarta yang terancam?
Kepala Laboratorium Geodesi ITB sekaligus Anggota Pokjanas Mitigasi Adaptasi Land Subsidence, Dr. Heri Andreas, mengungkapkan daerah seperti Semarang, Demak dan Pekalongan juga berisiko besar terhadap ancaman tersebut, karena telah terjadi penurunan tanah sekitar 15-20 cm per tahun. Penurunan tanah sendiri memiliki faktor dominan yang disebabkan oleh masifnya eksploitasi penggunaan air tanah untuk kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat.
Salah satu upaya Pemerintah untuk mengatasi banjir di wilayah DKI Jakarta adalah membangun Tanggul Laut Raksasa (Great Sea Wall), yang perkembangannya sudah memasuki tahap II. Tanggul ini diharapkan dapat memberikan dampak yang efektif untuk mencegah banjir besar di wilayah DKI Jakarta.
Tren pemanasan global yang semakin meningkat setiap tahun tentunya harus mendapatkan perhatian dan penanganan serius dari Pemerintah Indonesia. Dino Patti Djalal pernah menyatakan, tahun 2021 adalah tahun strategis bagi masa depan planet bumi dan umat manusia, karena akan menentukan apakah negara di dunia dapat terus menjaga suhu bumi agar tidak naik melebihi 1,5 derajat Celsius. Batas ini adalah batasan kenaikan suhu yang disepakati dalam Perjanjian Perubahan Iklim Paris Tahun 2015 lalu, yang ditandatangani oleh hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Perjanjian Paris dijadikan dasar pembangunan berkelanjutan dalam skala global, dan setiap negara harus mampu mengurangi emisi gas rumah kaca dunia serta membatasi suhu rata-rata Planet Bumi.
Indonesia telah memitigasi dan melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim dengan mengacu pada hasil kesepakatan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang telah di ratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 dan juga kesepakatan Protokol Kyoto melalui UU Nomor 17 Tahun 2007. Hasil ratifikasi tersebut memberikan kewajiban bagi setiap negara, termasuk Indonesia, untuk mengedepankan prinsip rendah emisi dan resilen terhadap perubahan iklim ke dalam berbagai kebijakan pembangunan berkelanjutan.
Indonesia telah memprioritaskan pembangunan rendah karbon, meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta ketahanan bencana dan iklim sebagai salah satu prioritas nasional RPJMN 2020-2024. Komitmen ini tentunya harus sejalan dengan kebijakan di sektor lainnya, yang sangat berkaitan dengan dampak perubahan iklim seperti di sektor lingkungan, industri, dan energi.
ADVERTISEMENT
Indonesia memiliki risiko tinggi terhadap bencana alam, terlebih dengan adanya pengaruh perubahan iklim, sehingga diperlukan antisipasi dan penanganan yang tepat.
Dalam memitigasi perubahan iklim, diperlukan komitmen serius dan tindakan nyata dari berbagai elemen baik pemerintah, swasta dan masyarakat untuk peduli lingkungan. Berbagai penelitian terkait Indonesia termasuk pernyataan Biden dapat dianggap sebagai peningkatan kesadaran kita untuk terus menjaga lingkungan.
Mitigasi risiko harus terus dilakukan agar ancaman buruk tidak menjadi kenyataan. Berbagai upaya pencegahan dapat dilakukan masyarakat dalam menjaga lingkungan, seperti mengurangi konsumsi air tanah, listrik, mengurangi sampah plastik, menggunakan energi terbarukan, meningkatkan gerakan penanaman pohon di lingkungan sekitar, dan membuat tanggul. Pemerintah maupun swasta bisa berkolaborasi dan melakukan berbagai inovasi yang mendukung program penghapusan dan pengurangan efek rumah kaca, seperti pemanfaatan panel surya.
ADVERTISEMENT
Semua upaya yang dilakukan senyatanya tidak akan berjalan efektif jika hanya mengandalkan program dan inovasi Pemerintah. Harus ada upaya aktif dari diri kita sendiri sebagai bagian dari masyarakat, untuk terus menjaga lingkungan, karena pada akhirnya kita semua yang akan menikmati hasilnya.
Mari jaga selalu bumi kita.