Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Melihat Perbedaan Minat Membaca Novel Sastra dengan Film Adaptasi Novel Sastra
10 Desember 2021 13:56 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Lintang Milatama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Novel merupakan salah satu karya sastra yang terbilang cukup mudah kita temui di kota-kota besar. Tidak hanya di pusat perbelanjaan mewah, novel juga banyak ditemukan pada toko-toko kecil di bahu jalan raya. Ketika memasuki toko buku, seperti Gramedia, terdapat banyak sekali buku yang tertata rapi dan siap diperjualbelikan. Tak jarang, terlihat beberapa orang tengah membaca di sekitar rak buku. Beberapa dari mereka terlihat fokus membaca, beberapa orang ada yang terlihat tertarik untuk membelinya dan berjalan menuju kasir, dan beberapa lainnya membalikkan buku tersebut ke dalam rak dan pergi meninggalkan tempat itu. Jika melihat fenomena yang saya amati di beberapa toko buku ini, bagaimana sebenarnya minat baca di kalangan masyarakat Indonesia?
ADVERTISEMENT
Dilansir dari Perpustakaan, Kemendagri (2021), menurut Suharjo Diantoro, staf ahli menteri dalam negeri (Mendagri), mengatakan bahwa “Tingkat literasi Indonesia pada penelitian di 70 negara itu berada di nomor 62”. Hasil informasi ini didapatkan dari hasil survei Program for International Student Assessment (PISA) yang dipublikasikan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019 silam. Kepala Perpusnas, M Syarif Bando juga menambahkan bahwa Indonesia masih memiliki persoalan tingkat literasi yang rendah. Berdasarkan informasi tersebut sebenarnya sudah dapat menggambarkan dengan jelas bagaimana minat baca di kalangan masyarakat Indonesia. Menjadi peringkat 62 dari 70 negara seharusnya bisa menjadi pukulan keras bagi masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kesadaran mengenai rendahnya minat baca di kalangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Rendahnya minat baca di kalangan masyarakat Indonesia terjadi bukan tanpa sebab. Dilansir dari Konde.co, berdasarkan Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), mengatakan bahwa rendahnya minat baca juga disebabkan oleh minimnya akses atau fasilitas membaca, seperti perpustakaan, terlebih lagi di daerah-daerah terpencil di Indonesia. Fenomena ini menjadi bukti nyata penyebab dari rendahnya minat baca di Indonesia hingga menghantarkan Indonesia pada peringkat 62 dari 70 negara. Fenomena ini sampai sekarang masih menjadi 'pr' bagi pemerintah untuk berunding mencari jalan tengah agar fasilitas membaca, seperti perpustakaan atau toko buku dapat merata hingga ke daerah-daerah terpencil di Indonesia. Sebab, fenomena ini akan menjadi hambatan bagi kemajuan bangsa dalam hal literasi dan minat baca. Perlu adanya kerja sama dan keinginan yang kuat untuk mengubah keadaan yang sudah terjadi bertahun-tahun dan yang juga lambat laun menjadi kebiasaan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Meningkatkan minat baca memang bukanlah perkara yang mudah dan membutuhkan adaptasi serta proses yang terbilang cukup memakan waktu. Terlebih lagi mengingat budaya membaca yang memang bukan budaya masyarakat Indonesia. Tidak bisa dipungkiri, orang-orang hanya akan membaca hal-hal yang mereka rasa sangat menarik atau penting bagi mereka. Jika hal tersebut dirasa tidak penting atau kurang menarik, mereka akan merasa enggan untuk membaca. Hal ini tentu saja sangat mempengaruhi tingkat jual-beli dan juga apresiasi terhadap para penulis novel dan karya sastra tulisan lainnya. Lantas apakah ada hal lain yang dapat dilakukan untuk menarik minat masyarakat pada novel sastra di tengah rendahnya tingkat literasi di Indonesia?
Jika kita memperhatikan dunia perfilman di Indonesia, sudah banyak sekali film yang ditayangkan merupakan hasil dari adaptasi sebuah novel sastra. Para penulis sudah mulai melangkahkan kakinya ke institusi yang lebih besar. Mereka mencoba peluang yang mungkin dapat memberikan warna baru bagi karya sastra yang telah mereka buat. Mereka juga mencoba untuk melihat dari kacamata masyarakat dan mencari minat masyarakat Indonesia. Film mungkin menjadi salah satu hiburan yang menyenangkan bagi masyarakat dan dunia perfilman Indonesia sudah semakin maju bahkan tak jarang, film Indonesia bisa menyusuri hingga ke mancanegara. Hal inilah yang dilihat para penulis sebagai peluang untuk memasarkan karyanya.
ADVERTISEMENT
Beberapa penulis akhirnya mencoba mengadaptasi novel mereka menjadi sebuah film. Contoh, seperti Bumi Manusia, Ronggeng Dukuh Paruk, Laut Bercerita, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, dan lain sebagainya. Film-film tersebut merupakan hasil dari karya novel sastra yang menggaet cukup banyak penonton. Contohnya, seperti film Bumi Manusia yang meraih 1,100.000 juta penonton dan film Kapal Van Der Wijck yang meraih 1.724.110 penonton. Jika dibandingkan dengan penjualan bukunya, buku Bumi Manusia terjual sebanyak 5.000 exemplar. Dari contoh film yang meraup jutaan penonton dan penjualan buku tersebut, dapat dilihat bahwa mengadaptasi novel sastra menjadi sebuah film merupakan salah satu cara yang baik untuk menarik perhatian masyarakat Indonesia terhadap novel sastra. Hal ini sedikit banyak akan mengubah pandangan masyarakat terhadap novel sastra karya Indonesia bahkan masyarakat di mancanegara. Meskipun hal tersebut memang tidak menjamin akan langsung meningkatkan minat baca di kalangan masyarakat Indonesia terhadap novel sastra. Sebab, kembali lagi, fenomena rendahnya minat baca memang menjadi fenomena yang sulit untuk diatasi dan perlu proses yang terbilang cukup lama.
ADVERTISEMENT
Dari fenomena di atas, dapat dilihat bahwa rendahnya minat baca masih menjadi persoalan yang tak kunjung selesai di Indonesia. Di mana rendahnya minat baca juga secara tidak langsung akan mempengaruhi jual-beli dan apresiasi terhadap karya penulis novel sastra di Indonesia. Lalu, jika melihat dari film adaptasi novel sastra yang mampu menggaet banyak sekali penonton, bahkan hingga jutaan penonton, memperlihatkan sisi lain dari karya novel sastra yang dapat lebih dinikmati masyarakat Indonesia. Hal ini memang tidak dapat menjadi solusi untuk meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia, mengingat novel sastra tersebut sudah diadaptasi menjadi sebuah film. Akan tetapi, isi, makna, pesan yang ingin disampaikan penulis pada karyanya dapat tetap disampaikan, walaupun dengan cara yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Menurut saya, mengadaptasi novel sastra menjadi sebuah film merupakan suatu terobosan yang baik untuk mengapresiasi hasil karya sastra para penulis andal di Indonesia. Selain itu, film adaptasi novel sastra juga ternyata dapat menggaet jutaan penonton, dapat menarik perhatian mancanegara, memajukan dunia perfilman di Indonesia, dan juga dapat menjadi alternatif bagi para penulis untuk dapat tetap menyampaikan, menceritakan, memperlihatkan, sekaligus mengapresiasi hasil karya mereka. Namun, hal ini bukan berarti kita bisa menutup mata dengan kasus rendahnya minat baca di kalangan masyarakat Indonesia. Permasalahan ini tetap membutuhkan perhatian khusus serta aksi nyata dalam penuntasannya. Sebab, tingginya minat baca akan membuat masyarakat memiliki minat belajar yang tinggi, dan minat belajar yang tinggi tentunya akan memperluas wawasan masyarakat. Dengan luasnya wawasan masyarakat, dapat menghasilkan masyarakat yang berkualitas dan lebih besar lagi dapat menjadikan negara ini menjadi negara yang lebih berkualitas.
ADVERTISEMENT
SUMBER:
https://perpustakaan.kemendagri.go.id/?p=4661
https://www.konde.co/2020/03/minat-baca-orang-indonesia-paling.html/