Konten dari Pengguna

Haru Biru Penerbitan Buku (Bagian II)

Fadly Suhendra
Editor/Asesor LSP/Pranata Humas Muda BRIN
25 Juni 2024 17:22 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fadly Suhendra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Buku. Foto: shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Buku. Foto: shutterstock.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di beberapa kesempatan, ketika melakukan kegiatan sosialisasi dan asistensi penulisan buku, tidak jarang saya mendapati pertanyaan-pertanyaan yang cukup memprihatinkan. Pasalnya, banyak penulis yang notabene dosen dan peneliti memiliki karya yang diterbitkan dengan jumlah sangat terbatas, bahkan ada yang hanya satu eksemplar.
ADVERTISEMENT
Ada juga kasus seperti ini:
ADVERTISEMENT
Situasi-situasi seperti ini seharusnya dapat dihindari jika penulis memahami seluk-beluk dalam proses penerbitan. Begitu juga dengan penerbit selaku pihak yang mengelola penerbitan suatu naskah. Ada baiknya, kedua belah pihak, penulis dan penerbit, memahami dan menerapkan surat perjanjian penerbitan untuk mencegah kekacauan dan menjaga hak serta kewajiban kedua belah pihak (penulis dan penerbit).

Parameter atau Kriteria Penerbitan Buku

Dalam praktiknya, buku diterbitkan dengan dilandasi atas berbagai kepentingan dan pertimbangan. Ada buku yang diterbitkan sekadar untuk memperingati hari ulang tahun atau perayaan tertentu, ada buku yang diterbitkan sebagai bentuk penghargaan, ada buku yang memang diterbitkan sebagai upaya mempreservasi dan mendokumentasikan pengetahuan atau informasi tertentu dengan mengonservasinya menjadi produk pengetahuan, dan alasan lain yang sesuai dengan tujuannya.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks bisnis atau komersial, buku-buku yang diterbitkan akan melalui proses kurasi yang ketat, dipertimbangkan dari berbagai aspek, mulai dari kualitas, trend, hingga serapan pasar. Hal ini dilakukan karena penerbit selaku pihak yang bertanggung jawab untuk menerbitkan buku, melalui serangkaian proses editorial, akan menanggung risiko keuangan yang diinvestasikannya. Oleh karena itu, penerbit akan sangat hati-hati dan penuh perhitungan dalam menerbitkan sebuah buku.
Sehubungan dengan itu, penerbitan buku yang diperuntukkan sebagai syarat kenaikan pangkat atau sebagai bukti atau luaran hasil kerja, selayaknya memiliki parameter atau kriteria yang sejalan dengan semangat membangun budaya literasi. Dengan kata lain, penerbitan buku yang ditujukan sebagai bukti luaran hasil kerja, sejatinya merupakan wujud atau representasi pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki penulis sesuai dengan kompetensinya.
ADVERTISEMENT
Mereka yang berhasil mengajukan buku sebagai hasil kerja tidak saja berhasil dalam jenjang karier, namun juga mendapatkan kompensasi berupa remunerasi dan reputasi. Jadi, karya mereka selayaknya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pengetahuan yang mudah ditemukan dan didapatkan, bukan hanya diterbitkan untuk keperluan administrasi dengan jumlah 1-5 eksemplar, karena itu mencederai kepentingan publik.
Persoalan penerbitan buku dengan jumlah terbatas, semata-mata untuk mendapatkan ISBN, bukan saja menimbulkan kekacauan dalam penggunaaan ISBN, namun juga menyebabkan hilangnya peran buku sebagai salah satu produk budaya. Karena buku yang diterbitkan dengan cara tersebut, hanya akan tercatat di dalam sistem bibliografi Perpusnas dan daftar riwayat hidup penulisnya (CV).
Selain itu, persoalan ini juga terkait dengan hambatan yang membatasi akses ke pengetahuan, tidak saja persoalan visibilitas, namun juga terkait dengan aksesibilitas buku tersebut. Dengan kata lain, buku sebagai produk budaya harus dapat diakses oleh siapa pun.
ADVERTISEMENT

Momentum Pembenahan Regulasi

Memang salah satu tantangan dalam penerbitan buku adalah menjaga keseimbangan antara kebutuhan untuk menjamin ketersediaan buku dan akses yang luas, namun juga memastikan keberlanjutan keuangan operasi penerbitan. Terkait persoalan ini, tentu bukan ranah pemerintah untuk mengatur bagaimana bisnis penerbitan dijalankan karena itu menjadi ranah asosiasi dan industri. Namun, dalam konteks ini, pemerintah diperlukan hadir untuk meninjau praktik penilaian buku yang diterbitkan sebagai tolok ukur atau bukti kinerja bagi ASN.
Definisi apa yang disebut sebagai 'publikasi buku' yang dapat diajukan sebagai syarat kenaikan pangkat atau bukti luaran hasil kerja perlu dirumuskan kembali. Lahirnya Peraturan Menteri (Permen) Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) terkait ruang lingkup pengelolaan, pelaksanaan, dan penilaian kinerja bagi ASN menjadi momentum untuk merespons dan adaptif atas permasalahan penerbitan buku dalam konteks ini.
ADVERTISEMENT
Peraturan PAN-RB tersebut menuntut perubahan paradigma dalam menilai kinerja ASN, khususnya bagi ASN dengan jalur karier jabatan fungsional. Saat ini beberapa kementerian dan lembaga pemerintah selaku instansi pembina jabatan fungsional (jabfung) sedang dalam proses menggodok aturan terkait petunjuk teknis dan kriteria penilaian yang akan melekat pada sasaran kinerja pegawai (SKP) sesuai dengan aturan KemenPAN-RB tersebut.
Oleh karena itu, kebijakan penerbitan buku dengan syarat “diterbitkan oleh penerbit anggota Ikapi” untuk penilaian kenaikan pangkat, tampaknya perlu melihat kembali apa yang disebut sebagai penerbit dan ruang lingkup penerbitan dari berbagai perspektif. Berikut diuraikan beberapa pengertian dan pemahaman terkait dengan penerbit dan penerbitan.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Berdasarkan definisi dan pemahaman tersebut, aktivitas dalam penerbitan lebih dititikberatkan pada proses pengemasan dan penyebaran informasi. Fokus penerbit adalah menciptakan konten bagi konsumen atau membuat informasi tersedia untuk publik. Sementara itu, aktivitas pada percetakan lebih bersifat pada produksi dan replikasi hasil karya yang berisikan muatan konten tersebut.
Dengan kata lain, penerbitan dan percetakan memiliki aktivitas utama yang berbeda, walaupun sama-sama menghasilkan keluaran berupa produk informasi untuk masyarakat. Alur proses penerbitan sejatinya sudah terdapat kegiatan percetakan sehingga penerbitan tidak hanya dimaknai sebagai kegiatan produksi karya, tetapi lebih kepada proses penciptaan konten berkualitas meliputi kegiatan pengurasian, penyuntingan, pengoreksian, pendesainan, dan penyebarluasan atau pendistribusian.
ADVERTISEMENT

Peran Publikasi Buku

Publikasi merupakan wujud intelektualitas dan buah pikir dari kepakaran yang ditekuni penulisnya. Oleh karena itu, kredibilitas seorang akademisi dan ilmuwan dibuktikan dari adanya portofolio berupa rekam jejak kontribusi intelektualnya melalui publikasi yang dihasilkan. Dalam konteks ini, publikasi buku dapat menjadi contoh yang baik untuk menunjukkan dampak atas produksi pengetahuan yang dihasilkan dalam banyak bidang.
Perubahan layanan pengajuan ISBN oleh Perpusnas sekiranya menjadi momentum untuk mendefinisikan kembali apa dan bagaimana publikasi buku yang dapat diterima sebagai bukti luaran hasil kerja oleh berbagai instansi yang mengatur jabatan fungsional ASN. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Frankel dkk. (2000) dalam artikelnya yang berjudul “Defining and Certifying Electronic Publication” bahwa kebutuhan untuk mendefinisikan apa yang merupakan 'publikasi' dalam ilmu pengetahuan di era elektronik sangat penting.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, tanpa definisi publikasi yang mempertimbangkan berbagai bentuk tulisan ilmiah yang ditemukan di internet, kualitas, integritas, dan autentisitas informasi ilmiah yang dikomunikasikan secara elektronik akan sulit ditentukan. Pasalnya, publikasi adalah alat ukur utama dan pertama dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Selain untuk menetapkan prioritas penemuan, status publikasi merupakan faktor penting untuk menyelesaikan sengketa prioritas atau klaim kekayaan intelektual. Oleh karena itu, masa jabatan akademik dan keputusan promosi sebagian besar didasarkan pada publikasi di jurnal peer-review atau buku-buku ilmiah.
Sekiranya jelas apa yang dikatakan Frankel dkk. (2000) walaupun tawarannya disampaikan jauh sebelum internet berkembang seperti sekarang ini. Selain untuk membuat hasil publikasi luaran hasil kerja bermanfaat untuk publik, upaya ini juga diharapkan dapat membangun tingkat kepercayaan publik, para penulis, dan institusi ketika mendapatkan jaminan tentang apa yang dianggap sebagai publikasi yang sah.
ADVERTISEMENT
Status dokumen elektronik yang diterbitkan semakin penting dalam lingkungan digital, ketika ledakan informasi menghasilkan kebutuhan yang mendesak akan sarana yang efisien dan andal untuk membedakan antara informasi yang berguna untuk menambah basis pengetahuan dan yang tidak.
Di satu sisi, ilmuwan perlu mengetahui status informasi yang mereka hasilkan atau dapatkan, apakah mereka perlu merujuknya, mengkritiknya, atau mengembangkan untuk memajukan bidang ilmu mereka sendiri. Di sisi lain, publik secara umum perlu mendapatkan sumber informasi yang kredibel sebagai basis pengetahuan untuk peningkatan literasi.

Tujuan Penerbitan Buku

Dengan mengadopsi apa yang dikatakan Frankel dkk. (2000), sebuah publikasi (buku) setidaknya memiliki tiga tujuan utama, yaitu
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Hikmat Kurnia, Ketua Ikapi Jakarta dalam Focus Group Discussion (FGD) Penerbit Kementerian/Lembaga dengan tema “Urgensi Penerbit Pemerintah dalam Penguatan Konten Literasi” yang diselenggarakan oleh Penerbit Perpusnas Press mengatakan “setidaknya sebuah buku diterbitkan dengan tiga tujuan utama.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, berbagai kebijakan yang terkait dengan pembinaan jabatan fungsional bagi ASN yang mewajibkan adanya buku ber-ISBN untuk penilaian kenaikan pangkat, sepatutnya dilihat dari kacamata yang berbeda. Perihal buku dalam konteks ini jangan sampai bertentangan dengan semangat menulis untuk menggairahkan budaya literasi seperti yang diuraikan di awal tulisan ini.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks peningkatan kemampuan literasi, penerbit memainkan peran penting dalam mempertahankan dan menyebarkan budaya, sejarah, dan informasi yang berkontribusi pada pengembangan intelektual dan budaya masyarakat. Salah satu peran kunci penerbit buku dalam memberi informasi kepada pembaca adalah memicu rasa ingin tahu dengan muatan konten yang edukatif, inspiratif, dan atau rekreatif. Dengan kata lain, buku berfungsi sebagai sumber inspirasi dan pemberdayaan, memberikan pembaca pandangan dan ide baru yang dapat membentuk pandangan terhadap dunia.

Penutup

Akhirnya, kita perlu memisahkan antara penerbitan buku sebagai upaya semangat membangun budaya literasi dengan penerbitan buku yang dimaksudkan sebagai bukti hasil kerja. Penerbitan buku sebagai keluaran hasil kerja memberikan implikasi kepada penulisnya berupa kenaikan jenjang, remunerasi, dan reputasi. Jadi, sudah selayaknya ada kriteria-kriteria yang wajib ditetapkan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas profesi dan reputasi yang melekat.
ADVERTISEMENT
Ketika jenjang karier sebagai pakar maka rekam jejak publikasi sebagai bukti kepakarannya harus bisa ditelusuri untuk dipelajari. Seorang akademisi/peneliti selayaknya memiliki karya yang dapat dibaca, didiskusikan, diperdebatkan, bukan hanya ada di daftar panjang CV, namun karyanya tidak dapat ditemukan. Dengan demikian, publikasi buku bukan hanya menjadi masturbasi publikasi yang hanya ditulis sendiri, terbitkan sendiri, baca sendiri, dan tersimpan di laci.