Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Skandal Skripal: Tidak Seindah Spionase ala James Bond
1 April 2018 16:08 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari lisa kurnia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
May dan Putin (sumber: http://www.businessinsider.sg)
Percobaan pembunuhan terhadap mantan agen mata-mata Rusia yang juga menjadi agen mata-mata Inggris, Sergei Skripal, telah membuat dampak internasional yang terus bergulir. Mulai dari tuduhan dan kecaman dari berbagai pemimpin dunia, hingga ancaman pengusiran diplomat Rusia, Inggris serta beberapa negara lainnya. Hal ini membuktikan betapa dekat dan rentannya hubungan diplomatik dan spionase antar negara.
Sergei dan Yulia Skripal (sumber https://www.theaustralian.com.au)
ADVERTISEMENT
Hubungan yang Kian Memanas
Hingga saat ini Sergei Skripal masih berada dalam kondisi kritis sementara putrinya, Yulia Skrippel, sudah membaik. Namun ketegangan, saling tuduh dan saling usir antara Inggris, Rusia, Amerika Serikat dan negara-negara Barat pendukungnya masih terus berjalan. Lantas, bagaimana insiden kriminal terhadap dua individu berkembang menjadi masalah internasional? Dan mengapa Inggris yang mencurigai keduanya diracuni oleh Rusia harus tetap memberikan akses kekonsuleran Yulia Skripal kepada Rusia?
Diplomasi pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan hubungan antar negara secara konstruktif. Untuk itu setiap negara mendirikan perwakilan di negara-negara yang dianggap penting dan potensial, yang disebut negara akreditasi. Semakin besar suatu negara maka semakin banyak pula perwakilannya di dunia. Semua tata cara hubungan antar negara tersebut diatur dalam Konvensi Wina tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik dan tahun 1963 tentang hubungan konsuler.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, selain kerja sama konstruktif tersebut, dalam era yang tidak terlalalu damai, misalnya saat Perang Dunia (I dan II) dan Perang Dingin (1945-1990 an), kecenderungan untuk menempatkan agen intelijen di suatu perwakilan juga semakin besar. Hal itu kemudian menambah ketegangan antar negara.
Sergei Lavrov (sumber https://www.rbth.com)
Implikasi Diplomatik
Kembali ke masalah percobaan pembunuhan Sergei Skripal sebagai mantan agen intelijen Rusia yang juga bekerja untuk Inggris, hal ini menjadi besar karena ia kemungkinan memiliki data-data intelijen yang bernilai bagi Inggris dan berbahaya bagi Rusia. Media juga mengaitkan kejadian itu dengan kematian Alexander Litvinenko, sesama mantan agen Rusia, yang juga diracuni di Inggris pada tahun 2006.
Karenanya, Perdana Menteri Theresa May berani melontarkan tuduhan terbuka kepada Presiden Vladimir Putin. Hal yang sebetulnya sangat tabu dilakukan dalam menjaga hubungan diplomatik mengingat tidak ada otoritas sentral di atas negara yang dapat menghakimi atau membenarkan tuduhan tersebut.
ADVERTISEMENT
Kasus pun bergulir dengan berbagai reaksi. Dilansir dari The Guardian Inggris, lebih dari 25 negara dinyatakan berencana mengeluarkan lebih dari 130 diplomat Rusia. Inggris juga mempertimbangkan untuk melarang penjualan obligasi Pemerintah Rusia di London. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, kemudian mengancam akan melakukan tindakan resiprokal (tit-for-tat) dengan mengusir diplomat dan atau menutup kantor perwakilan negara yang mengusir diplomat Rusia.
Sebagian besar diplomat tersebut akan di persona non-grata kan. Yaitu suatu mekanisme yang tercantum pada Konvensi Wina yang memperbolehkan otoritas negara akreditasi untuk mengusir diplomat asing, walaupun ia memiliki kekebalan diplomatik.
Di sisi lain, Konvensi Wina juga mewajibkan Inggris untuk memberikan akses kekonsuleran terhadap Rusia untuk mendampingi Yulia Skripal, yang masih tercatat sebagai warga negara Rusia. Tapi, hal itu tidak bisa dipaksakan Rusia jika Yulia Skripal tidak menginginkannya.
ADVERTISEMENT
Kecenderungan Ke Depan
Walaupun berbagai kecaman, pernyataan keras, dan ancaman pengusiran telah keluarkan dari berbagai negara baik yang terlibat langsung maupun tidak, kelanjutan dari ancaman tersebut tampaknya masih harus dilihat. Secara rasional, perlu dipertimbangkan apakah eskalasi konflik ini bermanfaat bagi kepentingan semua pihak, karena jika diteruskan tanpa terkendali, bukan tidak mungkin situasi yang mengarah pada perang dingin ini akan berlanjut pada perang terbuka yang berakibat jauh lebih destruktif, apalagi negara-negara besar tersebut memegang senjata nuklir. Sebagaimana sejarah telah mencatat, baik Perang Dunia I dan II sama-sama terjadi di Eropa dan sama-sama melibatkan negara superpower termasuk Inggris, Amerika Serikat, dan Rusia (dulunya Uni Sovyet).