Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Memalsukan Buku Nikah Demi Kim Soo Hyun
28 Juli 2021 11:45 WIB
Tulisan dari Lisa Noviana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saya berterima kasih kepada netizen atas kelucuan komentarnya. Cukup menghibur saat sedang bosan Work From Home selama PPKM. Seperti sore itu, saya membaca sebuah pertanyaan dari netizen di instagram, "Bolehkah saya membuat buku nikah palsu dengan Kim Soo Hyun?.” What???. Jemari ini gatal ingin langsung berkomentar tapi saya urungkan. Saya hanya memberi emoticon tertawa terbahak-bahak plus kata ”halu” saja.
ADVERTISEMENT
Kim Soo Hyun adalah aktor Korea yang terkenal lewat drama Dream High. Kalau pertanyaan netizen itu dijawab serius, jawabannya panjang. Bisa membuat jempol keram dan memenuhi kolom komentar. Kira-kira beginilah jawaban yang ingin saya sampaikan:
Pertama, perlu dilihat dahulu dari unsur agama dan kepercayaan. Apakah si Netizen beragama sama dengan Kim Soo Hyun?. Kalau beda agama, maka akan sulit mengurus administrasi perkawinan di Indonesia karena perkawinan dianggap sah jika dilakukan sesuai ajaran agama dan kepercayaannya masing-masing. Begitulah isi Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dikuatkan juga dengan Instruksi Presiden (Inpres) No 1 tahun 1990 yang mengatakan bahwa pernikahan dianggap batal jika pasangan berbeda agama. Namun atas nama hak asasi manusia, dimana perkawinan dikatakan sebagai hak setiap orang yang sudah dewasa, maka perkawinan beda agama tetap bisa dilakukan dengan meminta penetapan pengadilan seperti halnya Putusan PN Makassar Nomor 87/Pdt.P/2020/PN Mks Tanggal 19 Maret 2020.
ADVERTISEMENT
Kedua, menikah dengan Warga Negara Asing tentunya harus melengkapi sejumlah prosedur dan persyaratan sesuai aturan di negaranya masing-masing.
Ketiga, buku nikah merupakan dokumen resmi yang diterbitkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA), sebagai pencatatan nikah secara sah di depan hukum. KUA hanya mengeluarkan buku nikah kalau kedua mempelai beragama Islam. Bila menikah di luar Islam akan mendapatkan akta nikah bukan buku nikah.
Keempat, karena buku nikah merupakan dokumen resmi, maka kalau netizen memalsukan buku nikah akan berarti melakukan tindak pidana. Ketentuannya terdapat dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
ADVERTISEMENT
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Hukumannya diatur dalam Pasal 264 KUHP, yaitu:
(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
1. akta-akta otentik;
2. surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
3. surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai:
4. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
ADVERTISEMENT
5. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan;
(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Jadi sebaiknya jangan main-main dengan dokumen negara apalagi memalsukannya. Segala perbuatan pasti ada konsekuensinya.
(Lisa Noviana, Penyuluh Hukum Ahli Muda).