Konten dari Pengguna

Melindungi Keanekaragaman Hayati Flora Langka

Lisma Humaydah
Saya Mahasiswa UIN Jakarta dengan Program Studi Manajemen angkatan 2023. Pada saat SMA, saya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Tari Ratoh Jaroe, dan pernah mendapatkan Juara 1 Piala Bergilir Gubernur Aceh Tahun 2021.
24 Juni 2024 19:00 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lisma Humaydah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: Lisma Humaydah
zoom-in-whitePerbesar
sumber: Lisma Humaydah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di tengah arus pembangunan yang semakin pesat dan perubahan iklim global, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam upaya melindungi keanekaragaman hayati flora langkanya. Sebagai negara dengan biodiversitas terkaya kedua di dunia setelah Brasil, Indonesia memikul tanggung jawab besar untuk melestarikan warisan alam yang tak ternilai ini.
ADVERTISEMENT
Menurut data terbaru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), setidaknya terdapat 25.000 spesies tumbuhan di Indonesia, dengan 55% di antaranya bersifat endemik. Namun, angka yang mengesankan ini juga dibayangi oleh fakta bahwa lebih dari 240 spesies tumbuhan Indonesia masuk dalam daftar terancam punah menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Dr. Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam konferensi pers virtual kemarin menegaskan, "Keanekaragaman hayati flora kita bukan hanya warisan alam, tetapi juga aset strategis nasional. Pelestarian flora langka adalah investasi untuk masa depan yang lebih berkelanjutan."

Tantangan Multidimensi

Upaya pelestarian flora langka Indonesia menghadapi berbagai tantangan kompleks. Dr. Jatna Supriatna, ahli konservasi dari Universitas Indonesia, menjelaskan, "Deforestasi, perubahan iklim, dan eksploitasi berlebihan adalah ancaman utama. Namun, kita juga menghadapi masalah kurangnya data, pendanaan yang terbatas, dan kesadaran masyarakat yang masih perlu ditingkatkan."
ADVERTISEMENT
Data dari Global Forest Watch menunjukkan bahwa Indonesia kehilangan 324.000 hektar hutan primer pada tahun 2023, meskipun angka ini menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. "Setiap hektar hutan yang hilang berarti potensi kepunahan bagi spesies flora langka yang belum teridentifikasi," tambah Dr. Supriatna.
Sementara itu, Dr. Endang Sukara, peneliti senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyoroti pentingnya penelitian berkelanjutan. "Banyak spesies flora langka Indonesia yang belum terdokumentasi dengan baik. Kita berlomba dengan waktu untuk mengidentifikasi dan melindungi mereka sebelum terlambat," ujarnya.

Inovasi dalam Konservasi

Menghadapi tantangan tersebut, berbagai inisiatif inovatif telah diluncurkan. Salah satunya adalah program "Digital Herbarium Nasional" yang diprakarsai oleh Kebun Raya Bogor. Dr. Didik Widyatmoko, Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya LIPI, menjelaskan, "Kami mengintegrasikan teknologi blockchain dan kecerdasan buatan untuk menciptakan database flora langka yang komprehensif dan dapat diakses secara global."
ADVERTISEMENT
Inisiatif lain yang mendapat sorotan adalah "Bank Benih Flora Langka Indonesia" yang didirikan melalui kerja sama antara KLHK, LIPI, dan Royal Botanic Gardens, Kew. Fasilitas canggih ini mampu menyimpan jutaan benih dalam kondisi optimal selama ratusan tahun.
"Bank benih ini adalah asuransi biodiversitas kita," kata Prof. Alexandre Antonelli, Direktur Ilmiah Royal Botanic Gardens, Kew. "Ini bukan hanya tentang melestarikan spesies, tetapi juga menjaga potensi genetik yang mungkin krusial untuk adaptasi terhadap perubahan iklim di masa depan."

Peran Komunitas Lokal

Aspek penting lainnya dalam upaya pelestarian flora langka adalah pelibatan masyarakat lokal. Dr. Yohanes Purwanto, antropolog dari LIPI, menekankan pentingnya pengetahuan tradisional. "Banyak komunitas adat Indonesia memiliki kearifan lokal dalam memanfaatkan dan melestarikan flora langka. Mengintegrasikan pengetahuan ini dengan sains modern adalah kunci keberlanjutan," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Program "Desa Konservasi Flora" yang diinisiasi oleh KLHK merupakan contoh nyata sinergi antara pemerintah dan masyarakat lokal. Program ini telah berhasil memberdayakan lebih dari 100 desa di seluruh Indonesia untuk aktif dalam upaya konservasi flora langka di wilayah mereka.
Salah satu kisah sukses datang dari Desa Wongaya Gede di Bali, yang berhasil menyelamatkan populasi anggrek hitam (Coelogyne pandurata) yang hampir punah. "Kami tidak hanya melestarikan anggrek ini, tetapi juga mengembangkan ekowisata berbasis konservasi yang meningkatkan ekonomi desa," ungkap I Wayan Sudiarta, ketua kelompok tani setempat.

Tantangan Ekonomi dan Regulasi

Meskipun berbagai inisiatif telah diluncurkan, tantangan ekonomi tetap menjadi hambatan signifikan. Dr. Heru Santoso, ekonom lingkungan dari Universitas Gadjah Mada, menjelaskan, "Kita perlu menciptakan model ekonomi yang menjadikan pelestarian flora langka sebagai aset, bukan beban. Ini melibatkan inovasi dalam skema pembayaran jasa lingkungan dan pengembangan produk bernilai tinggi berbasis keanekaragaman hayati."
ADVERTISEMENT
Dari sisi regulasi, Indonesia telah memiliki UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Namun, banyak pihak menilai bahwa undang-undang ini perlu diperbarui untuk menghadapi tantangan kontemporer.
"Kita membutuhkan kerangka hukum yang lebih adaptif dan responsif terhadap dinamika global, seperti perubahan iklim dan bioteknologi," ujar Dr. Mas Achmad Santosa, pakar hukum lingkungan dan Direktur Eksekutif Indonesia Center for Environmental Law (ICEL).

Kolaborasi Internasional

Mengingat sifat global dari krisis biodiversitas, kolaborasi internasional menjadi semakin penting. Indonesia aktif dalam berbagai forum internasional, termasuk Convention on Biological Diversity (CBD) dan Global Strategy for Plant Conservation (GSPC).
Dr. Rosichon Ubaidillah, peneliti senior LIPI, menyatakan, "Kolaborasi internasional membuka akses ke pendanaan, teknologi, dan pertukaran pengetahuan yang sangat diperlukan dalam upaya konservasi flora langka kita."
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh kolaborasi yang sukses adalah proyek "Tropical Important Plant Areas" yang dilakukan bersama Kew Gardens. Proyek ini telah mengidentifikasi dan memetakan lebih dari 200 area penting flora tropis di Indonesia, memberikan dasar ilmiah untuk prioritas konservasi.
Melindungi keanekaragaman hayati flora langka Indonesia adalah tugas kompleks yang membutuhkan pendekatan holistik dan multidisipliner. Dari inovasi teknologi hingga pemberdayaan masyarakat lokal, dari reformasi kebijakan hingga kolaborasi internasional, setiap aspek memainkan peran krusial.
Dr. Siti Nurbaya menutup dengan pernyataan optimis, "Tantangan kita besar, tetapi potensi dan semangat kita lebih besar. Dengan komitmen bersama, inovasi berkelanjutan, dan kearifan lokal, saya yakin kita dapat melestarikan warisan alam Indonesia untuk generasi mendatang."
Upaya melindungi keanekaragaman hayati flora langka bukan hanya tentang melestarikan spesies tumbuhan. Ini adalah investasi dalam ketahanan ekologi, keamanan pangan, dan masa depan berkelanjutan Indonesia. Setiap langkah yang diambil hari ini akan menentukan wajah biodiversitas Indonesia di masa depan.
ADVERTISEMENT