Konten dari Pengguna

Alasan di Balik Washington Declaration Amerika Serikat dengan Korea Selatan

Ni Putu Listiawati
Undergraduate International Relations Student, Udayana University
27 Juni 2024 17:02 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ni Putu Listiawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hubungan Bilateral antara Amerika Serikat dengan Korea Selatan telah terjalin selama 70 tahun. Hal ini menunjukkan hubungan kedua belah negara telah berlangsung lama dan kuat. Rabu (26/4/23) lalu, Amerika Serikat dan Korea Selatan kembali melakukan sebuah pertemuan untuk memperingati hari jadi hubungan bilateral kedua negara tersebut. Dalam pertemuan itu, kedua belah pihak membahas secara langsung perihal janji Amerika Serikat dalam memberikan perlindungan kepada Korea Selatan terhadap ancaman nuklir Korea Utara yang dapat berdampak terhadap kedua belah negara.
Presiden Korea Selatan (kiri) Yoon Suk-Yeol dan Presiden Amerika Serikat (kanan) Joe Biden. Sumber: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Korea Selatan (kiri) Yoon Suk-Yeol dan Presiden Amerika Serikat (kanan) Joe Biden. Sumber: Getty Images
Melalui pertemuan tersebut, Presiden Yoon Suk-Yeol dan Joe Biden sepakat mengeluarkan Deklarasi Washington AS-Korea Selatan untuk mempererat hubungan antar kedua negara. Secara garis besar, Snyder (2023) menjelaskan bahwa isi dan poin yang terdapat dalam deklarasi tersebut merupakan sebuah respon dari ancaman Korea Utara atas perkembangan senjata nuklir serta milisinya.
Ilustrasi rudal. Sumber: Getty Images
Seperti yang dituliskan oleh Shin (2023), dalam konferensi pers dengan Joe Biden, Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-Yeol mengungkapkan bahwa,
ADVERTISEMENT
Deklarasi yang dikeluarkan oleh kedua negara tersebut, sebagaimana yang dituliskan oleh Snyder (2023) membuka pintu untuk dibentuknya kerjasama Nuclear Consultative Group (NCG) antara Amerika Serikat dan Korea Selatan. NCG merupakan suatu kelompok dimana Amerika Serikat dan Korea Selatan secara bersama akan terlibat dalam perencanaan serta upaya dalam merespon penggunaan nuklir Korea Utara. Selain itu, Deklarasi Washington juga menegaskan terkait niat Korea Selatan dalam pengembangan nuklir independen dan tetap berada dalam Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (NPT). Dengan ini, Presiden Yoon Suk-Yeol berjanji untuk mengesampingkan prospek pengemangan nuklir independen Korea Selatan untuk mendukung tanggapan kuat di Aliansi (Snyder, 2023). Pendekatan semacam ini menurut Snyder (2023) dikatakan memungkinkan upaya Korea Utara dalam memprovokasi Korea Selatan dengan Amerika Serikat melalui kekuatan militernya tidak akan berhasil.
Ilustrasi operasi Korea Utara. Sumber: Getty Images
Analisis U.S Foreign Policy dalam Washington Declaration antara Amerika Serikat-Korea Selatan
ADVERTISEMENT
Langkah suatu negara dalam mengambil kebijakan dan tindakan luar negeri tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor. Seperti yang disebutkan sebelumnya, latar belakang dikeluarkannya Deklarasi Washington antara Amerika Serikat dengan Korea Selatan adalah untuk merespon ancaman perkembangan nuklir Korea Utara. Motif dari setiap tindakan yang diambil tersebut dapat dilihat melalui berbagai kaca perspektif. Jika dianalisis melalui teori pembuatan kebijakan luar negeri, hal ini dapat kita lihat melalui Teori Defensive dan Offensive Realism.
Defensive and Offensive Realism
Dua teori ini merupakan teori dominan yang digunakan dalam mengemukakan argumen bahwa kebijakan luar negeri merupakan konsekuensi dari timbulnya tekanan eksternal yang berasal dari distribusi kekuatan dalam sistem internasional. Pada dasarnya, kedua teori ini berasumsi bahwa sistem internasional menentukan peran yang penting dalam membentuk perilaku kebijakan luar negeri. Asumsi ini meliputi tingkat kemampuan negara yang berbeda, ketidakpastian “niat” tiap negara, hingga rasionalitas negara.
ADVERTISEMENT
Offensive Realism
Menurut Labs (1997) dan Mearsheimer (1994; 2001), Offensive Realism melihat bahwa dalam pembuatan kebijakan luar negeri, negara pasti akan berusaha untuk memaksimalkan kekuatan relatif yang dimilikinya. Negara tidak dengan mudah dapat mencapai kekuatan yang tidak terbatas, ditambah dengan sumber daya tiap negara yang terbatas. Sehingga, dalam memaksimalkan kekuatan relatif mereka, negara akan berurusan dengan keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya.
Dalam melihat kerjasama Amerika Serikat dengan Korea Selatan, terutama dengan dikeluarkannya Deklarasi Washington, melalui Teori Offensive Realisme dapat dilihat bahwa Amerika Serikat beraliansi dengan Korea Selatan untuk memperbesar kekuatan mereka akibat adanya ancaman dari pihak eksternal yang dalam hal ini adalah Korea Utara. Sebagaimana dalam Shin (2023) dijelaskan bahwa dalam Deklarasi Washington kedua pemimpin (Amerika Serikat-Korea Selatan) menegaskan kembali terkait komitmen AS untuk membela Korea Selatan. Sehingga dalam hal ini bisa kita lihat bahwa kerjasama yang terbentuk ini tentunya didasarkan atas adanya ancaman dari faktor eksternal. Baik dari Korea Selatan maupun Amerika Serikat keduanya memiliki kepentingan yang sama, yakni berupa ancaman dari luar. Hal ini kemudian mempengaruhi tindakan dan kebijakan luar negeri dari kedua negara tersebut, salah satunya dengan memperbesar kekuatan melalui pembentukan aliansi, inilah yang dimaksud dalam offensive realism.
ADVERTISEMENT
Defensive Realism
Jika dalam Offensive Realism lebih menekankan terkait peran negara dalam memaksimalkan kekuatan relatifnya, Defensive Realism melihat bahwa kekuatan relatif memang penting, namun hal tersebut bukanlah yang utama. Sebagaimana menurut Waltz (1979) dalam Rudloff (2013) dijelaskan bahwa,
Hal ini berarti bahwa, Defensive Realism melihat hal utama bagi negara adalah mempertahankan posisi dalam sistem.
Jika dilihat melalui kerjasama yang dilakukan oleh Amerika Serikat dengan Korea Selatan dapat dilihat bahwa tindakan menjalin aliansi antar kedua negara tersebut juga dapat dikatakan sebagai upaya untuk mempertahankan posisi dalam sistem. Sebab, ancaman yang ditimbulkan oleh Korea Utara dalam hal ini tentunya mengancam stabilitas dan keamanan negara terkait. Sehingga untuk mengamankan posisinya, negara pasti akan beraliansi dengan negara lain untuk mempertahankan posisinya dalam sistem internasional.
ADVERTISEMENT
Jika dilihat secara spesifik dalam tindakan Amerika Serikat yang beraliansi dengan Korea Selatan. Kebijakan AS yang beraliansi dan membentuk Deklarasi Washington dengan Korea Selatan juga dapat dikatakan sebagai upaya dalam mempertahankan posisinya dalam sistem internasional. Dengan cara memberikan bantuan dan mendukung Korea Selatan, hal ini dapat memperlihatkan posisi AS sebagai negara yang super power serta memperluas jaringannya dengan negara lain (dalam hal ini Korea Selatan).
Berdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Deklarasi Washington antara Amerika Serikat dan Korea Selatan terjalin akibat adanya ancaman nuklir dari Korea Utara. Deklarasi ini hadir sebagai upaya AS dalam mendukung keamanan Korea Selatan. Alasan dibalik dibuatnya deklarasi ini dapat kita lihat dari beberapa teori, terutama offensive dan defensive realism yang keduanya memang melihat bahwa faktor eksternal dan sistem internasional memegang peranan yang penting dalam pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Website
Snyder, S. A. (2023, April 27). The Washington Declaration: Expanding the nuclear dimension of the u.s.-south korean alliance response. Council on Foreign Relations. https://www.cfr.org/blog/washington-declaration-expanding-nuclear-dimension-us-south-korean-alliance-response?amp=#amp_tf=From%20%251%24s&aoh=16828071087667&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com
Shin, M. (n.d.). Yoon and biden announce ‘washington declaration’ to lock in nuclear deterrent. The Diplomat. Retrieved April 30, 2023, from https://thediplomat.com/2023/04/yoon-and-biden-announce-washington-declaration-to-lock-in-nuclear-deterrent/
Journal
Rudloff, P. (2013). Offensive Realism, Defensive Realism, and the Role of Constraints. The Midsouth Political Science Review, 14, 45–77.