Konten dari Pengguna

Pengaruh #MeToo Movement terhadap Kebijakan Kekerasan Seksual di Amerika Serikat

Ni Putu Listiawati
Undergraduate International Relations Student, Udayana University
27 Juni 2024 8:35 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ni Putu Listiawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Freepik
ADVERTISEMENT
Tahun 2017 lalu, tagar #MeToo meramaikan dunia media sosial setelah munculnya cuitan di Twitter (sekarang menjadi X) dari aktris Hollywood, Alyssa Milano yang membuka suara terkait isu kekerasan seksual dengan menggunakan tagar #MeToo. Namun sebelum itu, gerakan MeToo sebetulnya telah lahir sejak lama. Gerakan ini hadir sebagai bentuk kepedulian terhadap hak perempuan dan korban pelecehan seksual di seluruh dunia yang didirikan oleh Tarana Burke pada tahun 2006. MeToo Movement memiliki visi untuk memberikan kenyamanan, keamanan, sumber daya, hingga komitmen untuk penyembuhan bagi pera korban kekerasan seksual (MeToo, 2019). Gerakan ini berupaya untuk membantu para korban dan menindaklanjuti (menuntut) para pelaku kejahatan seksual. Selepas cuitan Alyssa Milano mengenai #MeToo, banyak masyarakat yang sadar akan isu tersebut. Tagar #MeToo pun menjadi trending di lebih dari 85 negara di dunia.
ADVERTISEMENT
Kasus kekerasan seksual merupakan isu yang serius, hal ini ditandai dengan tingginya angka kekerasan seksual yang terjadi. Rape, Abuse, and Incest National Network (RAINN), sebuah organisasi anti kekerasan seksual yang berbasis di Washington D.C, menyebutkan bahwa kasus kekerasan seksual terjadi setiap 98 detik di Amerika Serikat dan 90% dari korban tersebut adalah perempuan (Dogantekin, 2019). Selain itu, setiap tahunnya sekitar 321.500 masyarakat sipil di Amerika Serikat mengalami kekerasan seksual.
Dukungan dan perlindungan terhadap para korban kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk upaya dalam memberikan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Setiap individu berhak untuk hidup tanpa rasa takut, mendapat keadilan, serta merasa aman di lingkungan mereka. Beberapa hal tersebut merupakan hak-hak dasar yang berhak dimiliki oleh setiap manusia. Sehingga, mendukung perlindungan terhadap para korban kekerasan seksual dapat dikatakan sebagai upaya dalam perlindungan HAM.
ADVERTISEMENT
Upaya dalam menyuarakan dukungan terkait perlindungan korban kekerasan seksual melalui gerakan #MeToo ini merupakan suatu bentuk tindakan yang demokratis. Demokrasi berarti bahwa setiap individu memiliki hal untuk bebas berekspresi, berkumpul, hingga menyuarakan pendapat mereka. Banyaknya pemberian dukungan melalui #MeToo merupakan salah satu bentuk masyarakat dalam menggunakan hak-hak demokratis mereka untuk mendesak perubahan hukum dan kebijakan. Dalam konteks ini, gerakan #MeToo di Amerika Serikat berhasil memberikan perubahan dalam beberapa aspek kebijakan yang ada.
Massifnya gerakan #MeToo yang juga didukung oleh berbagai tokoh terkenal menimbulkan munculnya politik pengaruh (leverage politics) terhadap beberapa kebijakan kekerasan seksual di Amerika Serikat. Terdapat dua jenis leverage politics, yakni moral leverage dan material leverage. Bentuk dari moral leverage yakni mobilisasi rasa malu. Dalam konteks ini, berbagai pejabat dan tokoh publik mengundurkan dirinya saat mendapat tuduhan sebagai pelaku kekerasan seksual (Naisa & Muryantini, 2023). Adanya moral leverage ini memicu untuk terciptanya material leverage. Dalam konteks gerakan #MeToo, material leverage dapat diidentifikasi sebagai produk kebijakan yang muncul akibat tingginya kasus kekerasan seksual. Pada tahun 2019, ILO mengeluarkan standar hukum internasional untuk mengatasi kasus pelecehan seksual di dunia kerja yang diadopsi melalui ‘The Violence and Harassment Convention 2019’ dan ‘Violance and Harassment Recommendation. Setelah munculnya kebijakan dari ILO ini, pemerintah Amerika Serikat membuat undang-undang yang didalamnya mengatur terkait pelecehan seksual di tempat kerja seperti Congressional Accountability Act of 1995 Reform Act yang mereformasi kebijakan sebelumnya yakni Congressional Accountability Act of 1995 (Naisa & Muryantini, 2023). Selain itu, gerakan #MeToo juga mendorong munculnya RUU Member and Employee Training and Oversight on Congress Act (ME TOO Congress Act) yang diajukan tanggal 15 November 2017 dan di beberapa negara bagian Amerika Serikat juga telah mengesahkan RUU yang berhubungan dengan pelecehan seksual serta #MeToo. Melalui hal ini, dapat dilihat bahwa gerakan #MeToo memiliki pengaruh yang besar dalam memobilisasi massa dan mempengaruhi kebijakan.
ADVERTISEMENT
Referensi:
MeToo Movement. (2019, October 3). Get to know us. https://metoomvmt.org/get-to-know-us/vision-theory-of-change/
Kekerasan seksual di AS dan Eropa terus meningkat. (2019). Retrieved June 26, 2024, from https://www.aa.com.tr/id/dunia/kekerasan-seksual-di-as-dan-eropa-terus-meningkat/1401287
Naisa, B., A., & Muryantini, S. (2023). PENGARUH GERAKAN #MeToo TERHADAP PERUBAHAN KEBIJAKAN PELECEHAN SEKSUAL DI AMERIKA SERIKAT TAHUN 2017-2022. Paradigma: Jurnal Masalah Sosial, Politik, Dan Kebijakan, 27(2).