Amerika Serikat Memblokir Impor Cokelat dari Pantai Gading

LISTIANTO MUSTOFA HUMAM
International Relations Students at Universitas Islam Indonesia
Konten dari Pengguna
18 Januari 2023 5:33 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari LISTIANTO MUSTOFA HUMAM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pixabay.com/photos/coffee-hot-chocolate-cup-drink-2179009/
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.com/photos/coffee-hot-chocolate-cup-drink-2179009/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hambatan non-tarif merupakan cara suatu negara untuk membatasi perdagangan dengan membatasi kuota, embargo, dan pungutan sebagai bagian dari strategi politik dan ekonomi mereka. Dalam konteks ini, World Trade Organization (WTO) sebagai organisasi perdagangan internasional membuat panel mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) agar dijalin ke dalam sistem perdagangan internasional. Penasihat hukum WTO Hunter Nottage mengatakan bahwa HAM dapat digunakan sebagai metode untuk menilai dengan tepat aturan perdagangan terhadap aturan HAM di masing-masing negara.
ADVERTISEMENT

Kasus Pelanggaran HAM dalam Perdagangan Internasional

Dalam beberapa dekade terakhir, terdapat banyak klaim tentang pelanggaran HAM dalam liberalisasi perdagangan. Kebijakan perdagangan dinilai tidak transparan dan tidak demokratis, hal tersebut membuat hasil yang merugikan HAM. Sejumlah organisasi internasional telah mengungkap betapa meluasnya pekerja di bawah umur sebagai pekerja sektor perkebunan kakao di Afrika Barat, yang mayoritasnya berada di Ghana dan Pantai Gading. Selama ini industri cokelat yang makin tertutup membuat sulitnya akses informasi pelanggaran HAM di sana. Industri cokelat yang telah berkembang sejak lama membuat permintaan produk kakao murah makin meningkat. Banyak dari para petani yang hanya dibayar kurang dari 1 Dolar AS dalam sehari sehingga menciptakan kemiskinan yang ekstrem yang struktural. Akibatnya mereka sering menggunakan tenaga kerja anak untuk lebih mengurangi biaya pekerja dan untuk tetap mempertahankan harga yang kompetitif.
ADVERTISEMENT
Sekitar 2,1 juta anak berusia 12 sampai 16 tahun di Pantai Gading dan Ghana bekerja di perkebunan kakao, banyak dari mereka bahkan telah menjadi tulang punggung keluarga karena di bujuk gaji tinggi. Hal ini disebabkan karena kurangnya pendidikan membuat mereka tidak mengetahui dampak yang terjadi pada masa mendatang. Banyak dari mereka yang memiliki bekas luka akibat penggunaan senjata dan bahan kimia berbahaya tanpa pakaian pelindung. Kasus perbudakan di industri kakao juga seringkali melibatkan kekerasan fisik seperti dicambuk atau dipukul dengan dahan pohon karena bekerja lamban dan melarikan diri. Anak-anak dikurung di malam hari untuk mencegah mereka melarikan diri dan hanya diberi sisa makanan untuk santapan malam setelah bekerja seharian.
Dalam labelnya, kita tidak dapat mengetahui apakah cokelat yang dibeli melibatkan praktik perbudakan anak atau tidak. Lebih dari sepertiga kakao yang ditanam di bawah label sertifikasi perdagangan yang adil, kendati demikian tidak ada satu label mana pun yang menjamin bahwa cokelat tersebut dibuat tanpa menggunakan tenaga kerja eksploitatif karena inspektur pihak sertifikasi hanya diharuskan mengunjungi kurang dari 10% perkebunan kakao. Selain itu, biasanya auditor juga mengumumkan jika ingin berkunjung sehingga memungkinkan penyembunyian bukti pelanggaran aturan.
ADVERTISEMENT

Larangan Impor Produk Kakao dari Pantai Gading

Pada 2019, Amerika Serikat (AS) melalui surat oleh Senator Sherrod Brown dan Roy Wyden mengambil langkah agresif dalam perubahan industri dengan mengeluarkan larangan impor kakao dari Pantai Gading sebagai pemasok bahan cokelat terbesar di dunia karena menghadapi penolakan politik yang kuat. Larangan ini datang dari bukti kuat bahwa panen kakao Pantai Gading bergantung pada kerja paksa dan eksploitasi anak sehingga produk semacam itu harus dilarang masuk ke pasar Amerika Serikat.
Larangan ini secara signifikan akan meningkatkan tekanan pada perusahaan produksi cokelat di Pantai Gading untuk menindak pekerja anak karena perusahaan-perusahaan ini telah membuat janji selama 20 tahun tanpa dampak. Pada akhirnya proposal larangan kakao dari Pantai Gading disahkan oleh Undang-Undang AS yang memberdayakan petugas bea cukai untuk memblokir produksi cokelat Pantai Gading ke AS. Untuk membuka blokiran tersebut dan memasuki kembali pasar AS, importir harus menunjukkan bahwa mereka bebas dari kerja paksa. Di sisi lain Pantai Gading juga menandatangani kesepakatan Harkin-Engel dan mengesahkan UU pada 2010 dan 2016 yang menetapkan pekerja anak dan hukuman atas penggunaannya.
ADVERTISEMENT