Konten dari Pengguna

Bahaya Korupsi Bagi Ekonomi Bangsa Indonesia

Lita Lisnawati
Mahasiswi Hukum Pidana Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
11 Desember 2022 14:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lita Lisnawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi korupsi (sumber: https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi korupsi (sumber: https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
Sejak tahun 1960-an telah muncul beberapa pandangan tentang pengaruh korupsi terhadap ekonomi, umumnya berpendapat korupsi memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi. Tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas sangat merugikan keuangan negara dan juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
ADVERTISEMENT
Menurut Oxford Dictionary, korupsi merupakan perilaku tidak jujur atau ilegal, tindak pidana korupsi juga dikategorikan ke dalam extraordinary crime (kejahatan luar biasa). Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu negara, korupsi juga mengakibatkan berkurangnya investasi dari modal dalam negeri maupun luar negeri, karena para investor akan berpikir dua kali untuk membayar biaya yang lebih tinggi dari semestinya dalam berinvestasi (seperti untuk penyuapan pejabat agar dapat izin, biaya keamanan kepada pihak keamanan agar investasinya aman dan biaya lainnya yang tidak perlu).
Sejak tahun 1997, investor dari negara-negara maju (Amerika, Inggris dan lain-lain) cenderung lebih suka menginvestasikan dananya dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI) kepada negara yang tingkat korupsinya kecil.
Perbuatan Korupsi yang Merugikan Ekonomi Negara Dalam Undang-Undang
ADVERTISEMENT
Bentuk perbuatan korupsi yang merugikan bagi ekonomi negara menurut UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Merugikan Keuangan Negara
a) Pasal 2 ayat (1)
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
b) Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
ADVERTISEMENT
Perumusan kedua pasal di atas (Pasal 2 dan Pasal 3) hampir tidak dapat dibedakan, karena unsur-unsurnya hampir sama. Pasal 3 diperuntukan bagi pejabat publik sedangkan Pasal 2 diperuntukan bagi orang biasa.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), “kerugian negara akibat praktik korupsi pada tahun 2005 sampai 2009 mencapai tidak kurang dari Rp689,19 miliar”. Belum lagi aset korupsi yang disimpan di luar negeri yang sampai saat ini belum bisa dikembalikan kepada negara, seperti aset Mantan Presiden RI, H.M. Soeharto yang besarnya sekitar USD 15-35 miliar. Data-data tersebut memberikan gambaran betapa praktik korupsi sangat merugikan negara yang pada akhirnya menjadikan rakyat semakin tidak sejahtera sehingga diperlukan upaya-upaya khusus dalam pemberantasan korupsi terutama dalam hal pengembalian atau perampasan aset korupsi sebagai langkah untuk memiskinkan para koruptor di negeri ini.
ADVERTISEMENT
Menurut Danny Leipziger, Wakil Preseiden Bank Dunia untuk Bagian Pengentasan Kemiskinan dan Manajemen Ekonomi, bahwa: negara berkembang (termasuk Indonesia) seharusnya belajar dari kasus korupsi yang terjadi. Sebab setiap 100 juta dolar uang hasil korupsi (yang ada di luar negeri) yang dikembalikan bisa membangun 240 kilometer jalan, mengimunisasi 4 juta bayi, dan memberikan air bersih bagi 250 ribu rumah di Indonesia.
Korupsi dengan berbagai jenis dan bentuknya, pada dasarnya sama, yaitu sebuah aksi perampasan aset negara. Sehingga mengakibatkan negara kehilangan kemampuan untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya untuk menyejahterakan rakyatnya, oleh karena itu diperlukan berbagai upaya khusus dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Lita Lisnawati, mahasiswi Hukum Pidana Islam UIN Jakarta
ADVERTISEMENT