Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
IGF: Perlu Langkah Konkret Bangun Tata Kelola Internet yang Inklusif
12 April 2019 21:04 WIB
·
waktu baca 6 menitDiperbarui 23 September 2024 18:00 WIB
Tulisan dari Literasi Digital Indonesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Laporan dari Forum WSIS 2019 - Jenewa*
ADVERTISEMENT
[ literasi digital ] Dalam konteks tata kelola Internet, pendekatan pemangku kepentingan majemuk (multistakeholder) sejatinya secara global kian diterima dan diapresiasi oleh banyak pihak yang berwenang. Bahkan pendekatan ini kini dapat berdampingan dengan proses multilateral yang sebelumnya telah terlebih dahulu berjalan. Demikian ditegaskan oleh Jovan Kurbalija, pada rapat Multistakeholder Advisory Group (MAG ), Internet Governance Forum (IGF ) di Jenewa, Rabu (10/4/2019).
ADVERTISEMENT
Berbicara dalam kapasitas sebagai Direktur Eksekutif, Sekretariat High-Level Panel on Digital Cooperation , Jovan juga menegaskan hal yang tak kalah pentingnya. “Salah satu agenda yang juga menjadi bahasan penting dalam panel adalah tentang percepatan institusi pengampu kebijakan yang selama ini bekerja dengan cara dan berkutat pada agenda ‘tradisional’, untuk dapat mulai masuk ke ranah digital,” ujarnya.
Panel dimana Jovan saat ini menjalankan perannya, memiliki tugas dan tanggung-jawab langsung kepada Sekjen PBB untuk memastikan target agenda pembangunan berkelanjutan 2030 (SGD 2030) dapat tercapai, dengan mendorong kerja-kerja kolaboratif lintas sektor dengan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Tiga Rekomendasi
Untuk itu, menurut Jovan, panel yang beranggotkan antara lain Melinda Gates (Bill & Melinda Gates Foundation), Jack Ma (Alibaba) dan Vinton Cerf (Google) tersebut tengah menyiapkan usulan 3 (tiga) rekomendasi guna akselerasi kerjasama digital dan tata kelola digital, sehingga kebijakan-kebijakan pada tingkat nasional, regional maupun global tidak saling terputus lantaran berdiri sendiri- sendiri.
ADVERTISEMENT
“Selain itu, rekomendasi tersebut juga untuk meningkatkan pemahaman para pengampu kebijakan bahwa ada hal lain selain kebijakan itu sendiri, semisal terkait pada isu hak asasi manusia, keamanan, perdagangan elektronik dan lainnya yang tidak lagi dapat dikelola secara terpisah sendiri-sendiri,’ tambahnya.
Adapun 3 rancangan usulan rekomendasi tersebut adalah:
Kepada penulis, ketika dijumpai secara khusus disela-sela agendanya menjadi panelis pada sejumlah workshop pada forum World Summit on the Information Society (WSIS) 2019 , yang back-to-back dengan rapat MAG IGF, Jovan kembali menyampaikan apresiasinya kepada Indonesia yang menurutnya dapat menjadi contoh bagi negara lain.
ADVERTISEMENT
“Proses multistakeholder memang tidak mudah, namun Indonesia bisa memberikan contoh yang baik karena telah mulai melakukannya. Saya perlu makin banyak ‘Indonesia-Indonesia’ lain untuk bisa saya sampaikan dan jadikan contoh kepada yang lain,” ujar Jovan yang telah beberapa kali datang ke Indonesia menjadi pembicara kuliah umum di Kementerian Kominfo. Jovan pun tak lupa menyampaikan harapannya agar Pemilu di Indonesia bisa berjalan lancar.
Semakin Inklusif
Rapat MAG IGF kali ini, masih dalam rangkaian persiapan pelaksanaan pertemuan IGF Global 2019 di Berlin, Jerman, pada November 2019. Indonesia sendiri pernah menjadi tuan rumah pelaksanaan IGF Global pada tahun 2013 di Bali. Dalam rapat tersebut, penulis hadir dan mencatat sejumlah hal yang menjadi perhatian khusus dari para utusan negara maupun multistakeholder yang menghadiri rapat pada 9 hingga 11 April 2019 tersebut.
ADVERTISEMENT
Tentang keterwakilan atau representasi peserta pada forum-forum IGF sebelumnya, khususnya mereka yang “weak and missing voices”, menjadi salah satu topik diskusi yang hangat. “Kami (PBB) terus berupaya agar forum IGF bisa semakin inklusif serta mereka yang terlibat memiliki keterwakilan yang memadai dan proporsional,” ujar Chengetai Masango, Manajer Program dan Teknologi IGF – PBB, dalam rapat.
Untuk itulah, menurut Masango, sebagaimana turut pula dimandatkan oleh Sekjen PBB, IGF terus meningkatkan daya upayanya dalam inklusifitas dan keberagaman pelibatan peserta. “Kami telah menyiapkan dukungan (biaya) perjalanan untuk IGF 2019 di Berlin. Tentu saja dukungan ini dikhususkan bagi mereka yang memenuhi kriteria khusus,” tambahnya. Adapun kriteria khusus tersebut dapat dibaca di situs http://intgovforum.org
ADVERTISEMENT
Adapun hal lain yang turut menjadi diskusi menarik dalam rapat ini adalah terkait dengan mekanisme dan kriteria penilaian proposal workshop yang masuk ke sekretariat. Salah satu hal yang pokok menjadi bahasan pada isu ini adalah tentang memberikan kesempatan yang setara bagi pengaju proposal mula atau yang baru pertama kali, agar tidak lantas mudah tersingkir proposalnya ketika harus beradu dengan proposal yang diajukan oleh mereka yang lebih “senior” atau telah berulang-kali menghadiri IGF dan/atau mengampu workshop. Sekretariat IGF membuka kesempatan bagi siapapun untuk mengajukan proposal workshop secara online melalui situs IGF, paling lambat hingga Minggu, 14 April 2019, 23:59 UTC atau Senin, 15 April 2019, 04:59 WIB.
Indonesia Aktif
Pada kesempatan rapat tersebut, dalam kapasitas sebagai Perwakilan Tetap Indonesia untuk Persidangan MAG IGF – PBB, penulis telah mengajukan proposal workshop Open Forum atas nama Indonesia, dengan topik “Strengthening Digital Ecosystem for Better Digital Inclusion”. Pilihan tema tersebut selaras dengan arahan dan acuan yang telah ditetapkan oleh PBB. Dengan demikian, diharapkan Indonesia dapat berperan aktif dalam memberikan contoh dalam menginisiasi tata kelola Internet dengan pendekatan multistakeholder yang inklusif, sebagaimana kerap diapreasi oleh Jovan.
ADVERTISEMENT
Tercatat akan sebagai pengampu workshop tersebut, bilamana proposal disetujui oleh Sekretariat IGF sebagai salah satu workshop pada IGF 2019 - Berlin, adalah Kementerian Kominfo Indonesia , Indonesia IGF (ID-IGF ) dan Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi .
Pada sejumlah perhelatan IGF sebelumnya, Indonesia cukup aktif pula mengampu sejumlah workshop m. Semisal Open Forum IGF 2018 bertopik "Combating Fake News and Dangerous Content in the Digital Age". Kemudian Open Forum IGF 2017 bertopik "Harenessing Digital Economy Opportunities by Supporting SMEs", dan Open Forum IGF 2016 tentang "Social Media and Democracy" dan pada workshop IGF 2015 tentang "Child Online Protection through Multistakeholder Engagement Workshop".
Sebagai catatan lain, 3 (tiga) tema program yang akan menjadi benang merah pada sejumlah workshop pada IGF 2019 nanti, berdasarkan hasil kesepatan pada rapat MAG IGF sebelumnya, adalah: a). Data Governance, b). Digital Inclusion dan c). Security, Safety, Stability & Resilience. Ketiga tema tersebut merupakan rumusan dari kontribusi kegiatan IGF 2018, kompilasi laporan tahunan IGF dan permintaan masukan dari para stakeholder terkait.
ADVERTISEMENT
Pada sesi penutupan rangkaian pertemuan MAG IGF kali ini, Masango pun menyampaikan data bahwa sudah ada 130 proposal workshop tematik yang masuk ke sekretariat. Adapun untuk permohonan booth eksibisi, terdata sudah ada 37 proposal. Tentu saja karena keterbatasan ruangan dan slot acara, setiap proposal dan pengajuan booth akan diseleksi dan ditentukan dengan cermat oleh Sekretariat IGF. Pertemuan lanjutan MAG IGF akan berlangsung pada Juni 2019 di Berlin, Jerman.
Penulis: Donny B.U**
*) Tulisan ini adalah laporan terbuka kepada publik dan pemangku kepentingan terkait.
**) Penulis hadir pada Forum WSIS 2019 dan rapat MAG IGF di Jenewa (Maret 2019) dalam kapasitas sebagai Perwakilan Tetap Indonesia untuk IGF - PBB. Penulis juga editor buku Pengantar Tata Kelola Internet dan dapat dihubungi melalui http://donnybu.id
ADVERTISEMENT