Konten dari Pengguna

Indonesia Ajak MAG IGF PBB Membaca Kembali "IGF 2013 - Bali"

Literasi Digital Indonesia
Dikelola oleh Tim Komunikasi Publik Gerakan Nasional Literasi Digital SIBERKREASI (siberkreasi.id)
5 Juni 2019 21:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
clock
Diperbarui 29 Desember 2022 19:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Literasi Digital Indonesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Laporan dari MAG IGF 2019 - Berlin*

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
[ literasi digital ] Setelah 2017 dan 2018 diselenggarakan di Jenewa dan Paris, untuk Internet Governance Forum (IGF) global pada November 2019 dan tahun berikutnya akan berlangsung di Berlin dan Polandia. Hal tersebut menjadi salah satu informasi yang hangat dibahas dalam rapat hari pertama tentang persiapan IGF, 5/6/2019 di Berlin - Jerman. Pasalnya, lokasi pelaksanaan IGF tersebut 4 kali berturut-turut dilaksanakan di wilayah Eropa.
ADVERTISEMENT
"Mengapa PBB tidak mendorong agar pelaksanaan IGF tidak berturut-turut di kawasan Eropa saja?" demikian ditanyakan oleh Michael Ilishebo, anggota MAG dari stakeholder pemerintah yang berasal dari Zambia.
Sejumlah anggota MAG yang lain pun menggenapi kegusaran Michael tersebut dengan menanyakan tentang panduan apa saja yang yang harus disiapkan oleh suatu negara jika ingin menjadi host country, khususnya terkait finansial.
Rapat MAG - IGF, Berlin / Juni 2019 / Foto: Penulis
Menjawab pertanyaan Michael, Deniz Susar, perwakilan Departemen Ekonomi dan Sosial - PBB (UN DESA), institusi yang diberi mandat oleh Sekjen PBB untuk melaksanakan acara IGF tahunan, menegaskan bahwa pihaknya telah berusaha sebaik mungkin agar lokasi pelaksanaan IGF dapat ragam kawasan.
"Namun harus diingat, bahwa untuk menjadi tuan rumah pelaksanaan IGF, perlu ada komitmen politik dan komitmen finansial. We are working hard to take the IGF to other regions, tapi komitmen tersebut tidak mudah didapatkan," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Perlunya komitmen politik, karena memang menjadi tuan rumah IGF yang melibatkan banyak negara lain, perlu keseriusan pihak pemerintah untuk melakukan serangkaian kesepakatan dan negosiasi dengan PBB. Adapun komitmen finansial, tentu saja pihak tuan rumahlah yang memang harus menanggung biaya penyelenggaraan yang tak sedikit.
"Pada umumnya, host country tidak memberikan informasi kepada kami (PBB - red.) mengenai biaya pelaksanaan IGF di negara mereka. Tapi seperti IGF 2015 di Brazil, biayanya sekitar USD 2 juta," ditambahkan oleh Chengetai Masango, Manajer Program dan Teknologi IGF.
Rapat MAG - IGF, Berlin / Juni 2019 / Foto: Penulis
Pada kesempatan yang sama, penulis pun menyampaikan ajakan kepada para peserta rapat untuk membaca kembali catatan pengalaman Indonesia dalam menjalankan IGF 2013 di Bali. "I encourage the MAG Members to read the full report of the IGF 2013 Bali. Di dalamnya ada beberapa hal teknikal, juga hitung-hitungan biaya dan (dana) sponsor terkait pelaksanaan IGF 2013," demikian penulis menyampaikan.
ADVERTISEMENT
Laporan yang teraudit dan terbuka tersebut, disampaikan pula oleh penulis, telah disampaikan sebagai laporan resmi kepada pihak PBB dan Sekretariat IGF dan dapat diunduh di http://igf.id. Dan tentu saja "I think everybody would agree that bali was a lovely plave to have an IGF," tandas Lynn Amour, Chair MAG IGF, yang memimpin rapat kali ini.
Penulis: Donny B.U**
*) Tulisan ini adalah laporan terbuka kepada publik dan pemangku kepentingan terkait.
**) Penulis hadir pada rapat MAG IGF di Berlin (Juni 2019) dalam kapasitas sebagai Perwakilan Tetap Indonesia untuk IGF - PBB. Penulis juga editor buku Pengantar Tata Kelola Internet dan dapat dihubungi melalui http://donnybu.id