Konten dari Pengguna

Indonesia: Ekonomi Digital Perlu Ditopang Ekosistem yang Kuat

Literasi Digital Indonesia
https://kumparan.com/literasidigital-indonesia
10 April 2019 23:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
clock
Diperbarui 23 September 2024 17:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Literasi Digital Indonesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Laporan dari Forum WSIS 2019*

Sesi High-Level Policy Panel WSIS 2019 dengan Prof. Ahmad Ramli sebagai salah satu panelis
zoom-in-whitePerbesar
Sesi High-Level Policy Panel WSIS 2019 dengan Prof. Ahmad Ramli sebagai salah satu panelis
ADVERTISEMENT
[ literasi digital ] Keunggulan Indonesia dalam hal ekonomi digital, ditekankan kembali pada forum tahunan World Summit on the Information Society (WSIS). Indonesia, dengan posisi sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, pun terus membangun kemampuan ekosistem digitalnya.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika, Prof. Ahmad Ramli, dalam salah satu sesi High-Level Policy Panel WSIS 2019 bertajuk Ekonomi Digital dan Perdagangan, Rabu (10/4/2019) di CICG – Jenewa.
“Sebagai negara dengan target kontribusi GDP senilai USD 130 billion dari sektor ekonomi pada 2020 nanti, Indonesia terus membangun ekosistem digitalnya. Salah satunya adalah penyelesaian pembangunan Jaringan Tulang Punggung Berkapasitas Tinggi Nasional, Palapa Ring,” demikian dipaparkan oleh Ahmad Ramli.
Perkembangan Palapa Ring (Kemkominfo)
Dengan tersedianya jaringan infrastruktur Palapa Ring yang dapat melayani Internet berkecepatan tinggi di lebih dari 440 kota dan kabupaten, ditambah dengan jumlah pengguna Internet Indonesia yang kini telah berjumlah 150 juta orang, sebagaimana disampaikan oleh Ahmad Ramli, juga dapat mendorong inklusifitas dan adopsi sektor finansial dan pembayaran digital di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Indonesia pun memaparkan lebih lanjut tentang upaya yang dilakukan dalam membangun ekosistem digital, melalui pendekatan multistakeholder semisal Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi, Program Nasional 1000 Startup, Next Indonesia Unicorn (Nexticorn), Go Online Program dan Digital Talent Scholarship.
Perspektif Global
Sudut pandang lain diberikan oleh pejabat dari beberapa negara dan sektor swasta, di antaranya H.E. Mikail Mamonov, Deputi Menteri Pengembangan Digital, Komunikasi, dan Media Massa Federasi Rusia; Khaled Fattal dari MLi Group; dan Masanori Kondo, Deputi Sekjen Asia-Pacific Telecommunity. Dalam merespon tren perdagangan berbasis digital, ketiganya memiliki pandangan masing-masing yang memperkaya diskusi.
Mamonov mengabarkan bahwa Rusia tengah fokus mengamankan sistem pembayaran daring, alih-alih membuatnya go international seperti yang ditempuh oleh Alipay dari Tiongkok. Federasi yang kerap dijuluki negeri Beruang Merah ini telah membangun ekosistem pembayaran daring yang menyeluruh di seluruh wilayahnya. Mamonov mengaku ia tidak lagi perlu membawa uang fisik sebab pundi-pundinya kini bisa diakses lewat gawai.
Ilustrasi (ist.)
Sementara itu, Kondo yang mewakili Asia-Pasific Telecommunity selaku organisasi lintas-pemerintah, menggarisbawahi pentingnya kolaborasi untuk mencapai trasformasi ekonomi menyeluruh. Beliau membeberkan proses yang perlu dicapai bagi pemangku kepentingan, baik dari sisi pemerintah, masyarakat atau konsumen, dan komunitas internasional. Pemerintah perlu merancang kerangka kebijakan dan regulasi yang memudahkan aktor-aktor ekonomi digital berkembang. Lantas, upaya ini mesti didukung oleh platform bisnis internasional yang mampu menaungi potensi dari masing-masing negara. Ketika dua poin di atas berjalan mulus, maka secara otomatis pola pikir masyarakat atau konsumen mengenai ekonomi digital bergerak positif.
Pembukaan WSIS 2019 oleh Sekjen ITU Houlin Zhao
Mengambil posisi berbeda, Fattal memperingatkan hadirin soal ancaman dunia digital yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Dilatari oleh kompetensinya sebagai direktur perusahaan perlindungan siber, ia menuntut rezim pengambil keputusan untuk segera bergegas mengejar ketertinggalan. Menurutnya ancaman siber berkembang secara eksponensial, apabila upaya membendungnya tidak sepadan maka ekonomi global serta kemaslahatan publik menjadi taruhannya. “Sistem abad 21 tidak bisa terus-menerus diatur oleh lembaga yang menganut mekanisme abad ke-20,” tutupnya.
ADVERTISEMENT
*) Tulisan ini adalah laporan terbuka kepada publik dan pemangku kepentingan terkait.