Konten dari Pengguna

Pertarungan Gender di Taman Sosial: Dilarang Mencintai Bunga-Bunga

Litza Nadya Marita
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
30 Juli 2024 6:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Litza Nadya Marita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi lelaki dengan bunga (sumber:https://www.pexels.com).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi lelaki dengan bunga (sumber:https://www.pexels.com).
ADVERTISEMENT
Dilarang Mencintai Bunga-Bunga adalah sebuah cerpen karya Kuntowijoyo yang mencerminkan kedalaman dan kompleksitas isu gender melalui narasi yang memikat. Kuntowijoyo, seorang penulis terkemuka dalam sastra Indonesia, menyajikan karya ini dengan sentuhan khas yang menyoroti pergulatan antara maskulinitas dan feminitas dalam konteks sosial yang kental.
ADVERTISEMENT
Cerpen ini pertama kali diterbitkan oleh Jakarta : Penerbit Noura Books, 2016 Bandung : Mizan Media Utama (MMU). Dalam karya ini, Kuntowijoyo menggunakan alur yang langsung dan efisien, menciptakan pengalaman membaca yang intens dan mendalam dalam waktu singkat. Dilarang Mencintai Bunga-Bunga mengeksplorasi tema utama berupa konflik gender, menampilkan bagaimana konstruksi sosial memengaruhi identitas dan hubungan antar tokoh.
Dalam dimensi sosiologis cerpen ini, pergulatan gender menjadi fokus utama. Gender, dalam konteks ini, merujuk pada sifat-sifat yang dianggap melekat pada individu berdasarkan kategori laki-laki atau perempuan, yang dikonstruksi melalui proses sosial dan budaya. Secara tradisional, femininitas sering diasosiasikan dengan kelemahlembutan, kecantikan, emosionalitas, dan sifat keibuan, sementara maskulinitas dikaitkan dengan kekuatan, rasionalitas, kejantanan, dan keberanian. Sifat-sifat ini, meskipun dikategorikan secara stereotipikal, sebenarnya bersifat fleksibel dan dapat diterbalikkan. Dengan demikian, terdapat laki-laki yang menunjukkan kecenderungan emosional dan kelemahlembutan, serta perempuan yang menampilkan kekuatan dan rasionalitas. Cerpen ini mengungkapkan pergulatan gender yang dialami oleh tokoh utama, menyoroti dinamika dan kompleksitas identitas gender yang melampaui batasan-batasan konvensional tersebut.
ADVERTISEMENT
Feminitas
“Tentu saja kau boleh memelihara bunga. Bagus sekali bungamu itu. Itu berwarna violet. Bunga ini anggrek namanya. Aku suka bunga. Kuambil vas, engkau boleh mengisinya dengan air. Dan, bunga itu ditaruh didalamnya. Kamar ini akan berubah jadi kamar yang indah”.
Maskulinitas
Ayah mengamati aku dari atas ke bawah. Dia berdiri dan menjangkau tangan kananku. Katanya: “Untuk apa bunga ini, heh?” Aku tidak tahu karena apa, telah mencintai bunga ditanganku ini. Ayah meraih. Merenggutnya dari tanganku. Kulihat bongkah otot ayah menggengam bunga kecil itu. Aku menahan untuk tidak berteriak. “Laki-laki tidak perlu bunga, Buyung. Kalau perempuan, bolehlah. Tetapi, engkau lakilaki.”
Feminitas
Aku membungkuk. Memungut bunga-bunga itu. Dari mataku keluar air mata. Aku ingin menangis, bukan karena takut ayah. Tetapi, bunga-bunga itu! Aku harus membuangnya jauh jauh dengan tangan ku. Bungabunga itu penuh ditanganku. Tampaknya ibu sangat senang kepadaku karena aku mulai bertingkah halus. Kamarku selalu bersih. Tersedia bunga-bunga. Setidaknya dengan usaha keras agar ayah tidak sempat melihat. Aku sudah punya jambagan bunga sendiri. Tidak mengganggu alat rumah tangga ibuku. Tempat tidurku rapi. Masuklah kekamarku, kapan saja. Bau harum bunga. Dan, matamu takan puas-puasnya menikmati warna indah bunga-bunga.
ADVERTISEMENT
Maskulinitas
“Kau pergi mencari bunga-bunga itu. Untuk apa, heh?” Tenggorokanku tersumbat. Aku diam-diam. Tidak berani menatap wajah ayah. “Cari dimana?” Tetapi, aku harus menyembunyikannya dari mana asal bunga-bunga itu. “Di sungai, Yah,” kataku berbohong. Ayah merampas bungaku. Dan membuangnya ke tempat sampah. Perasaan yang kemarin datang lagi. Aku ingin mengambilnya kembali. “Engkau mulai cengeng, Buyung. Boleh ke sungai untuk berenang, bukan mencari bunga.”
“Untuk apa bunga-bunga ini,Buyung?”
“Ayo, buang jauh-jauh bungabunga itu, heh!”
“Untuk apa tangan ini, heh?” dia mengangkat kedua tanganku dengan kedua tangannya. Aku tidak tahu jadi diam saja.
“Untuk kerja! Engkau laki-laki. Engkau seorang laki-laki. Engkau mesti kerja. Engkau bukan Iblisatau malaikat, Buyung. Ayo timba air banyak-banyak. Cuci tanganmu untuk kotor kembali
ADVERTISEMENT
oleh kerja. Tahu!”
“Engkau mesti bekerja. Sungai perlu jembatan. Tanur untuk melunakkan besi perlu didirikan. Terowongan mesti digali. Dam dibangun. Gedung didirikan. Sungai dialirkan. Tanah tandus disuburkan. Mesti, mesti, Buyung. Lihat tanganmu!”
Ayah meraih tanganku. “Untuk apa tangan ini, heh?”
Aku berpikir sebentar. “Untuk apa tangan ini, Buyung?”
Tanya ayah mengulang. Kemudian aku menemukan jawaban.
“Kerja!” kataku.
Berbagai pergeseran dan konflik antara maskulinitas dan feminitas yang dialami oleh tokoh utama dalam cerpen ini pada akhirnya mengarah pada sebuah pernyataan signifikan. Tokoh utama, setelah menghadapi dan meresapi berbagai tantangan terkait konstruksi gender, merumuskan pandangannya dalam bentuk pernyataan yang mendalam. Pernyataan tersebut mencerminkan pemahaman yang lebih luas mengenai bagaimana identitas gender terbentuk dan dipahami dalam kerangka sosial dan budaya. Dengan demikian, pernyataan tokoh utama menggarisbawahi kompleksitas dan fleksibilitas identitas gender yang sering kali melebihi batasan-batasan stereotipikal yang ada. Berikut, bukti kutipan:
ADVERTISEMENT
Malam hari aku pergi tidur dengan kenangan-kenangan dikepala. Kakek ketenangan jiwa-kebun bunga, Ayah kerja-bengkel, Ibu mengaji-masjid. Terasa aku harus memutuskan sesuatu. Sampai jauh malam baru aku akan tertidur.
“Bagaimanapun, aku adalah anak ayah dan ibuku.”
Karya sastra tidak dapat dipisahkan dari dimensi sosial yang menyertainya, karena karya sastra "hidup" dalam konteks masyarakat yang merupakan sumber inspirasi dan refleksinya. Setiap karya sastra mengandung nilai-nilai sosial yang mencerminkan hubungan erat antara teks dan masyarakat. Dalam cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga karya Kuntowijoyo, terdapat beberapa dimensi sosiologis yang dapat diidentifikasi, termasuk pergulatan antara maskulinitas dan feminitas. Pergulatan ini menyoroti bagaimana konstruksi gender berperan dalam membentuk dinamika sosial yang dihadapi oleh tokoh-tokohnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kuntowijoyo. 2016. Dilarang Mencintai BungaBunga. Bandung: Noura.
ADVERTISEMENT