Konten dari Pengguna

Teori Belajar Kognitif, Pendekatan Konstruktivisme, dan Strategi Metakognitif

Litza Nadya Marita
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
26 Oktober 2024 16:35 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Litza Nadya Marita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi strategi kelompok. (sumber: pexels.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi strategi kelompok. (sumber: pexels.com)
ADVERTISEMENT
Teori belajar kognitif, pendekatan konstruktivisme, dan metakognitif merupakan kerangka konseptual yang penting dalam dunia pendidikan, yang berfokus pada bagaimana individu memperoleh, mengolah, dan menerapkan pengetahuan. Teori belajar kognitif menekankan peran pikiran dalam proses belajar, menggarisbawahi bahwa siswa aktif dalam memproses informasi, menyimpan pengetahuan, dan menggunakan strategi berpikir untuk memahami konsep-konsep baru. Dalam perspektif ini, belajar dilihat sebagai aktivitas mental yang kompleks, yang melibatkan pengolahan informasi dan pemecahan masalah.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, pendekatan konstruktivisme memperkuat gagasan bahwa pembelajaran terjadi secara aktif dan sosial. Konstruktivisme berargumen bahwa siswa membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman, interaksi, dan refleksi. Pendekatan ini mendorong keterlibatan siswa dalam proses belajar, dengan memberi mereka kesempatan untuk mengeksplorasi, berdiskusi, dan berkolaborasi dalam konteks nyata. Melalui konstruktivisme, siswa tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga sebagai peserta aktif yang mengaitkan pengetahuan baru dengan pengalaman dan pemahaman yang sudah ada.
Selanjutnya, konsep metakognisi menjadi elemen kunci dalam meningkatkan efektivitas belajar. Metakognisi mencakup kesadaran dan pengendalian individu terhadap proses berpikir mereka sendiri, yang memungkinkan mereka untuk merencanakan, memantau, dan mengevaluasi strategi belajar yang digunakan. Dengan keterampilan metakognitif yang baik, siswa dapat lebih mudah mengidentifikasi metode yang paling efektif untuk belajar, serta menyesuaikan pendekatan mereka untuk mencapai hasil yang optimal.
ADVERTISEMENT
Dalam tulisan ini, kita akan menggali lebih dalam tentang teori belajar kognitif, pendekatan konstruktivisme, dan metakognisi, serta bagaimana ketiga elemen ini saling berinteraksi untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih kaya dan bermakna. Pemahaman yang mendalam mengenai ketiga aspek ini akan membantu pendidik dalam merancang strategi pengajaran yang mendukung perkembangan siswa sebagai pembelajar yang mandiri dan kritis.
Teori Belajar Kognitif
Teori psikologi kognitif memiliki peran penting dalam pendidikan dengan menekankan proses mental internal seperti motivasi dan keyakinan, yang esensial untuk memahami perilaku individu. Berbeda dengan behaviorisme yang mengabaikan aspek mental, pendekatan kognitif menganggap belajar sebagai proses mental yang melampaui perilaku fisik, di mana pemahaman individu terhadap situasi lebih berpengaruh daripada reaksi otomatis terhadap stimulus.
ADVERTISEMENT
Kurt Lewin mengembangkan teori cognitive field, yang menyoroti interaksi antara individu dan lingkungan sosial melalui konsep life space, mencakup faktor internal seperti tujuan dan kebutuhan. Proses belajar terjadi akibat perubahan struktur kognitif, dengan penekanan pada peran motivasi.
Jean Piaget mengemukakan bahwa kemampuan mental anak berkembang kualitatif melalui interaksi dengan lingkungan, dari konkret menuju abstrak, serta membedakan antara skema bawaan dan skema mental. Ia mendefinisikan kecerdasan berdasarkan struktur, isi, dan fungsi adaptasi, yang melibatkan asimilasi dan akomodasi.
Jerome Bruner memperkenalkan discovery learning, yang mendorong siswa untuk aktif menemukan makna melalui eksplorasi, bukan sekadar menerima informasi. Bruner menekankan perlunya kurikulum yang mendukung perkembangan intelektual siswa dan mengutamakan ganjaran intrinsik.
Ketiga teori ini menekankan interaksi individu dengan lingkungan, perkembangan kognitif, dan peran aktif siswa, memberikan panduan untuk praktik pendidikan yang efektif.
ADVERTISEMENT
Pendekatan Konstruktivisme
Konstruktivisme, yang berasal dari kata Belanda "to construct" (membangun), adalah suatu aliran filsafat yang menegaskan bahwa pengetahuan dibangun melalui proses pembelajaran aktif dan interaksi sosial. Pendekatan ini menyatakan bahwa individu menciptakan pengetahuan berdasarkan pengalaman mereka, bukan sekadar dari persepsi sensori. Ada dua gagasan utama dalam konstruktivisme: peran aktif pembelajar dalam proses pembentukan pengetahuan dan pentingnya interaksi sosial.
Teori Konstruktivisme yang dikemukakan oleh Vygotsky menyoroti bahwa perkembangan individu dipengaruhi oleh interaksi sosial serta konteks budaya. Konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD) menjelaskan bagaimana budaya membentuk kognisi dan sebaliknya. Di sisi lain, konstruktivisme individual menekankan pengembangan kognitif dan emosional individu, dengan fokus pada aspek seperti pengalaman pribadi, proses kognitif, dan refleksi.
ADVERTISEMENT
Prinsip dasar dari konstruktivisme mencakup pembelajaran yang bersifat aktif, penyelesaian konflik kognitif melalui pengalaman dan refleksi, serta pentingnya dukungan sosial dalam proses belajar. Model pembelajaran yang sejalan dengan konstruktivisme termasuk pembelajaran kooperatif dan Problem Based Learning (PBL), di mana siswa aktif terlibat dalam membangun konsep.
Proses pengkonstruksian pengetahuan melibatkan interaksi antara pengalaman dan pengetahuan yang sudah ada, dengan faktor-faktor yang memengaruhi seperti pengetahuan sebelumnya, pengalaman, interaksi sosial, dan konteks belajar yang mendukung.
Strategi Metakognitif
Menurut Marzano, metakognisi adalah kesadaran terhadap proses berpikir yang membantu individu mengendalikan tindakannya. Ia membagi metakognisi menjadi dua aspek: (1) pengetahuan dan kontrol diri serta (2) pengetahuan dan kontrol terhadap proses. Metakognisi penting dalam pembelajaran karena membantu siswa merencanakan, memantau, dan mengevaluasi strategi belajar mereka, sehingga meningkatkan kemandirian dan kemampuan pemecahan masalah.
ADVERTISEMENT
John Flavell mengidentifikasi langkah-langkah pelaksanaan metakognisi dalam pembelajaran, yang meliputi perencanaan, pengetahuan, penyusunan strategi, pemantauan kemajuan, evaluasi, dan penarikan kesimpulan. Teks juga menjelaskan peran media pembelajaran dalam mendukung proses belajar, dengan menekankan fungsi media dalam memberikan pengalaman nyata, menarik perhatian siswa, dan meningkatkan hasil belajar.
Hamalik menekankan bahwa media pembelajaran berfungsi untuk menciptakan hubungan yang efektif antara siswa dan konten pembelajaran serta sebagai alat komunikasi antara guru dan siswa. Media pendidikan juga membantu memperbesar perhatian siswa, memberikan pengalaman konkret, dan mendukung perkembangan pemikiran yang teratur.
Strategi yang dapat dipakai dari Metakognitiv, yaitu sebagai berikut:
1. Perencanaan (Planning): Mengidentifikasi tujuan belajar dan merencanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut
2. Penguasaan Pengetahuan (Knowledge): Mengumpulkan pengetahuan yang relevan yang dapat digunakan saat diperlukan dalam proses belajar.
ADVERTISEMENT
3. Penyusunan Strategi (Strategies to use to get there): Mengembangkan dan menerapkan berbagai strategi yang tepat untuk mencapai tujuan belajar.
4. Pemantauan Proses (Monitoring progress): Mengawasi dan mengevaluasi kemajuan dalam proses belajar untuk memastikan bahwa strategi yang diterapkan efektif.
5. Evaluasi (Evaluating): Menilai hasil dari proses belajar dan strategi yang digunakan, untuk menentukan apakah mereka mencapai tujuan yang diinginkan.
6. Penarikan Kesimpulan (Terminating): Menyimpulkan hasil dari proses belajar, termasuk mengenali kekuatan dan kelemahan dalam pemahaman dan keterampilan.
Dengan menerapkan strategi-strategi ini, siswa dapat meningkatkan kesadaran metakognitif mereka, yang berkontribusi pada kemampuan mereka dalam belajar dan memecahkan masalah secara efektif.