Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Indonesia Darurat KDRT
18 Juli 2023 15:56 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Liyana Amalina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Data terakhir yang diberikan oleh Lembaga Layanan, tercatat sebanyak 9.806 kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani. Dari jumlah tersebut, kasus kekerasan terhadap istri merupakan jenis kekerasan yang paling banyak terjadi dengan jumlah 622 kasus.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kasus kekerasan dalam pacaran juga cukup signifikan dengan jumlah 3.528 kasus. Sedangkan kasus kekerasan terhadap anak perempuan mencapai 725 kasus. Terdapat juga kasus kekerasan dalam rumah tangga yang melibatkan pihak lain selain pasangan suami-istri, dengan jumlah 421 kasus.
Selain itu, terdapat juga kasus kekerasan terhadap mantan pacar sebanyak 163 kasus, kekerasan terhadap mantan suami sebanyak 47 kasus, dan sebanyak 83 kasus kekerasan lainnya di ranah personal.
Dalam hal bentuk kekerasan yang terjadi, kekerasan fisik merupakan bentuk yang paling sering terjadi (Lembar Fakta Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2023 Kekerasan Terhadap Perempuan di Ranah Publik dan Negara: Minimnya Pelindungan dan Pemulihan, 2023).
Di Indonesia, ada beberapa undang-undang dan peraturan yang berhubungan dengan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga). Namun, ketika kita meninjau regulasi ini, dapat diidentifikasi beberapa kelemahan atau kekurangan yang dapat membatasi efektivitas penegakan hukum dan perlindungan korban KDRT.
Salah satu kelemahan yang mungkin terdapat dalam peraturan terkait KDRT adalah rendahnya hukuman yang diberikan kepada pelaku kekerasan. Meskipun hukum Indonesia menghukum pelaku KDRT, kadang-kadang sanksi yang diberikan terlalu ringan.
ADVERTISEMENT
Hal ini dapat menyebabkan pelaku tidak merasa terdeterminasi atau tidak memiliki kekhawatiran yang cukup dalam melanjutkan tindakan kekerasan. Perlunya memperkuat hukuman yang lebih tegas dan memberikan efek jera bagi pelaku menjadi perhatian penting dalam meningkatkan efektivitas perlindungan bagi korban KDRT.
Selain itu, tantangan dalam implementasi dan penerapan hukum KDRT juga terjadi di tingkat lokal. Salah satunya adalah kurangnya koordinasi dan kolaborasi antara lembaga penegak hukum, seperti kepolisian, pengadilan, dan lembaga sosial.
Kurangnya komunikasi yang baik antara lembaga-lembaga ini dapat menyebabkan rendahnya efisiensi dalam menangani kasus KDRT. Selain itu, terbatasnya sumber daya manusia, anggaran, dan infrastruktur di tingkat lokal juga dapat membatasi kemampuan dalam menegakkan hukum dan memberikan perlindungan yang memadai bagi korban.
ADVERTISEMENT
Tantangan lainnya adalah masalah stigma sosial terhadap korban KDRT. Kadang-kadang, korban menghadapi tekanan dari keluarga atau masyarakat untuk tetap tinggal di dalam hubungan yang berkekerasan, atau mereka mungkin enggan melaporkan kasus KDRT karena takut akan pemutusan hubungan atau stigma yang terkait dengan pengaduan tersebut.
Dibutuhkan upaya yang lebih besar dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melawan KDRT, menghilangkan stigma, dan memberikan dukungan kepada korban tindak kekerasan dalam rumah tangga.
Secara keseluruhan, untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum dan perlindungan korban KDRT di Indonesia, perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan terhadap undang-undang dan peraturan yang ada.
Hal ini meliputi penguatan sanksi hukum yang lebih tegas, peningkatan koordinasi antara lembaga penegak hukum, peningkatan sumber daya manusia, anggaran, dan infrastruktur di tingkat lokal, serta upaya edukasi dan sosialisasi yang lebih luas untuk mengubah sikap dan menghilangkan stigma sosial terhadap korban KDRT.
ADVERTISEMENT
Kurangnya pendidikan dan kesadaran tentang KDRT di masyarakat Indonesia menjadi salah satu masalah yang signifikan. Untuk mengkritisi situasi ini, perlu dipahami bahwa pendidikan dan kesadaran yang memadai sangat penting dalam melawan KDRT, menghilangkan stigma, dan meningkatkan perlindungan bagi korban.
Namun, ada tantangan dalam mencapai target populasi yang lebih luas. Dan, juga diperlukannya kampanye publik yang lebih kuat untuk dapat mencapai hal tersebut.
Efektivitas program-program pendidikan yang ada perlu dievaluasi secara kritis. Beberapa program pendidikan tentang KDRT telah diluncurkan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi non-pemerintah. Namun, keberhasilan program-program ini sering kali terbatas dalam mencapai target populasi yang lebih luas.
Salah satu tantangan yang dihadapi adalah keterbatasan akses ke program pendidikan tersebut, terutama di daerah terpencil atau wilayah dengan sumber daya yang terbatas. Jarak geografis, kurangnya infrastruktur pendidikan, dan rendahnya tingkat literasi juga dapat mempengaruhi efektivitas program pendidikan KDRT.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pentingnya mengubah sikap dan menghilangkan stigma terkait KDRT memerlukan kampanye publik yang lebih kuat. Saat ini, masih terdapat stigma dan pemahaman yang keliru di masyarakat tentang KDRT.
Beberapa orang mungkin menganggap KDRT sebagai masalah pribadi yang tidak perlu dicampuri, atau ada pandangan bahwa korban mungkin bertanggung jawab atas tindakan kekerasan yang mereka alami. Ini adalah kesalahpahaman yang berbahaya yang perlu diperbaiki melalui kampanye publik yang komprehensif.
Kampanye publik yang lebih kuat harus bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang KDRT dan mempromosikan sikap yang nol toleransi terhadap kekerasan dalam rumah tangga.
Informasi yang akurat dan mudah dipahami tentang definisi KDRT, jenis kekerasan yang termasuk, dan konsekuensinya perlu disebarkan secara luas melalui media massa, jejaring sosial, dan saluran komunikasi lainnya.
ADVERTISEMENT
Kampanye ini juga harus menyoroti pentingnya melaporkan kasus KDRT dan menyediakan informasi tentang layanan dukungan yang tersedia bagi korban.
Pentingnya pendidikan tentang KDRT tidak hanya terbatas pada korban dan masyarakat umum, tetapi juga melibatkan pendidikan yang lebih luas untuk mengubah sikap pelaku dan mencegah KDRT.
Ini dapat dilakukan melalui program-program pendidikan yang terintegrasi dalam kurikulum sekolah, pelatihan karyawan, dan penyuluhan komunitas. Pendidikan ini harus mengajarkan nilai-nilai kesetaraan gender, resolusi konflik yang non-kekerasan, dan pentingnya menghormati hak-hak individu.
Selain itu, melibatkan tokoh masyarakat, pemimpin agama, dan influencer sosial dalam kampanye publik dapat membantu mencapai target populasi yang lebih luas dan meningkatkan dampaknya.
Mereka dapat memainkan peran penting dalam menyebarkan pesan-pesan anti-KDRT, mendukung korban, dan membantu menghilangkan stigma sosial yang terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga.
ADVERTISEMENT