Konten dari Pengguna

Titik Perjumpaan Dengan Owa Jawa di TNUK, Penyanyi Rimba yang Terancam Punah

Liyanti Putri Lathifah
Mahasiswi program studi Pendidikan Matematika dan anggota KPA Arkadia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
11 November 2024 14:48 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
49
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Liyanti Putri Lathifah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Taman Nasional Ujung Kulon, yang terletak di bagian paling barat Pulau Jawa, Indonesia, didirikan pada 26 Februari 1992 dan menjadi salah satu Warisan Dunia UNESCO. Luasnya mencapai 122.956 hektar yang terdiri dari 78.619 hektar daratan dan 44.337 hektar perairan. Taman Nasional Ujung Kulon menawarkan destinasi wisata alam yang menarik, seperti Pulau Peucang, Padang Penggembalaan Cidaon, Kepulauan Handeuleum, Pantai Selatan, curug, serta berbagai aktivitas petualangan seperti wisata Gua Sanghyang Sirah.
curug Paniis sebagai salah satu objek wisata di TNUK. sumber: dokumentasi tim ekspedisi Saltu Tectum
zoom-in-whitePerbesar
curug Paniis sebagai salah satu objek wisata di TNUK. sumber: dokumentasi tim ekspedisi Saltu Tectum
Taman Nasional Ujung Kulon juga menjadi pusat penelitian dan pendidikan mengenai ekosistem tropis, konservasi spesies, dan manajemen kawasan konservasi. Banyak peneliti yang datang untuk mempelajari keberagaman hayati dan upaya pelestarian spesies langka di kawasan ini. Meskipun berada di bawah perlindungan, satwa-satwa dilindungi yang berada di dalam Taman Nasional Ujung Kulon masih menghadapi ancaman mulai dari kegiatan ilegal seperti perburuan liar dan perusakan habitat, hingga faktor alam seperti aktivitas vulkanik di sekitar Ujung Kulon contohnya, Gunung Krakatau yang meletus pada tahun 2018 menimbulkan dampak terhadap ekosistem di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon khususnya wulayah resort Tamanjaya.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia, bersama dengan lembaga internasional dan organisasi konservasi, terus melakukan upaya untuk melindungi ekosistem baik flora maupun fauna di Taman Nasional ini. Upaya konservasi yang meliputi patroli rutin, penelitian, edukasi terhadap Masyarakat, dan penanaman kembali vegetasi terus dilakukan oleh pihak Taman Nasional dan melibatkan masyarakat desa penyangga taman nasional serta pihak akademisi. Upaya pihak Taman Nasional dalam melibatkan masyarakat sekitar dapat dilihat dengan adanya pembentukan Pusat Pendidikan Konservasi Berbasis Masyarakat (PPKBM) di Desa Ujungjaya. PPKBM ini dikelola oleh masyarakat setempat dan bertujuan untuk mendidik publik tentang pentingnya konservasi serta potensi lokal desa tersebut. Melalui fasilitas yang disediakan, seperti gedung serba guna dan pusat informasi, masyarakat dapat berperan aktif dalam memperkenalkan potensi pariwisata desa, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
ADVERTISEMENT
Dalam menjaga kelestarian lingkungan konservasi, diperlukan adanya penelitian terhadap spesies langka. Namun banyak penelitian konservasi dan ekologi lebih terfokus pada spesies yang lebih terkenal dan mudah diakses saja, seperti Badak Jawa, Macan Dahan, Rusa Jawa, Kera Jawa, Burung Langka, dan Penyu Laut, yang memiliki perhatian internasional lebih besar. Disisi lain ada spesies langka di Taman Nasional Ujung Kulon yang sering kali kurang mendapat prioritas, salah satunya adalah Owa Jawa (Hylobates Moloch).

Owa Jawa (Hylobates Moloch) adalah spesies primata yang termasuk dalam keluarga Hylobatidae dan hanya ditemukan di pulau Jawa, Indonesia. Owa Jawa sebagai salah satu spesies yang langka dan terancam punah dengan populasi sangat terbatas dikenal akan suara khasnya yang nyaring dan merdu serta cara bergeraknya yang sangat lincah, mereka melakukan akrobat dari satu pohon ke pohon lain dengan kecepatan yang tinggi dan indah.

Maka dari itu tim Kepetualangan ekspedisi Saltu Tectum anggota muda KPA Arkadia Sintuwu Maroso mengambil primata Owa Jawa sebagai objek penelitian. Dalam pelaksanaannya tim Kepetualangan melakukan pencarian titik perjumpaan dengan Owa Jawa di wilayah resort Tamanjaya, menggunakan metode jalur/ line transect. Metode jalur merupakan metode umum yang digunakan untuk menduga kepadatan dan ukuran populasi suatu spesies primata. Panjang jalur pengamatan yang digunakan sekitar antara 1-4 km. Sedangkan lebar jalur yang digunakan adalah 50 meter ke arah sisi kanan dan kiri atau lebar total 100 meter. Ukuran lebar tersebut didasarkan dengan kemampuan daya pandang seorang pengamat maksimal 50 meter.
ADVERTISEMENT
kegiatan pengamatan Owa Jawa oleh tim ekspedisi Saltu Tectum dan petugas TNUK. sumber: dokumentasi tim ekspedisi Saltu Tectum
Selain menggunakan metode jalur, kami juga menggunakan metode triangle count dan intersection. Metode triangle count digunakan dalam pengamatan tidak langsung, seperti aktivitas bersuara Owa Jawa. Metode ini didasarkan pada perpotongan dua garis lurus dari dua titik pasti yang dimana menjadi dugaan lokasi kelompok Owa Jawa yang sedang melakukan aktivitas bersuara. Titik pasti tersebut merupakan tempat dilakukannya pembidikan azimuth atau sudut arah menggunakan kompas.
pembidikan dan pencatatan sudut/ azimuth oleh tim ekspedisi Saltu Tectum. sumber: dokumentasi tim ekspedisi Saltu Tectum
Berikut adalah peta titik perjumpaan dan tabulasi data perjumpaan dengan Owa Jawa hasil dari tim Kepetualangan anggota muda KPA Arkadia Sintuwu Maroso di Kawasan resort Tamanjaya, Taman Nasional Ujung Kulon, Pandeglang, Banten.
peta titik perjumpaan dengan Owa Jawa. sumber: dokumentasi tim ekspedisi Saltu Tectum
tabulasi data perjumpaan dengan Owa Jawa selama lima hari. sumber: tim ekspedisi Saltu Tectum
Berdasarkan peta perjumpaan, ditemukan enam titik perjumpaan dengan Owa Jawa pada jalur pemantauan yang melewati tiga pos pengamatan di Kawasan Gunung Honje resort Tamanjaya. Dalam tabulasi data harian perjumpaan dengan Owa Jawa menghasilkan di hari pertama pada pukul 06.56 aktifitas sosial morning call, dan dipukul 16.10 aktifitas moving. Dihari kedua tidak ditemukan aktifitas apapun. Dilanjut dihari ketiga terjadi aktifitas sosial yaitu morning call pada pukul 06.28 dan 06.48. kemudian dihari keempat tidak terjadi aktifitas apapun. Pada hari kelima pukul 08.02 dan 08.07 terjadi aktifitas sosial morning call yang disertai moving (direct). Dari keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan Owa Jawa di Gunung Honje resort Tamanjaya terjadi pada pagi pukul 06.00 – 10.00 dan sore hari pukul 15.00 – 18.00. Berdasarkan tabulasi data perjumpaan di atas dapat dilihat bahwa pada hari kedua dan keempat tidak terjadi pertemuan dengan Owa Jawa baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal tersebut dapat terjadi karena kecenderungan Owa yang akan memilih menghindar jika merasa ada gangguan atau ancaman. Dalam kasus ini Owa Jawa bisa saja menganggap tim kami sebagai sumber gangguan, sehingga setelah mereka melihat kami mereka memilih untuk tidak melewati jalur yang sama pada keesokan harinya.
ADVERTISEMENT
Informasi yang kami dapat dari penuturan petugas SPTN III, persebaran Owa Jawa yang ada di Taman Nasional Ujung Kulon khususnya di wilayah SPTN III Gunung Honje berada di tiga wilayah resort yaitu di resort Cilimus, resort Cimahi, dan resort Tamanjaya.
Jadi, hewan Owa Jawa ini merupakan salah satu hewan langka dan endemik yang artinya Owa Jawa hanya dapat ditemui pada tempat – tempat tertentu. Maka dari itu kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian primata ini sangatlah dibutuhkan agar proses konservasi dapat berjalan dengan lancar.