Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Dilema GDP of the Poor: Antara Eksploitasi Alam dan Kesejahteraan
17 Februari 2025 9:29 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari MOH ALI S M MPSDM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Indonesia menghadapi dilema besar dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Ekosistem yang sehat dianggap sebagai "kekayaan bagi kaum miskin", karena banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam. Namun, eksploitasi besar-besaran atas sumber daya ini sering kali justru memperburuk kesejahteraan mereka dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menghadapi berbagai tantangan lingkungan yang semakin kompleks, mulai dari deforestasi, polusi udara, krisis air bersih, hingga dampak perubahan iklim yang semakin nyata. Fenomena banjir bandang, kebakaran hutan, dan cuaca ekstrem menjadi indikasi bahwa eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan telah memberikan dampak negatif yang luas terhadap kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu, transisi menuju ekonomi hijau bukan hanya sekadar pilihan, tetapi sudah menjadi keharusan bagi Indonesia untuk menjamin kesejahteraan rakyat di masa depan. Melalui kebijakan yang tepat, pergeseran ini dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan rumah tangga, serta memperkuat daya saing ekonomi nasional.
Namun, jika tidak dikelola dengan baik, perubahan ini berisiko memperlebar kesenjangan sosial dan mengorbankan kelompok rentan. Lantas, bagaimana pemerintah dapat memastikan bahwa transisi ini benar-benar membawa kesejahteraan bagi rakyat Indonesia?
ADVERTISEMENT
Transisi Hijau dan Masa Depan Ekonomi Indonesia
Transisi menuju ekonomi hijau merupakan langkah krusial bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang semakin kompleks. Sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi berkelanjutan yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan.
Namun, untuk mencapai hal tersebut, diperlukan komitmen kuat dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam mengimplementasikan kebijakan dan praktik yang ramah lingkungan.
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan memainkan peran vital dalam perekonomian Indonesia. Mengutip data dari Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa selama periode 2019 hingga 2022, kontribusi rata-rata sektor ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 13,02%, menjadikannya sektor terbesar kedua setelah industri pengolahan.
ADVERTISEMENT
Namun, meskipun kontribusinya signifikan, banyak masyarakat yang bekerja di sektor ini masih berada dalam kategori miskin. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk akses terbatas terhadap teknologi modern, modal, dan pasar yang lebih luas.
Lantas mengapa ekosistem yang sehat dianggap sebagai "kekayaan bagi kaum miskin"?. Karena di Indonesia masih banyak masyarakat miskin yang bergantung pada sumber daya alam untuk bertahan hidup. Sementara itu, degradasi lingkungan seperti deforestasi, pencemaran air, dan penurunan kualitas tanah telah mengancam sumber mata pencaharian mereka.
Oleh karena itu, menjaga kelestarian ekosistem bukan hanya penting untuk lingkungan, tetapi juga untuk keberlanjutan ekonomi masyarakat miskin. Pemerintah Indonesia memang telah menetapkan target untuk menurunkan angka kemiskinan menjadi 7,5% pada tahun 2024. Meskipun demikian, hingga Maret 2024, persentase penduduk miskin masih berada di angka 9,03%, menurun 0,33% poin dibandingkan Maret 2023. Penurunan ini menunjukkan progres, namun upaya lebih intensif diperlukan untuk mencapai target yang telah ditetapkan.
ADVERTISEMENT
Salah satu strategi yang dapat diadopsi adalah melalui reformasi pajak yang pro-miskin. Dengan mengalihkan beban pajak dari masyarakat berpenghasilan rendah dan meningkatkan pendapatan rumah tangga, daya beli masyarakat akan meningkat, yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Selain itu, investasi dalam sektor energi terbarukan menjadi langkah strategis dalam transisi menuju ekonomi hijau. Hingga Oktober 2023, bauran energi terbarukan Indonesia baru mencapai 14,1%, masih jauh dari target 23% yang ditetapkan untuk tahun 2025.
Pemerintah perlu mempercepat pengembangan infrastruktur energi bersih dan memberikan insentif bagi investor untuk berpartisipasi dalam sektor ini. Pengembangan energi terbarukan tidak hanya akan mengurangi emisi gas rumah kaca, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kemandirian energi nasional.
ADVERTISEMENT
Pendidikan juga memegang peranan penting dalam mendukung transisi ekonomi hijau. Dengan meningkatnya pendapatan rumah tangga melalui reformasi pajak dan penciptaan lapangan kerja, tekanan bagi generasi muda untuk segera memasuki dunia kerja dapat berkurang.
Hal ini memungkinkan mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, menghasilkan tenaga kerja yang lebih terampil dan siap berkontribusi dalam ekonomi hijau. Namun, tantangan masih ada, mengingat angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi di Indonesia pada tahun 2022 hanya mencapai 31,45%, menunjukkan bahwa akses terhadap pendidikan tinggi masih perlu ditingkatkan.
Selain upaya di atas, penting bagi pemerintah untuk memperkuat regulasi dan penegakan hukum terkait perlindungan lingkungan. Deforestasi dan degradasi lahan masih menjadi masalah serius di Indonesia. Data menunjukkan bahwa selama periode 2015 hingga 2022, Indonesia kehilangan sekitar 3,4 juta hektar hutan.
ADVERTISEMENT
Kerusakan ekosistem ini tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati, tetapi juga sumber mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada hutan. Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku perusakan lingkungan dan implementasi kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan menjadi sangat penting.
Transisi menuju ekonomi hijau juga memerlukan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Sektor swasta dapat berperan melalui investasi dalam teknologi ramah lingkungan dan praktik bisnis berkelanjutan. Sementara itu, masyarakat sipil dapat berkontribusi melalui perubahan pola konsumsi dan partisipasi aktif dalam program-program pelestarian lingkungan. Kolaborasi ini akan mempercepat tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan dan memastikan bahwa manfaat dari pertumbuhan ekonomi dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Sementara dalam konteks global, Indonesia juga memiliki komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim. Implementasi ekonomi hijau sejalan dengan komitmen ini dan dapat meningkatkan posisi Indonesia di kancah internasional sebagai negara yang proaktif dalam menjaga lingkungan. Selain itu, dengan mengadopsi praktik ekonomi hijau, Indonesia dapat meningkatkan daya saing produknya di pasar global, mengingat konsumen internasional semakin memperhatikan aspek keberlanjutan dalam produk yang mereka konsumsi.
ADVERTISEMENT