Kota Kreatif Indonesia: Bagaimana dengan Kota Surabaya?

MOH ALI S M
Mahasiswa Pascasarjana Pengembangan Sumber Daya Manusia Universitas Airlangga Surabaya
Konten dari Pengguna
14 November 2023 12:20 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari MOH ALI S M tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Alun Alun Kota Surabaya sebagai Pusat Kota dan Museum dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Alun Alun Kota Surabaya sebagai Pusat Kota dan Museum dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia semakin dikenal sebagai negara dengan beragam kota kreatif yang menjadi pusat inovasi dan inspirasi. menurut UNESCO Indonesia sendiri memiliki empat kota yang terdaftar dalam Creative Cities Network salah satunya DKI Jakarta, Bandung, Ambon, dan Pekalongan, yang berhasil menjadi kota kreatif.
ADVERTISEMENT
Keempatnya tersebar di wilayah Jawa dan luar Jawa. UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) adalah badan khusus PBB yang bertugas pada bidang pendidikan dan kebudayaan. Badan ini mewadahi kota kreatif melalui Creative Cities Network.
Salah satu kota yang menonjol dalam perbincangan akhir-akhir ini adalah Surabaya. Dalam ulasan kali ini, saya akan menjelajahi langkah-langkah yang telah diambil oleh Surabaya untuk menjadi kota kreatif selanjutnya. Seperti yang kita tahu, Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia, tidak hanya dikenal sebagai pusat bisnis dan perdagangan, tetapi juga semakin di persepsi sebagai kota kreatif selanjutnya.
Konsep "kota kreatif" telah menjadi sorotan utama dalam perencanaan perkotaan modern, dan Surabaya terlihat sebagai salah satu contoh yang terus berusaha dalam menerapkan prinsip-prinsip kota kreatif.
ADVERTISEMENT
Bahkan Festival industri kreatif Popcon Asia 2015 mendeklarasikan Surabaya sebagai kota kreatif Indonesia. Gelar ini diberi karena pesatnya perkembangan industri kreatif di kota itu dengan dukungan pemerintah kota. Akan tetapi, apakah Surabaya sudah memenuhi syarat dan sesuai dengan ketentuan UNESCO sebagai kota kreatif?.
UNESCO memiliki 18 indikator kota kreatif yang harus dipenuhi oleh semua kota yang mengajukan aplikasi ke UNESCO. Salah satunya adalah tentang Peran dan dasar-dasar bidang kreatif dalam sejarah kota. Pentingnya ekonomi dan dinamika sektor budaya dan, jika mungkin, dari bidang kreatif yang menjadi perhatian: data pada kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi dan lapangan kerja di kota, jumlah perusahaan budaya, dan lain-lain.
Ilustrasi Surabaya. Foto: Shutter Stock
Selanjutnya Pameran, konferensi, konvensi, dan peristiwa nasional dan atau internasional lainnya yang diselenggarakan oleh kota selama lima tahun terakhir, ditujukan untuk para professional di bidang kreatif yang menjadi perhatian (pencipta, produsen, pemasar, promotor, dan lain-lain).
ADVERTISEMENT
Termasuk Festival, konvensi, dan acara skala besar lainnya yang diselenggarakan oleh kota dalam lima tahun terakhir di bidang kreatif yang menjadi perhatian dan ditujukan pada penonton lokal, nasional, dan atau internasional.
Mekanisme, kursus, dan program untuk mempromosikan pendidikan kreativitas dan seni bagi kaum muda di bidang kreatif yang menjadi perhatian, baik dalam sistem pendidikan formal maupun informal. Ketersediaan pusat riset dan pengembangan di bidang kreatif yang menjadi perhatian.
Ketersediaan pusat produksi dan distribusi di bidang kreatif yang menjadi perhatian. Ketersediaan pusat promosi dan pemasaran di bidang kreatif yang menjadi perhatian. Ketersediaan pusat pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang kreatif yang menjadi perhatian.
Dari beberapa indikator yang sudah disebutkan di atas, Surabaya sebenarnya sudah menyiapkan diri sejak ibu risma menjabat sebagai wali kota di Surabaya.
ADVERTISEMENT
Salah satunya terkait pemenuhan ruang-ruang kreatif bagi generasi muda di Surabaya, public space seperti Kopdar, SUB.co, Satu Atap, dan C20 Library & Collabtive. Selain itu masih banyak tempat seperti pusat seni, teater, dan lainnya sudah mulai dibangun di kota Surabaya.
Sementara itu arah pengembangan kota kreatif Surabaya versi pemerintah kota belakangan ini adalah lebih ke arah kota kreatif digital. Namun demikian hal ini bukan berarti menafikan kegiatan-kegiatan kultural "where people think, plan and act with imagination” di Surabaya yang menjadi basis suatu ekonomi kreatif menurut pencetus ide kota kreatif, Charles Landry. Dengan kata lain, bisa dikatakan bahwa masih terdapat kesenjangan antara identitas atau citra resmi ekonomi kreatif di Surabaya, dengan keadaan aktual yang relatif berbeda. Tantangan inilah yang dihadapi jika hendak melakukan suatu perencanaan ekonomi kreatif yang inklusif di Surabaya.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya hal ini yang juga telah dan terus diperingatkan oleh oleh Charles Landry kepada seluruh pemerintah kota yang hendak mengadopsi ide Landry tentang kota kreatif: yaitu bahwa penekanan aspek ekonomi berlebihan akan membuat kita lupa bahwa ekonomi kreatif merupakan akumulasi dari proses-proses, inisiatif, dan aktivitas para warga kota yang berlandaskan pada imajinasi, dan bukan sekadar dorongan ekonomis untuk mencari untung. Kota kreatif, sebenarnya adalah kota imajinatif.
Jadi, jika kita berbicara layak atau tidaknya. Data yang sampaikan di atas sudah menjawab pertanyaan tersebut, dan untuk lebih menguatkan gagasan di atas mari kita juga lihat dari segi kajian teori berikut ini.

Keselarasan Teori dengan Kondisi Kota Surabaya

Ilustrasi Kota Kreatif by Pixabay
Teori kota kreatif, yang pertama kali diperkenalkan oleh Richard Florida dan Charles Landry, menekankan pentingnya ekosistem kreatif dalam pembangunan kota. Florida menyatakan bahwa perkembangan ekonomi kreatif dapat mendukung pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Hal ini mencakup sektor - sektor seperti seni, budaya, teknologi, dan inovasi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Florida juga mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dan inovasi sangat dipengaruhi oleh pekerja kreatif, yang dapat dibagi menjadi dua kelompok utama. Kelompok pertama disebut "inti super-kreatif" dan mencakup profesi yang ekonominya fokus pada penciptaan gagasan baru, teknologi inovatif, serta konten kreatif dalam bidang sains, rekayasa, pemrograman komputer, pendidikan, dan penelitian.
Kelompok ini juga mencakup individu bohemian, seperti seniman di bidang seni, media, dan hiburan, termasuk penulis dan sutradara film. Sementara itu, kelompok kedua terdiri dari individu yang bekerja di sektor-sektor berbasis pengetahuan, seperti bisnis keuangan, hukum, dan perawatan kesehatan.
Richard Florida meluncurkan sebuah buku berjudul The Rise of Creative Class. Gagasan mengenai peran pekerja dan ekonomi kreatif pun terus dikemukakannya melalui buku-buku berikutnya, seperti Cities and the Creative Class (2004) dan The Flight of the Creative Class (2006).
ADVERTISEMENT
Buku-buku tersebut menjadi referensi penting bagi para pemangku kepentingan dan peneliti di bidang kebijakan ekonomi kreatif, khususnya di tingkat kota, di berbagai negara. Untuk memberikan penekanan pada sektor ini, pada tahun 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendirikan Kementerian Ekonomi Kreatif dan Pariwisata. Selanjutnya, ketika Jokowi menjabat sebagai presiden pada tahun 2014, urusan ekonomi kreatif dikelola oleh lembaga non-kementerian yang disebut Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).
Beberapa poin kunci teori ini yang relevan dengan Surabaya adalah inklusivitas, keberagaman, dan penekanan pada penciptaan lingkungan yang mendukung ekspresi kreatif. Surabaya telah menunjukkan inklusivitas dalam pengembangan seni dan budaya. Berbagai komunitas seni lokal memiliki ruang untuk tumbuh dan berkembang.
Inisiatif pemerintah setempat dalam menyediakan tempat-tempat seperti galeri seni, studio kreatif, dan ruang kolaborasi telah membuka peluang bagi seniman lokal untuk mengekspresikan diri dan berkolaborasi. Hal ini menciptakan ekosistem seni yang inklusif dan mendukung pertumbuhan talenta lokal.
ADVERTISEMENT
Keberagaman Surabaya menjadi salah satu kekuatan utama dalam menciptakan kota kreatif. Dengan menghargai dan merayakan beragam kebudayaan, Surabaya menciptakan lingkungan yang mendorong ide - ide baru dan inovasi.
Kolaborasi antara berbagai komunitas budaya dan etnis telah menghasilkan produk-produk kreatif yang unik dan mendalam. Keberagaman ini tidak hanya memperkaya budaya lokal tetapi juga memikat perhatian pasar global.
Surabaya tidak hanya fokus pada seni dan budaya, tetapi juga memperhatikan perkembangan teknologi. Pusat-pusat teknologi dan inovasi telah dibangun untuk mendukung pengembangan industri kreatif berbasis teknologi. Ini menciptakan peluang bagi talenta lokal untuk bersaing secara global dalam sektor-sektor seperti desain grafis, teknologi informasi, dan industri kreatif lainnya.
Dengan menerapkan prinsip - prinsip teori kota kreatif tersebut, seharusnya Surabaya berhasil menjadi kota kreatif selanjutnya. Inklusivitas, keberagaman, dan pembangunan infrastruktur yang mendukung inovasi menjadi pilar utama dalam transformasi kreatif kota ini. Langkah-langkah ini tidak hanya memberdayakan komunitas seni dan budaya lokal tetapi juga membuka pintu bagi kolaborasi global.
ADVERTISEMENT