Konten dari Pengguna

Peluang Memimpin Bangsa: Politisi Muda Tawarkan Apa?

MOH ALI S M
Mahasiswa Pascasarjana Pengembangan Sumber Daya Manusia Universitas Airlangga Surabaya
11 Agustus 2023 11:04 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari MOH ALI S M tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Partai Peserta Pemilu Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Partai Peserta Pemilu Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejarah sering mencatat perubahan besar yang didorong oleh kaum muda. Inilah mengapa kata “Pemuda” selalu digunakan untuk melambangkan perubahan. "Soempa Pemoeda" tahun 1928 merupakan titik penting dalam nasionalisme Indonesia, sehingga Generasi '28 telah dikenal dalam sejarah kita.
ADVERTISEMENT
Direkam oleh Ben Anderson, Revolution for Independence in Jawa juga dikenal sebagai "revolusi pemuda". Revolusi ini dipimpin oleh Generasi 45, khususnya pemuda revolusioner, yang berbeda pendapat dengan Bung Karno dan Bung Hatta dalam menyikapi perubahan politik internasional pada Agustus 1945. Pemuda jugalah yang mendorong buku-buku sejarah kita mencantumkan istilah Generasi '66, Angkatan '78, dan seterusnya.
Dalam konteks bela negara, penyelenggaraan dalam kepemimpinan nasional merupakan bentuk strategis yang baik untuk menentukan ketahanan negara yang baik. Mengutip Yuddy Chrisnandi, “Indonesia adalah proyek besar bersama yang belum selesai.
Semangat nasionalisme pemuda yang tidak dibentuk oleh pemerintahan yang baik, tetapi lahir dari hati nurani, akan menjadi kekuatan besar bagi kelangsungan hidup bangsa yang baik. Peradaban yang kuat didukung oleh kepemimpinan yang kuat. Kami melihat kepemimpinan yang kuat di kalangan anak muda”.
ADVERTISEMENT
Namun sejatinya, apapun peran pemuda pasca 1966, mereka tidak pernah melahirkan pemimpin-pemimpin muda yang memiliki cita-cita panjang. Mengapa itu terjadi? Entah karena kurangnya semangat juang atau memang sudah terbawa arus romantisme politik saat ini.
Bagaimanakah kondisi yang ada ketika kaum muda itu efektif mendorongkan perubahan, lalu membidani lahirnya pemimpin muda? Mari kita diskusi perihal tersebut di tengah maraknya pemimpin muda hari ini.

Peluang dan Kesempatan Pemuda dalam Memimpin Bangsa

Pemuda adalah aset berharga bagi setiap bangsa. Mereka adalah harapan dan penerus cita-cita nasional. Dalam era globalisasi dan perubahan cepat, peran pemuda dalam memimpin bangsa menjadi semakin penting. Peluang dan kesempatan untuk pemuda memimpin bangsa merupakan pilar utama dalam pembangunan masyarakat yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, kaum muda tidak hanya bercita-cita merayakan dan mengenang romantisme kejayaan sejarah masa lalu perjuangan para pemuda terdahulu, tetapi juga meneladani dan meneruskan semangat perjuangan.
Tugas pemuda saat ini adalah menanggulangi dan mempertahankan Tanah Air dari segala bentuk ancaman yang setiap saat mengancam persatuan dan kesatuan negara. Tidak hanya itu, ada persoalan yang sangat kompleks di mana pemuda seharusnya berperan penting dalam segala permasalahan yang melanda bangsa dan negara.
Di tengah persoalan tersebut sudah seharusnya pemuda hadir sebagai pemecah kebuntuan dan melahirkan berbagai solusi. Seperti yang disampaikan oleh bapak presiden Jokowi pada sumpah pemuda tahun lalu.
"Kini Indonesia harus kuat bersatu menghadapi dunia yang sedang berubah. Zaman telah berganti, dari serba-analog menjadi serba-digital. Anda para pemuda adalah lahir tumbuh dan dewasa di era digital. Kita, para generasi pendahulu, adalah warga pendatang, migran digital," kata Jokowi, Kamis (28/10/2021).
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita tahu, akhir-akhir ini sedang ramai diperbincangkan terkait pemuda utamanya dari kalangan artis yang terlibat dalam dunia politik. Banyak dari mereka mulai mencari wadah untuk terlibat dan aktif dalam dunia politik, salah satunya dengan menjadi anggota atau bagian dari partai politik.
Hal ini tentu menimbulkan tanda tanya besar, sebab fenomena ini muncul secara berjemaah dan sudah banyak mengisi kursi calon legislatif maupun eksekutif di tahun 2024 mendatang dari masing-masing partai yang menaungi mereka.
Respons masyarakat pun sangat beragam, termasuk saya tentunya. Tidak jarang juga ada yang meragukan atas kapasitas mereka. Karena semula hanya aktif di dunia entertainment kini malah terjun ke dunia politik.
Hemat saya, ini karena tidak lepas dari popularitas mereka sebagai artis, makanya banyak partai politik menggandeng mereka untuk dijadikan influence untuk menarik perhatian masyarakat dan hak suara mereka di pesta demokrasi 2024 mendatang.
ADVERTISEMENT
Seharusnya, partai politik juga harus ada sistem seleksi yang mumpuni agar calon-calon yang akan menduduki atau memimpin bangsa ini benar-benar sesuai kapabilitas dan kapasitasnya. Jadi, bukan hanya berpatokan pada popularitas mereka di jagat maya.
Kenapa begitu? The Modern Sociological Dictionary (1996) menyatakan bahwa pemimpin adalah orang yang menempati peran sentral atau posisi yang dominan dan berpengaruh dalam suatu kelompok.
Hal tersebut kemudian menjadi tantangan pemimpin untuk dapat memimpin dan mempengaruhi timnya dalam mencapai tujuan. Selain itu, generasi millenial sudah banyak yang memasuki generasi ini, yang mekanisme kepemimpinan klasiknya tentu belum tentu diterapkan secara efektif.
Gardiner Morse, seorang pakar manajemen, mengungkapkan bahwa seorang pemimpin hanya dapat memperoleh kepercayaan dari para pengikutnya melalui kompetensi dan konsistensi keterampilan tersebut.
ADVERTISEMENT
Bawahan membutuhkan pembuktian melalui karakter dan kemampuan. Mengatakan tidak akan cukup. Visibilitas tidak akan cukup. Seorang pemimpin akan dengan mudah merebut simpati pengikutnya melalui apa yang ia komunikasikan, apa yang ia lakukan, dan hasil yang ia hasilkan.
Oleh sebab itu, meskipun peluang generasi muda makin lebar dalam memimpin bangsa, juga harus dibekali dengan kemampuan dan pengalaman yang mumpuni di bidang tersebut.
Kenapa? Sebab, pembangunan bangsa dengan mengoptimalkan peran generasi muda dalam persaingan global (global advantage) tidak lepas dari keterlibatan pemerintah, lembaga kepemudaan dan pendidikan politik atau organisasi publik lainnya, terlebih peran lembaga atau perguruan tinggi.

Perang Gagasan atau Politik Uang

Berbicara politik negeri ini memang tidak ada habisnya, apalagi jika menjelang pesta demokrasi. Banyak para calon legislatif maupun eksekutif turun gunung menjemput hati dan simpati masyarakat. Ada yang belusukan dengan terlibat langsung dalam kegiatan masyarakat. Ada juga yang hanya memanfaatkan media sebagai ajang pencitraan.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut tidak perlu kita bahas panjang lebar. Sebab saya yakin kita sudah paham dan mengamini realitas tersebut. Namun, hal menarik yang perlu kita bahas adalah berkaitan apa saja yang akan ditawarkan oleh politikus muda ke depan.
Karena, seperti yang kita tahu, dan menjadi isu yang sangat penting dalam konteks demokrasi dan integritas politik yaitu perihal politik uang (money politic).
Money politic merujuk pada praktik politik di mana uang atau imbalan materi dipergunakan untuk mempengaruhi pemilih. Fenomena ini seringkali melibatkan praktik korupsi, suap, atau penyalahgunaan kekuasaan yang berdampak negatif terhadap proses demokrasi dan kualitas pemerintahan.
Penggunaan uang dalam politik juga dapat memengaruhi keputusan masyarakat, mengabaikan pertimbangan kualitas dan kapasitas calon atau program politik yang diusung. Selain itu, tingkat money politik yang tinggi juga menciptakan ketimpangan sosial dan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Praktik tersebut cenderung memberikan keuntungan bagi calon yang memiliki sumber daya finansial yang kuat, sementara calon yang berkualitas tapi terbatas dalam sumber daya keuangan akan dikuntitkan.
Oleh karena itu, kira-kira politikus muda yang akan ikut menjadi kontestan pemilihan umum mendatang akan memakai cara atau praktik yang sama untuk mendapat suara rakyat atau lebih mengedepankan gagasan dan terobosan baru. Sehingga mampu mengubah pola demokrasi di negeri ini. Mari kita sama-sama lihat ke depan.