Pilpres 2024 di Indonesia: Dinamika Politik dan Etika yang Terkikis

MOH ALI S M
Mahasiswa Pascasarjana Pengembangan Sumber Daya Manusia Universitas Airlangga Surabaya
Konten dari Pengguna
6 Februari 2024 11:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari MOH ALI S M tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilutrasi Pilpres 2024 by Pixels
zoom-in-whitePerbesar
Ilutrasi Pilpres 2024 by Pixels
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di tahun 2024 baru-baru ini menjadi sorotan utama dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Namun, di balik antusiasme dan ketegangan politik, terdapat dinamika yang semakin buruk dan etika politik yang terancam. Gelombang protes dari kalangan civitas akademika atas dinamika Pilpres 2024 semakin kencang terdengar, menyoroti keprihatinan akan integritas demokrasi dan etika politik.
ADVERTISEMENT
Data yang disampaikan oleh Profesor Firman Noor dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP BRIN) mengungkapkan bahwa etika politik di Indonesia telah mengalami kerusakan yang signifikan. Bahkan ia menyinggung soal dinasti politik hanya akan menghasilkan pemimpin yang karbitan. Para pemimpin dan elit politik cenderung memperoleh kekuasaan dengan segala cara, tanpa memperhatikan standar etika yang seharusnya dijunjung tinggi. Fenomena ini mengancam integritas demokrasi, menempatkan fondasi demokrasi Indonesia pada risiko serius, dan berpotensi merusak keyakinan publik terhadap institusi politik.
Momentum ini memunculkan urgensi akan kesadaran etika politik dalam menjaga integritas demokrasi. Kesadaran akan etika politik menjadi kunci untuk memastikan proses politik yang adil dan transparan, terutama menjelang Pemilu 2024. Kesadaran akan etika politik tidak hanya menjadi tanggung jawab para pemimpin, tetapi juga seluruh warga negara. Komitmen terhadap prinsip-prinsip etika, transparansi, dan kejujuran adalah prasyarat bagi demokrasi yang sehat dan kuat.
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita tahu, dalam Pilpres kali ini, penentuan cawapres menjadi faktor krusial. Hal ini karena banyaknya pelanggaran yang terjadi. Namun dukungan dari berbagai partai politik dan figur sentral mempengaruhi strategi dan taktik yang diperlukan untuk memenangkan dukungan publik. Seolah menormalisasi sesuatu yang sudah jelas melanggar etika dasar dalam proses demokrasi yang matang.
Hemat saya, perubahan dalam koalisi partai politik juga mencerminkan pergerakan dalam persiapan Pilpres 2024. Namun, keputusan politik harus diiringi dengan komitmen akan integritas dan etika yang kuat dan menekankan pentingnya mengembalikan etika politik sebagai standar keadaban dalam berpolitik.
Demokrasi yang matang memerlukan kesadaran akan etika sebagai landasan yang kuat. Pemilu 2024 menjadi momentum penting untuk merefleksikan kembali nilai-nilai etika politik yang telah terkikis. Kesadaran akan etika politik harus menjadi fokus agar kita dapat membangun masa depan yang lebih baik bagi Indonesia.
Ilustrasi Gelombang Aksi protes by Pixels
Disusul dengan pernyataan kontroversial dari presiden Jokowi soal presiden dan menteri yang boleh berkampanye dan memihak pada salah satu paslon. sehingga memunculkan Aksi-aksi protes dan deklarasi dari berbagai civitas akademika yang menunjukkan bahwa masyarakat sipil Indonesia telah bangun dari tidur panjangnya, memperjuangkan tegaknya etika politik sebagai salah satu pilar demokrasi yang kokoh.
ADVERTISEMENT
Pengamat politik, alumni, dan civitas akademika dari berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta sudah mulai menyuarakan berbagai persoalan dalam dinamika politik yang terjadi saat ini. Seperti UGM, UI, UII, UMY, dan UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan, menyoroti perlunya Presiden Jokowi dan jajaran penyelenggara negara untuk bersikap netral dalam kontestasi Pemilu 2024. Sikap netral adalah prasyarat bagi proses politik yang jujur dan adil.
Teranyar sejumlah guru besar, dosen, dan mahasiswa Universitas Jember (Unej) yang tergabung dalam civitas akademika Universitas Jember juga menggelar deklarasi agar Pemilu 2024 berlangsung dengan jujur dan adil. Mereka menyerukan agar seluruh cabang kekuasaan negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, berpedoman pada etika kehidupan berbangsa dan menjalankan nilai-nilai Pancasila.
ADVERTISEMENT
Sikap tersebut harusnya mendapat perhatian yang serius dan harus di apresiasi oleh masyarakat. Sebab itu juga bagian dari kontrol sosial untuk menjaga moral dan etika dalam berpolitik serta merupakan aspek krusial untuk memastikan keberlanjutan demokrasi yang sehat. Moralitas dan etika politik mencerminkan integritas seorang pemimpin dan menggaransi kepercayaan masyarakat.
Dengan memprioritaskan prinsip-prinsip moral, politisi dapat membangun hubungan yang kuat dengan konstituennya, meminimalisir korupsi, dan menciptakan kebijakan yang benar-benar berorientasi pada kepentingan rakyat.
Sebaliknya, jika moral dan etika diabaikan, dampaknya dapat merusak kepercayaan publik, menciptakan polarisasi, dan melemahkan fondasi demokrasi, membuka jalan bagi praktek-praktek yang merugikan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
oleh karena itu, kita sebagai masyarakat harus benar-benar memerhatikan hal tersebut sebelum menetukan kemana pilihan kita akan ditentukan. Dinamika politik yang terkikis dan kerusakan etika politik menjadi peringatan bagi kita semua. Melalui kesadaran akan pentingnya etika politik, komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi yang kuat, dan tindakan konkret dalam mendorong proses politik yang adil, Indonesia dapat membangun fondasi demokrasi yang lebih kokoh menuju masa depan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT