Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sehari Menjadi Marie Kondo
11 Desember 2019 12:41 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Lolita VC tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Selama dua tahun di Jakarta, aku sudah berpindah-pindah indekos sebanyak tiga kali. Dan itu melelahkan.
ADVERTISEMENT
Bukan karena jarak antara indekos yang satu dengan yang lainnya. Melainkan, mengemas barang-barangku dan memindahkannya ke indekos yang baru adalah sebuah proses 'romusha'. Sehari pindahan enggak cukup, aku butuh waktu sebulan untuk memindahkan barang-barangku.
Setahun pertama tinggal di Jakarta, tak terasa aku telah menimbun banyak barang. Sepatu yang semula berjumlah 4 kini menjadi 7, baju yang semula dua koper menjadi tiga koper dan itu masih tersisa banyak.
Padahal kalau dipikir-pikir baju-baju yang ku kenakan dalam seminggu bekerja ya tak sampai 10 baju. Kesepuluh baju itu juga akan aku ulangi lagi pemakaiannya di minggu-minggu selanjutnya alias mbah-ring-nggo (kumbah-garing-dinggo) alias cuci-kering-pakai.
Sedangkan 60% sisanya cuma jadi pajangan di lemari dan berjamur. Bahkan aku lupa pernah membeli baju-baju itu.
ADVERTISEMENT
Saat pindahan kos yang ketiga, aku kelabakan. Sebab, layaknya 'Jungkir Balik Dunia Lolita'. Kosku yang dulu luas dan berlemari besar, kini harus pindah ke kos yang lebih mungil dengan tujuan mengurangi biaya transportasi.
Karena tak memungkinkan membawa banyak barang, akhirnya aku mencoba teknik bebersih ala Marie Kondo.
Marie Kondo merupakan pakar kebersihan asal Jepang yang terkenal dengan metode KonMari dan gaya hidup minimalis. Saking bebersih itu penting di jaman 4.0 ini, bebersih ala Marie Kondo pun dijadikan serial netflix berjudul 'Tyding Up with Marie Kondo' dan aku bahagia dengan hal itu.
Bagiku, bebersih baju kamar adalah kesempatan langka yang hanya bisa ku lakukan sebulan 3 kali.
Meski begitu, tentu saja, hidup minimalis bukan tujuanku dalam mempraktikan metode bebersih itu, setidaknya belum. Merapikan indekos baru dengan membawa barang-barang yang benar-benar ku perlukan adalah hal yang saat ini lebih penting.
ADVERTISEMENT
Langkah pertama yang ku lakukan untuk memulai kegiatan 'menyenangkan' ini ialah membagi bajuku dalam beberapa kategori. Misalnya kategori kemeja, kaos, jaket, sweater, hingga kaos kaki.
Kemudian, aku akan mempertimbangkan baju mana saja yang membuatku nyaman, percaya diri saat dikenakan, memiliki kenangan yang indah.
Setelah mempertimbangkan hal-hal tersebut, aku berhasil menyingkirkan sekitar 40 pakaian layak pakai namun tak ku pakai.
Selanjutnya, aku mengeliminasi pakaian-pakaian yang tak terpakai itu menjadi dua kategori yakni pakaian yang akan dijual dan pakaian yang akan disumbangkan. Hasilnya lumayan, pindahan yang semula membutuhkan waktu sebulan kini cukup selama akhir pekan.
Mengejutkan! Bebersih alam Marie Kondo ini ternyata menjadi hal yang menyenangkan bagiku. Tak hanya membuat ruangan menjadi lebih simple dan rapi. Tapi juga mengajarkanku buat enggak konsumtif dalam membeli barang-barang terutama pakaian.
ADVERTISEMENT
Walaupun demikian, bebersih dengan metode KonMari sebenarnya tak sesederhana ini. Di Netflix, Marie Kondo memulai acara bebersihnya dengan mengajak pemilik rumah mengheningkan cipta demi membangun 'hubungan' sekaligus berterima kasih kepada bangunan tersebut karena hingga kini telah melindungi mereka dari hujan, panas, dan dingin.
Ini merupakan budaya Jepang yang mempercayai bahwa setiap hal memiliki 'jiwa'. Termasuk benda mati seperti rumah hingga pakaian. Memang terdengar aneh, namun ini masuk akal. Karena menurutku proses ini sama dengan bersyukur.
Ia lantas meminta pemilik rumah untuk mengumpulkan semua barang-barang mulai dari pakaian, buku, sepatu, mainan, hingga alat masak. Yang selanjutnya akan disortir sesuai kategori.
Nah, saat penyortiran ini, acara Marie Kondo dari hanya bebersih menjadi sentimentil. Marie akan mulai menanyakan,"Apakah barang ini membawa kebahagiaan? Jika ya, maka layak untuk disimpan."
ADVERTISEMENT
Tak jarang beberapa pemilik mulai menangis mengingat kenangan-kenangan yang tersimpan dalam barang-barang tersebut. Sayangnya, momen ini tak ku rasakan. Sebab, 90 persen aku membeli barang-barangku hanya karena ingin bukan butuh hehe.
Kemudian, Marie akan melipat baju-baju itu dengan bentuk vertikal yang bertujuan agar mudah dicari dan enggak bikin lemari berantakan.
Marie Kondo hadir laiknya ibu peri yang tanpa disadari memaksa aku yang malas ini untuk membersihkan kamar, menahan diri menjadi konsumtif, membuang benda-benda yang memiliki kenangan buruk dan menyimpan yang berharga sehingga bisa lebih bahagia dalam menyongsong dunia.
Terima Kasih Marie Kondo, bebersih kini menjadi passion-ku.