Konten dari Pengguna

Pengajuan Status Justice Collaborator

Adigama
Lembaga Pers Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara
30 April 2018 17:05 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adigama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penulis: Jefahnia Octaviani
Justice Collaborator atau pelapor tersangka adalah saksi yang juga sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Saksi seperti ini juga biasa disebut “saksi mahkota”, “saksi kolaborator”, dan “kolaborator hukum.”
ADVERTISEMENT
Justice Collaborator ini diatur dalam pasal 10 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban mengatur yang berbunyi, “Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat meringankan pidana yang akan dijatuhkan terhadapnya".
Kemudian diatur juga dalam SEMA No.4 Tahun 2011, yang menyatakan bahwa Justice Collabolator disebutkan sebagai salah satu pelaku tindak pidana tertentu, bukan pelaku utama kejahatan, yang mengakui kejahatan yang dilakukannya, serta memberikan keterangannya sebagai saksi dalam proses peradilan. Salah satu acuan SEMA adalah Pasal 37 Ayat (2) dan Ayat (3) Konvensi PBB Anti Korupsi (United Nations Convention Against Corruption) tahun 2003. Ayat (2) pasal tersebut berbunyi, “Setiap negara peserta wajib mempertimbangkan, memberikan kemungkinan dalam kasus-kasus tertentu mengurangi hukuman dari seorang pelaku yang memberikan kerjasama yang substansial dalam penyelidikan atau penuntutan suatu kejahatan yang ditetapkan dalam konvensi ini.”
ADVERTISEMENT
Setya Novanto didakwa secara bersama-sama melakukan pebuatan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp2,3 trilliun dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik yang selanjutnya disebut e-KTP pada tahun anggaran 2011-2013. Dia dianggap memiliki pengaruh untuk meloloskan sejumlah anggaran e-KTP ketika dibahas di Komisi II DPR RI pada tahun 2011-2012. Terdakwa Setya Novanto sempat mengajukan permohonan sebagai Justice Collaborator.
ADVERTISEMENT
Ada tiga syarat untuk menjadi Justice Collaborator, yaitu: membongkar atau mengungkapkan sesuatu yang lebih besar, konsisten dengan keterangan dan niat untuk menjadi Justice Collaborator, serta bersedia mengakui perbuatannya. Pakar hukum pidana mengatakan bahwa ada beberapa 'masalah' terkait langkah Setya Novanto yang mengajukan diri sebagai Justice Collaborator. Dalam beberapa persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, permohonan Justice Collaborator itu seolah tidak pernah diajukan. Setya Novanto dan tim pengacara terkesan membantah surat dakwaan jaksa. Setya Novanto hampir tidak pernah memberikan tanggapan atas keterangan para saksi. Kepada hakim, Novanto hanya menyatakan tidak tahu dan tidak memiliki kaitan dengan keterangan para saksi. Bahkan senada dengan Setya Novanto, tim pengacaranya justru mencecar para saksi. Tidak ada tanda-tanda sikap Novanto yang menunjukkan pengakuan. Hal-hal tersebut menjadi suatu pertimbangan untuk tidak dikabulkannya permohonan Justice Collaborator yang diajukan Setya Novanto. Permohonan "Justice Collaborator" yang diajukan dan sikap Setya Novanto dalam persidangan dianggap tidak sejalan.
ADVERTISEMENT
Melihat pengertian daripada Justice Collaborator itu sendiri dengan diikuti contoh konkrit dari kasus Setya Novanto ini, dapat disimpulkan bahwa Justice Collaborator merupakan salah satu hak tersangka maupun terdakwa yang didukung oleh Undang - Undang dan peraturan lain yang berlaku di Indonesia. Namun, dalam penerapannya itu sendiri tetap perlu diperhatikan syarat - syarat pengajuannya diikuti fakta - fakta yang ada.
——— Info lebih lanjut: Line: @adigama Instagram: _adigama E-mail: [email protected]
ADVERTISEMENT