Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Resesi Ekonomi Amerika Serikat Mengancam, Perekonomian Indonesia Ikut Terancam
11 Juni 2022 19:44 WIB
Tulisan dari Lucky Herdian Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Resesi ekonomi di Amerika Serikat menunjukkan kondisi yang semakin memprihatinkan. Bahkan, sejumlah kalangan memprediksi bahwa Negeri Paman Sam semakin nyata berisiko mengalami resesi yang berkepanjangan. Salah satu faktor yang menyebabkan kondisi ekonomi Amerika Serikat berisiko mengalami resesi disebabkan kondisi ekonomi AS yang tertekan akibat suku bunga yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kondisi ekonomi AS yang tertekan juga menyebabkan Negeri Paman Sam ini mengalami tingkat inflasi yang sangat tinggi. The Federal Reserve atau yang biasa disebut The Fed, sebagai bank sentral Amerika Serikat kemungkinan besar akan menaikkan suku bunga acuan hingga tujuh kali di tahun ini untuk meredam tingkat inflasi yang sangat tinggi.
Selain berdampak secara langsung terhadap kondisi perekonomian di Amerika Serikat, resesi ekonomi di Negeri Paman Sam juga berdampak secara tidak langsung terhadap perekonomian Indonesia. Kegiatan ekspor-impor antara Amerika Serikat dan Indonesia menjadi terganggu akibat resesi ekonomi ini, sehingga menyebabkan pendapatan berupa devisa negara dari kedua negara menurun, khususnya Indonesia.
Berdasarkan data yang berbentuk grafik tersebut, The Fed tentunya masih memiliki pekerjaan yang besar untuk meredam laju inflasi menuju target yang ditetapkan yakni sebesar 2%. Dengan demikian, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan dalam beberapa waktu ke depan hampir dipastikan terjadi.
ADVERTISEMENT
Pada bulan April lalu, The Fed menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps ke angka 0,75-1%. Pasar memprediksi bahwa federal funds rate akan naik tujuh kali sepanjang tahun 2022. Ketika tingkat suku bunga tinggi, konsumen bank atau orang yang menyimpan uangnya di bank mendapatkan pengembalian uang yang nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah uang yang awalnya sudah mereka simpan di rekening bank.Tetapi, hal ini nyatanya justru membuat minat orang-orang untuk meminjam uang di bank menurun.
Meningkatnya rasa ketakutan dan kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi di Amerika Serikat, seorang ekonom AS, Goldman Sachs memperkirakan kemungkinan terjadinya resesi sebesar 15% di Amerika Serikat dalam satu tahun ke depan dan kemungkinan sebesar 35% ekonomi Amerika Serikat memasuki jurang resesi dalam dua tahun ke depan. Penelitian terbaru yang dikutip oleh Reuters, Morgan Stanley (sebuah perusahaan bank investasi dan jasa keuangan multinasional Amerika Serikat) menyatakan bahwa kemungkinan akan terjadi resesi sebesar 25% yang mulai terjadi dalam 12 bulan ke depan.
ADVERTISEMENT
Menurut Bank of America Corp, mereka baru saja mengungkapkan bahwa peluang terjadinya resesi masih berisiko rendah, tetapi risiko terjadinya resesi ini akan meningkat pada tahun 2023. Sedangkan, menurut riset yang dirilis oleh Wells Fargo, pihaknya mengatakan bahwa kondisi ekonomi Amerika Serikat yang memburuk akan mengurangi target pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir 2022 nanti yang sebelumnya telah ditetapkan sebesar 2,2% menjadi 1,5% dan juga mengurangi target untuk akhir tahun 2023 dari prediksi sebelumnya PDB meningkat sebesar 0,4% menjadi turun sebesar 0,5%.
Resesi ekonomi di Amerika Serikat yang diprediksi akan terjadi dalam waktu dekat ini akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Bukan tanpa alasan, Amerika Serikat merupakan salah satu negara kongsi dagang utama Indonesia. Apabila di Negeri Paman Sam terjadi resesi ekonomi, maka hal ini membuat daya beli konsumen AS menurun yang nantinya akan menyebabkan permintaan impor AS terhadap barang-barang ekspor Indonesia juga ikut menurun, seperti olahan kayu, tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan lain-lainnya, khususnya pada periode kuartal II tahun 2022.
Resesi ekonomi yang terjadi di Negeri Paman Sam diperkirakan akan membuat turunnya kepercayaan investor asing yang akan berinvestasi di Indonesia terhadap pasar saham Indonesia. Para pelaku investor diprediksi akan mengalami perubahan sikap yang sebelumnya akan berinvestasi di Indonesia, kemudian mereka mengurungkan niatnya untuk mencari safe haven dan semakin mengincar emas dan obligasi pemerintah Amerika Serikat. Artinya, arus keluar modal atau yang biasa disebut sebagai capital outflow kemungkinan besar akan terjadi. Hal ini dapat dibuktikan dengan penjualan saham bersih di Indonesia oleh para investor asing.
Resesi ekonomi di AS juga berdampak terhadap nilai tukar rupiah. Saat terjadi arus keluar modal atau capital outflow, maka risiko terjadi penurunan nilai tukar rupiah atau depresiasi rupiah semakin meningkat. Melansir data dari Refinitiv, rupiah mengalami penguatan sebesar 0,14% ke Rp. 14.630/US$ pada perdagangan beberapa waktu yang lalu. Namun, penguatan nilai rupiah tersebut hanya berlangsung beberapa saat, rupiah kembali melemah sebesar 0,14% dan mengakhiri perdagangan di angka Rp. 14.670/US$.
ADVERTISEMENT
Resesi ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat disebabkan karena kondisi ekonomi Amerika Serikat yang tertekan akibat suku bunga yang tinggi. Resesi ekonomi menyebabkan kondisi perekonomian Negeri Paman Sam memburuk yang berpengaruh terhadap menurunnya target pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, resesi ekonomi di Amerika Serikat juga berdampak secara tidak langsung terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Hubungan perdagangan ekspor-impor antara AS dan Indonesia yang terganggu akibat resesi ekonomi menyebabkan pendapatan berupa devisa negara Indonesia menurun. Hal ini makin diperjelas dengan posisi AS sebagai salah satu negara mitra dagang utama Indonesia.