Konten dari Pengguna

53 Tahun ASEAN: Berjuang untuk Tetap Eksis

Ludiro Madu
Dosen di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, UPN 'Veteran' Yogyakarta.
24 Agustus 2020 5:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ludiro Madu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Pixabay.
Pixabay.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, perayaan ulang tahun ke-53 ASEAN pada 8 Agustus 2020 harus dilakukan dengan penuh keprihatinan. Pandemi Covid-19 memaksa organisasi regional ini berjuang untuk tetap eksis dan bermakna bagi negara-negara anggotanya. Banyak kritik terhadap ASEAN yang menganggap tidak merespon Covid-19 ini secara memadai.
ADVERTISEMENT
Sejarah ASEAN adalah sejarah perjuangan untuk menegaskan eksistensinya. Ibarat manusia, ASEAN harus eksis kalau mau diakui negara-negara anggotanya dan negara-negara lain di dunia ini. Perjuangan untuk eksis dan hadir di kawasan Asia Tenggara itu juga yang telah membuatnya mendapat pengakuan dari berbagai negara dan organisasi regional/internasional lain selama ini.
Di kawasan Asia Tenggara ini, ASEAN adalah satu-satunya organisasi regional. Tidak ada organisasi regional seperti ini di kawasan ini. Tidak ada juga organisasi semacam di antara China, Jepang, dan Korea Selatan di kawasan Asia Timur. Akibatnya, banyak negara-negara lain merasa perlu bermitra dengan ASEAN.
Faktor kepemimpinan
Saya pikir, salah satu faktor penting yang membuat ASEAN mampu bertahan hingga sekarang adalah sistem kepemimpinan di ASEAN. ASEAN dipimpin secara bergantian dan bergiliran oleh para kepala negara dan/atau pemerintahan dari negara-negara anggota di ASEAN. Setiap tahun ASEAN memilih satu negara untuk memimpin, mempersiapkan, dan mengorganisasi konferensi tingkat tinggi (KTT) sebanyak 1-2 kali.
ADVERTISEMENT
Dengan sistem ini, setiap tahun kepemimpinan ASEAN selalu berganti dari satu pimpinan ke pimpinan lain dari negara anggota ASEAN. Misalnya, KTT ke-33 ASEAN tahun 2018 dipimpin Singapura, KTT 2019 dipimpin Thailand, KTT ke-35 tahun 2020 ini dipimpin Vietnam.
Faktor sistem kepemimpinan seperti ini menjadi salah satu kelebihan ASEAN. Yang menarik adalah bahwa sistem giliran kepemimpinan ASEAN itu juga tidak menimbulkan persoalan dengan eksistensinya dan keberlangsungannya hingga saat ini.
Kemampuan bertahan
Kenyataan itu menjadi sangat menarik berkaitan dengan kemampuan ASEAN menghadapi berbagai tantangan besar dan tidak terduga selama ini. Kenyataan bahwa ASEAN masih tegak berdiri dan bertahan dari tantangan eksternal menjadi bukti dari kemampuan ASEAN untuk tetap bertahan dan menemukan relevansinya.
ADVERTISEMENT
Dalam catatan saya, setidaknya ada tiga persoalan besar yang membuktikan kekuatan ASEAN bertahan sebagai organisasi regional hingga kini, yaitu selesainya perang dingin, krisis ekonomi Asia 1997-1998, dan pandemi Covid-19.
Pertama, selesainya Perang Dingin telah memaksa ASEAN untuk meninjau ulang eksistensinya. ASEAN dibentuk untuk alasan pertahanan keamanan kawasan Asia Tenggara dari pengaruh komunisme-sosialisme global Uni Soviet (US)dan, sebaliknya, berada dalam perlindungan hegemoni kapitalis-liberal global Amerika Serikat (AS). Ketika US bubar dan tidak ada lagi persaingan AS-US, ASEAN dipaksa lebih mandiri dari AS dan meninjau ulang keberadaannya di Asia Tenggara.
Salah satu upaya meninjau ulang itu adalah mengubah fokus perhatian lebih pada isu-isu sosial-budaya, ekonomi yang non-politik dan non-pertahanan-keamanan. Dalam konteks hubungan internasional, ASEAN mulai melihat isu-isu low politics yang diabaikan selama masa perang dingin.
ADVERTISEMENT
Kedua, krisis ekonomi Asia 1997-1998. Banyak kritik mengenai ketidakmampuan ASEAN membantu negara-negara anggotanya yang terkena krisis itu. Walaupun ada usulan membentuk ASEAN Monetary Fund, namun tetap tidak banyak yang ASEAN bisa lakukan.
Meskipun begitu, ASEAN nyatanya tetap diperlukan negara-negara di kawasan ini di luar isu-isu ekonomi. ASEAN pun lolos dan mampu bertahan dari krisis ekonomi Asia 1997.
Persoalan ketiga adalah pandemi Covid-19. Sejak awal virus Corona menyebar di kawasan ini, ASEAN memang tampak tergagap merespon. Seperti kedua persoalan sebelumnya, ASEAN tidak dapat berbuat banyak. Apalagi negara-negara anggota ASEAN terlalu sibuk dengan dirinya sendiri dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Pelaksanaan aturan main
Di tengah kecenderungan nasionalisme respons terhadap Covid-19 itu, ASEAN sebenarnya tata berusaha untuk tetap memberikan kontribusinya. ASEAN mengadakan beberapa pertemuan virtual melalui video conference. KTT Khusus ASEAN tentang penanganan Covid-19 pada April 2020 (termasuk KTT ASEAN-China), KTT ASEAN-Rusia di Juni 2020, dan KTT ke-36 ASEAN di Juni 2020 menjadi sebagian contoh upaya ASEAN. Organisasi regional ini mencoba ikut memberikan jalan keluar dari persoalan kompleks akibat pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Yang menarik bagi saya adalah pertemuan virtual sebagai normal baru bagi ASEAN telah melahirkan norma baru. Norma atau aturan main regional menjadi fokus utama perhatian para pemimpin ASEAN. Pandemi Covid-19 telah mendorong ASEAN membuat berbagai aturan bersama di tingkat regional.
Beberapa di antaranya, misalnya ASEAN travel corridor yang mengatur pergerakan lalu-lintas manusia dan barang secara selektif dan terbatas. Ada juga protokol ASEAN Covid-19 Response Fund sebagai langkah darurat untuk menyediakan perlengkapan medis bagi negara-negara ASEAN yang memerlukan bantuan.
Dari ketiga persoalan besar itu tampak bahwa ASEAN telah mencoba berbuat sesuatu sebagai bagian dari respons sebagai lembaga regional. Respons terhadap Covid-19 memperlihatkan kemampuan ASEAN untuk membentuk aturan main regional. Ini sudah lebih baik ketimbang respons ASEAN terhadap dua persoalan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Tantangannya terletak pada pelaksanaan aturan main (protokol) regional itu. Sejauh mana sistem kepemimpinan yang bergiliran itu juga efektif dalam eksekusi norma-norma baru di Asia Tenggara ini? Kemampuan ASEAN untuk menjalankan aturan main itu akan berkontribusi pada eksistensi dan manfaat ASEAN bagi kawasan ini.