Konten dari Pengguna

Menyatukan ASEAN dari Rivalitas AS dan China

Ludiro Madu
Dosen di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, UPN 'Veteran' Yogyakarta.
12 Oktober 2020 5:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ludiro Madu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi Foto: Nguyenthuantien (dari Pixabay).
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi Foto: Nguyenthuantien (dari Pixabay).
ADVERTISEMENT
Negara-negara anggota ASEAN diperebutkan dukungannya oleh Amerika Serikat (AS) dan China. Kunjungan Menteri Luar Negeri China Wang Yi ke lima negara ASEAN (Kamboja, Malaysia, Laos, Thailand, dan Singapura) pada 11-15 Oktober ini menjadi petunjuk awal dari upaya China menempatkan negara-negara anggota ASEAN sebagai mitra strategisnya.
ADVERTISEMENT
Kunjungan ini mengingatkan pada pertemuan virtual antara Menlu AS Mike Pompeo dengan para Menlu negara-negara anggota ASEAN di awal September lalu. Walau kedua negara besar itu menganggap ke-10 negara ASEAN penting dan strategis, ASEAN yang harus menerima kenyataan pahit bahwa ke-10 negara anggotanya tidak bisa bersatu.
Nasib kebersatuan ASEAN harus dihadapkan pada kenyataan memprihatinkan bahwa negara-negara anggota ASEAN dipaksa atau terpaksa tidak bisa bersatu menghadapi pandemi Covid-19 dan konflik klaim di Laut China Selatan (LCS). Kedua masalah eksternal itu ternyata juga tidak bisa mendorong ke-10 negara anggota ASEAN untuk bersatu padu bertindak bersama dan keluar dari kedua masalah itu.
Indikasi ketidakbersatuan itu sudah muncul sejak awal virus Corona menyebar di kawasan Asia Tenggara pada Februari 2020. Semua anggota ASEAN lebih berorientasi nasionalistik dan unilateral demi melindungi kesehatan warga negaranya sendiri.
ADVERTISEMENT
Pintu-pintu internasional ditutup untuk menghambat perpindahan manusia melintas batas negara-negara ASEAN. Masing-masing negara berupaya keras mengamankan persediaan alat-alat kesehatan dan obat-obatan. Persoalan internal ini ‘menular’ ke luar ketika berhadapan dengan AS dan China.
China tampaknya memanfaatkan karakteristik internal ASEAN ini. Kebersatuan internal yang didasarkan pada perbedaan telah menyebabkan ASEAN terpaksa tidak bisa bersatu secara eksternal. Prinsip non-intervensi secara jelas telah membatasi ASEAN untuk mencampuri isu-isu nasional dari negara-negara anggotanya.
Yang bisa dilakukan ASEAN adalah tidak mengambil sikap memihak terhadap kekuatan besar (AS dan China), dan lebih fokus kepada upaya-upaya proaktif ikut merespons persoalan-persoalan regional, seperti pandemi Covid-19 dan konflik di LCS. Masalah pandemi dan vaksin Covid-19, serta konflik LCS memang memaksa negara-negara anggota ASEAN tidak bisa bersatu.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ASEAN sendiri seperti mati gaya. Berbagai perundingan sejak akhir 1990-an menemui jalan buntu. ASEAN memang telah menghasilkan Code of Conduct (CoC) yang mengatur kebebasan navigasi berbagai aktor dalam manfaatkan LCS.
Cina pun telah sepakat dalam perundingan dengan ASEAN. Namun, ASEAN tidak bisa berbuat apa-apa ketika Cina mengabaikan kesepakatan CoC itu dan bertindak provokatif terhadap kapal-kapal negara pengklaim LCS itu di lapangan.
Constructive Engagement
Tidak ada jalan lain bagi ASEAN, kecuali mengajak AS dan China bekerja sama dalam kerangka regional di ASEAN melalui constructive engagement. Alih-alih terlibat lebih jauh dalam rivalitas kedua negara besar itu, ASEAN harus menunjukkan sentralitasnya untuk mengajak kedua negara itu bekerjasama. Lahan paling potensial bagi kerjasama antara ASEAN, AS, dan China adalah pengembangan vaksin Covid-19 dan penyelesaian konflik LCS.
ADVERTISEMENT
Yang menarik di sini adalah di tengah perpecahan itu, negara-negara anggota ASEAN ternyata telah bekerja sama secara bilateral, baik dengan AS maupun China, dalam 2 masalah besar itu. Ini merupakan peluang ASEAN untuk mendorong negara-negara anggotanya membawa berbagai kerjasama bilateral mereka masing-masing ke tingkat regional.
Selain itu, ada urgensi mengenai perlunya ‘partisipasi’ negera-negara lain di kawasan Asia untuk menekan Cina di ’lapangan’. Upaya menekan Cina terjadi ketika angkatan laut Cina sedang latihan militer di LCS pada awal Juli 2020, AS juga mengirimkan dua kapal induknya (aircraft carrier) ke wilayah sengketa itu. Keikutsertaan kapal-kapal tempur Jepang, India, dan Filipina merapat ke AS di LCS dengan alasan menjaga keseimbangan kekuatan di teritori tersebut juga menambah dinamis perdamaian di kawasan ini.
ADVERTISEMENT
ASEAN masih memiliki peluang untuk mengajak Beijing menyadari urgensi stabilitas keamanan di LCS sangat terkait dengan upaya memulihkan citranya di mata dunia internasional sebagai akibat dari episentrum awal dari virus Covid-19. Sementara itu, tindakan provokatif dan intervensionis Cina di LCS justru semakin memperburuk citra internasionalnya sebagai kekuatan regional di Asia.
Selain itu, ASEAN juga mempertimbangkan situasi di lapangan yang menunjukkan sebuah pengecualian bahwa AS masih tetap mempertahankan kehadirannya di LCS. Komitmen AS terhadap stabilitas keamanan di LCS perlu diperluas dengan inisiatif kerjasama konkret dengan ASEAN.
Pada pertemuan virtual itu, ASEAN-AS membangun kemitraan strategis dalam jangka panjang untuk mendorong ketahanan kesehatan regional, melalui jaringan-jaringan di antara berbagai Centers for Disease Control and Prevention. Upaya itu bisa dipandang sebagai kelanjutan dari bantuan AS kepada negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia selama masa pandemi.
ADVERTISEMENT
Melalui constructive engagement itu, ASEAN sebagai sebuah organisasi regional dapat menunjukkan posisi konkretnya dalam merespons rivalitas AS dan China di kawasan Asia Tenggara ini. Pada gilirannya, kemampuan ASEAN mewujudkan keseimbangan itu akan mendorong kebersatuan di antara negara-negara anggotanya dan sentralitasnya di kawasan Asia Tenggara.