Virtual Blind Date: Untung atau Buntung?

Luisa Eleonora
Mahasiswa Akuntansi Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
28 November 2021 13:11 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Luisa Eleonora tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Virtual blind date. Foto : Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Virtual blind date. Foto : Pixabay
ADVERTISEMENT
Siapa sih yang gak bosan selama masa pandemi? Pasti pada bosan kan di rumah aja. Memang sih pandemi ini membatasi berbagai aktivitas fisik dalam lingkungan masyarakat. Nah, teknologi sekarang yang canggih justru membuka "jalan" untuk tetap menjalin komunikasi dengan keluarga, teman maupun hubungan percintaan. Setidaknya kita masih bisa keep in touch dengan orang tersayang. Apalagi generasi muda yang dalam masa sosial gencar-gencarnya mencari pujaan hati.
ADVERTISEMENT
Berkencan memang hal lazim di kalangan remaja. Kita tahu betul bahwa remaja adalah masa sosial yang tampak dari hubungan sosial makin jelas dan dominan. Karakter yang cenderung “menonjol” inilah yang mendorong ada penguatan tren acara kencan buta secara virtual.
Beruntungnya di masa yang semuanya tersedia serba mudah, ibarat mi instan yang praktis, cepat juga memenuhi kebutuhan sama halnya dengan virtual blind date (VBD) efisien dan efektif apalagi di masa pandemi. Tidak perlu repot-repot mengeluarkan merogoh kocek yang besar yang besar untuk berkencan. Apalagi kebutuhan psikis individu khususnya remaja yang dalam masa peralihan mengalami perubahan beberapa kebiasaan dalam bergaul.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari Studi Snap.Inc, tingkat kesepian di kalangan responden Indonesia meningkat menjadi 42% selama pandemi, sedangkan sebelumnya hanya sebesar 18%. Peningkatan tersebut tak lain disebabkan oleh berkurangnya intensitas pertemuan antar individu ataupun kelompok di luar lingkungan rumah. Adanya virtual blind date memberikan peluang kemudahan bagi remaja dalam menjumpai teman bahkan pasangan.
Di beberapa kampus ternama di Indonesia seperti Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya dan beberapa Universitas lainnya sudah ada beberapa kali melangsungkan acara ini. Salah satu contohnya adalah Universitas Airlangga (Unair) dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang mengadakan acara Virtual Blind Date (VBD) mengikuti tren dan munculnya banyak permintaan dari kedua belah pihak. Sementara panitia penyelenggara acara tersebut berasal dari kalangan mahasiswa-mahasiswi universitas tersebut. Demikian halnya calon peserta terbatas hanya mahasiswa aktif dari jenjang D3, D4, S1 maupun S2.
Ilustrasi Virtual blind date. Foto : Pixabay
Meledaknya acara ini didukung oleh antusiasme sebagian besar komunitas mahasiswa. Mereka meyakini bahwa tujuan diselenggarakannya murni hanya melepas penat di kala perkuliahan online yang menjenuhkan. Apalagi adanya ajakan dari teman sebaya dengan "iming-iming" menarik banyak minat para peserta. Jumlah peserta sangat memengaruhi keberadaan virtual blind date di kalangan remaja.
ADVERTISEMENT
Hal-hal di atas makin melejitkan popularitas virtual blind date. Mencari pasangan dengan berbagai macam tahapan sebagai pemenuhan kebutuhan untuk berinteraksi sosial. Virtual blind date yang sedang hangat sekarang dinilai lebih praktis. Karena dapat dilakukan dari rumah dan tidak perlu bertatap muka dengan peserta lain. Wah, cocok nih buat kamu yang malu-malu bertemu orang.
Acara tersebut hanya dapat diakses lewat zoom meeting. Pada umumnya acara virtual blind date hanya berdurasi 60 menit dan terbagi atas tiga sesi, yaitu sesi pembukaan, sesi blind date, dan sesi penutup. Para peserta yang hadir akan diberi waktu 20 menit untuk mengobrol dengan lawan jenis pada tiga breakout room yang berbeda.
Feedback dari acara tersebut pun beragam. Ada yang memberikan feedback positif karena dengan mengikuti rangkaian acara mereka dapat membangun relasi baru yang lebih luas, dan bisa mendapat teman bicara yang kebetulan satu frekuensi. Namun, ada pula beberapa dari mereka yang malah di ghosting oleh partnernya.
ADVERTISEMENT
Lalu apakah konsep gaya hidup instan seperti ini tidak memiliki dampak negatif untuk remaja? Tentu ada. Jika sebagian besar remaja hanya mengandalkan hal-hal instan, maka akan mereka akan kurang menghargai suatu proses. Karena mereka dalam mengerjakan sesuatu hanya terkesan tinggal “terima jadi”.
Dari hal seperti itu akan muncul cara berpikir baru yang mungkin saja menjerumuskan para remaja ke hal-hal yang kurang baik seperti mereka akan jadi malas mengerjakan sesuatu, merasa bebas melakukan apa pun, dan cenderung bersikap kasar dan anarkis. Hal tersebut akan berdampak pada psikologi mereka, dengan pola berpikir demikian membuat mereka menjadi pribadi yang pesimis akan kemampuan yang mereka miliki. Nah, rasa pesimis ini akan menimbulkan suasana hati yang cenderung tidak stabil.
ADVERTISEMENT
Para remaja yang sudah terbiasa dengan gaya hidup instan juga akan menggampangkan segala hal. Sering kali kita temui remaja seperti ini cenderung mudah mengambil risiko tanpa pertimbangan dahulu. kebanyakan dari mereka masih belum berpikir dampak dari hal yang mereka ambil. Hal seperti sudah banyak kita temui bukan?
Untuk itu sebagai langkah awal proteksi diri, kita bisa untuk mulai belajar untuk menikmati sebuah perjalanan dan proses. Berproses memang seringkali tak mulus, selalu ada hambatan dan rintangan di setiap perjalanannya. Namun, dengan menikmati sebuah proses kita dapat merasakan bahwa kita sebenarnya lebih dari yang kita pikirkan, kita lebih dari yang kita takutkan, dan kita bisa keluar dari batasan-batasan yang selama ini mengurung kita.
ADVERTISEMENT
Penulis: Aneo Zarina dan Luisa Eleonora
Data Referensi:
Cessia, K. D., & Lestari, S. B. (2017). Pemahaman Pengguna Media Sosial Tinder terhadap Fenomena Kencan Online untuk Menjalin Hubungan Romantis Bagi Penggunanya. Interaksi Online, 6(1),p 1-10. (Online) https://docplayer.info/137628145-Pemahaman -pengguna-media-sosial-tinder-terhadap-fenomena-kencan-online-untuk-menjalin-hubungan-romantis-bagi-penggunanya.html
Jawa Pos. (2021) Virtual Blind Date di Kalangan Mahasiswa, Sekadar Cari Relasi, Syukur-syukur Bisa Dapat pacar.12 Oktober. dilihat 25 Oktober 2021 https:// radar semarang.jawapos.com/features/cover-story/2021/10/12/virtual-blind-date-di-kalangan-mahasiswa-sekadar-cari-relasi-syukur-syukur-bisa-dapat-pacar/
Prima, C., Suarsana, I. And Wiasti, N., 2021. Tinder Sebagai Platform Pencarian Jodoh di Zaman Digital.Journal of Arts and Humanities , 25(3), p.379
Sagita, M. and Irwansyah, I., 2021. Finding Love During the Pandemic: Impression Management on Dating Apps. SSRN Electronic Journal. (Online) https:// papers. ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=3840736
ADVERTISEMENT
Umbase, R. S. (2015). Gaya Hidup Remaja di Kota Menado : Suatu Kajian Fenomenologis. Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender, 11 (2) p 124-126