Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Asiknya Jalan Sore Menjelang Malam Hari di Kota Hujan
29 Mei 2022 7:41 WIB
Tulisan dari Lukman Rizki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Hari Kamis malam yang tentram, aku dan temanku sedang bercakap-cakap di whatsapp. Di tengah percakapan, salah satu teman perempuanku tiba-tiba mengajak kami untuk pergi esok hari. Setelah cukup lama berdiskusi menentukan tujuan kemana untuk esok hari, akhirnya kami memutuskan pergi ke sekitaran Kota Bogor.
ADVERTISEMENT
Matahari bersinar cerah pada Jumat pagi, aku terbangun dari tidur nyenyak semalam untuk bersiap menyambut hari ini dengan semangat. Kami bertiga akan berangkat setelah sholat jumat, tepatnya pukul 13.00 WIB.
Kami berencana akan mengunjungi salah satu kafe di daerah Paledang dan menyusuri Jalan Suryakencana pada sore menjelang malamnya. Kami sepakat akan pergi menaiki kereta api dari Stasiun Bojong Gede bersama-sama.
Waktu menunjukan pukul 12.30 WIB, aku baru saja selesai menunaikan ibadah sholat jumat di masjid dekat tempat tinggalku. Setelah sampai di rumah, aku segera bersaiap-siap untuk berangkat menuju stasiun menemui keduanya. Aku berangkat dari rumah sekitar pukul 12.50 WIB menaiki sepeda motor.
Sesampainya di stasiun, ternyata kedua temanku belum sampai sebab masih dalam perjalanan. Selang 20 menit, kedua temanku datang dari arah Selatan menghampiri diriku yang sedang duduk sendiri di kursi peron jalur 1. Tidak lama kami bertemu, kereta tujuan akhir Stasiun Bogor tiba, kami langsung menaikinya.
ADVERTISEMENT
Situasi di dalam gerbong kereta tidak begitu ramai karena bukan jam-jam sibuk dan jarang sekali orang yang menaiki kereta tujuan Stasiun Bogor di siang hari. Kedua temanku mendapatkan kursi kosong karena ada penumpang yang akan turun di stasiun berikutnya, yakni Stasiun Cilebut.
Tidak terasa kami bertiga tiba di Stasiun Bogor, tempat pemberhentian terakhir. Tujuan pertama kami mengunjungi salah satu kafe di daerah Paledang. Sebelumnya, salah satu temanku ingin makan ayam goreng di salah satu warung tenda di depan Stasiun Bogor.
Setelah menemani temanku makan, kami bertiga melanjuti perjalanan menuju Kafe Koba yang ada di Jalan Paledang No.41, RT.01/RW.02, Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16122 dengan berjalan kaki menyusuri trotoar jalan.
ADVERTISEMENT
Sesampainya di dalam kafe rasanya sejuk sekali diterpai udara dari AC setelah berjalan kaki di siang hari. Kami bertiga memesan minuman non-coffe dengan rasa berbeda. Salah satu temanku menyarankan untuk mencari tempat duduk di lantai 2 dengan ruangan tertutup dekat toilet.
Dua jam berlalu, tidak terasa matahari mulai condong ke Barat menandakan waktu petang. Kami bergegas melanjutkan perjalanan menuju Jalan Suryakencana dengan berjalan kaki karena jaraknya tidak begitu jauh.
Menikmati perjalanan dengan menyusuri tepian trotoar jalan di bawah pepohonan rindang dengan lalu lalang kendaraan di sore hari membuat kami tidak sadar bahwa sudah tiba di gerbang depan Jalan Suryakencana yang berwarna merah terang identik dengan budaya Tiongkok. Istilah "China Town Bogor" melekat pada tempat ini karena banyak sentuhan interior Tiongkok mulai dari gerbang masuk, pertokoan, hingga restoran di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Kondisi Jalan Suryakencana saat itu cukup ramai, banyak pedagang yang berjualan di ruko maupun gerobak pinggir jalan serta pengunjung yang lalu lalang menyusuri jalanan di sekitarnya. Kami menyusuri jalan sembari melihat sekitar barangkali ada kuliner unik yang bisa kami cicipi. Sebelumnya, kami masuk ke salah satu toko alat tulis kantor untuk menemani salah satu temanku mencari pulpen kokoro.
Beberapa ruko di sini masih terjaga bentuk aslinya yang terlihat dari bentuk bangunannya meskipun tidak sedikit yang sudah mengalami renovasi. Bentuk bangunan tua dengan sentuhan interior Tiongkok banyak ditemukan di sini. Rasanya seperti berada di kota dengan suasana tahun 1990 an.
Tak lama kami pun melangkahkan kaki menuju salah satu rumah makan milik keluarga Cina. Menu yang ditawarkan tidak jauh berbeda dengan rumah makan lain, seperti mie ayam, nasi goreng, kwetiaw, baso, donclang, dan masih banyak lagi. Aku memesan mie ayam biasa, temanku memesan kwetiaw, dan temanku yang lainnya hanya membeli es teh manis karena sudah makan di depan stasiun tadi siang. Sembari menunggu makanan siap, kami disuguhkan live music sederhana didukung dengan tempatnya yang rapih, bersih, dan cukup nyaman sehingga kami tidak bosan.
ADVERTISEMENT
Terlihat langkah kaki seorang wanita muda dari belakang sembari membawa nampan berisi makanan pesanan kami. Tidak ada yang berbeda tampilan makanan di sini dengan tempat lain. Namun, ada perbedaan pada cita rasa yang disajikan. Mie ayam punyaku memiliki cita rasa yang hambar, sepertinya penggunaan bumbu di sini tidak sekuat mie ayam di tempat lain yang biasanya bercita rasa kuat. Ternyata temanku yang memesan kwetiaw goreng merasakan hal yang sama. Menurutku, rumah makan ini lebih cocok untuk orang yang tidak menyukai makanan dengan cita rasa kuat.
Setelah perut terisi kami langsung membayar diiringi lemparan senyum ramah dari pemiliki dan penjaga rumah makan. Kami kembali menyusuri Jalan Suryakencana sampai depan gerbang untuk mencari angkot menuju Stasiun Bogor. Tak terasa hari sudah malam, jalanan terlihat indah dihiasi lampu jalan dan lampu dari beberapa toko yang masih menyala.
ADVERTISEMENT
Nampak beberapa toko sudah tutup, kendaraan yang melintas pun tidak banyak seperti tadi sore. Namun, orang yang lalu lalang masih terlihat, kursi-kursi trotoar pun masih diduduki pengunjung yang ingin menikmati suasana malam hari di Jalan Suryakencana ditemani angin yang mulai berhembus. Setelah menemukan angkot yang dicari, kami segera menaikinya menuju stasiun.
Selesai sudah perjalanan hari ini ke Jalan Suryakencana, penat rasanya hilang sejenak setelah perut kenyang terisi. Kami melanjutkan perjalanan pulang menaiki kereta api dengan rasa senang.
(Lukman Rizki M. / Politeknik Negeri Jakarta)