Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
APEC dan Blue Economy: Sinergi Regional untuk Mengatasi Kemiskinan Pesisir
11 April 2025 21:44 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Luna Grace tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Blue Economy atau Ekonomi Biru merupakan ekonomi laut yang berfokus kepada pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang ada di laut untuk konsep berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung perbaikan kehidupan masyarakat, memperhatikan ekosistem laut, dan untuk meningkatkan pada sektor ekonomi. Blue Economy ini memiliki sektor-sektor di dalamnya yaitu pelayaran, pariwisata, akuakultur, dan lain-lain. Konsep ini yang lahir pada tahun 2000an awal, di saat pembangunan berkelanjutan ini mulai menarik di kacamata dunia global.
ADVERTISEMENT
Asia Pasifik merupakan kawasan yang tidak jarang lagi didengar yang menjadi kawasan pusat ekonomi global dengan kelebihan kekayaan maritimnya yang tidak sedikit. Tidak hanya laut dan pesisir yang menjadi SDA utama, tetapi tidak sedikit masyarakat atau individu yang tinggal di lingkungan tersebut hidup di dalam kondisi yang terpinggirkan dan miskin. Walaupun, jika dapat dikelola dengan cara yang baik dan memikirkan keberlanjutannya dengan potensi laut yang sangat besar. 36 juta masyarakat di kawasan Asia ini berada di bawah garis kemiskinan, seperti masyarakat pesisir dan masyarakat yang memiliki pekerjaan di dalam sektor perikanan sebanyak 76% menurut laporan UNDP (United Nations Development Programme). Tidak dapat dimungkiri ketika negara yang memiliki SDA yang melimpah seperti Filipina dan Indonesia, masyarakat pesisirnya juga masih menjadi "Isu" yang belum dapat ditangani dengan baik. Sehingga indikasi pengelolaan SDA laut ini belum memperlihatkan dampak nyata untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Blue economy menjadi salah satu cara yang mulai di implementasikan, dengan konsep yang digambarkan oleh Gunder Pauli ini menggarisbawahi kepada bagaimana pengelolaan SDA laut yang memiliki dampak berkelanjutan, inklusif, dan efektif. Blue economy sendiri juga menolak keras pada konsep eksploitasi yang “berlebihan” melainkan melakukan pemanfaatan laut yang sejalan dengan melestarikan ekosistem lautnya, mendorong kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat pesisir, dan meningkatkan sektor perekonomian. Tentu di dalam keberhasilan upaya implementasi ini didukung oleh peranan organisasi regional, di kawasan Asia Pasifik sendiri memiliki APEC atau yang dikenal sebagai Asia Pacific Economic Cooperation. APEC menjadi aktor yang penting dalam Blue Economy, namun APEC sendiri tidak hanya memfasilitasi wadah untuk berdiskusi sebuah kebijakan, namun juga menjadi tangan dan partner kolaborasi untuk mencapai kelestarian laut dan mengatasi kemiskinan.
ADVERTISEMENT
Deklarasi Xiamen menajadi perjanjian APEC dengan Blue Economy yang disepakati pada tahun 2014. Seluruh anggota dalam APEC ini sepakat untuk dapat menjadi aktor yang dapat mengelola laut yang berkelanjutan yang diletakan dalam skala prioritas kerja sama dalam kawasan. Dengan strategi yang diimplementasikan dalam pembangunan perikanan yang berkelanjutan, pariwisata yang lebih ramah pada lingkungan, dan inovasi teknologi untuk mengontrol wilayah perikanan. APEC memiliki hasil nyata, dalam sektor pendidikan, APEC memberikan mobilitas peneliti serta mahasiwa kelautan dengan tujuan meningkatkan kapasitas SDM di bidang maritim. Selain itu dalam bidang perikanan, dalam pengembangan teknologi dalam penangkapan ikan yang lebih ramah pada lingkungan dan ekosistem laut untuk membantu nelayan agar mendapatkan hasil tanpa merusak.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, Blue Economy yang diberikan berbagai fasilitas dari APEC memiliki dampak kepada roda pertumbuhan ekonomi secara skala besar. Negara India dan Vietnam memiliki kontribusi dalam bidang maritim di dalam PDB atau Produk Domestik Bruto yang berkembang dengan pesat setelah adanya kebijakan Blue Economy ini diimplementasikan. Tidak bisa dimungkiri, adanya tantangan dan rintangan yang harus dihadapi seperti masih minim atau terbatasnya terhadap teknologi di daerah yang sulit digapai, alat tangkap yang ilegal, dan kurang kerja sama yang harus dijalani oleh kebijakan daerah dan pusat. APEC sendiri berada di dalam posisi yang cocok karena tidak hanya menjadi penyedia fasilitas kebijakan, namun juga menjadi tangan untuk mengirim teknologi, melakukan katalisator pendanaan, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya struktur kerja sama yang inklusif, efektif, dan berlandaskan kolaborasi, APEC ini tentu mempunyai peluang yang besar untuk mewujudkan perubahan ekonomi kelautan yang tidak hanya dilihat dari pandangan untuk berkelanjutan namun juga melihat dari kacamata keadilan sosial di dalam tantangan dan rintangan yang terus berubah dan kompleks. Kawasan Asia Pasifik juga mempunyai tantangan karena berbagai faktor seperti masih banyaknya ketimpangan atau kesenjangan ekonomi yang berdampak kepada lingkungan, untuk mengedepankan inovasi, kemitraan, dan terus memiliki pihak pada masyarakat akar rumput. Blue Economy ini sudah cocok untuk menjadi lebih daripada suatu wadah atau jargon yang berbasis kebijakan dokumen internasional, dengan peranan dan kontribusi APEC serta kesepakatan dan tekad yang nyata pada negara anggotanya, maka dapat dan harus diwujudkan untuk menjadi solusi nyata di dalam mengatasi kemiskinan pada masyarakat pesisir dengan berjalannya membangun pembangunan masa depan dalam sektor maritim yang adil.
ADVERTISEMENT