Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Konten dari Pengguna
Gen Z dan Dunia Kerja
29 Maret 2025 17:33 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Lusiana Desy Ariswati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Generasi Z (lahir antara 1997 hingga 2012) kini mulai mengisi ruang dunia kerja, menciptakan dinamika baru yang menarik sekaligus menantang. Berbeda dengan generasi sebelumnya, Gen Z punya karakteristik yang unik, baik dari segi nilai, cara bekerja, maupun pandangannya terhadap karier. Namun, meski mereka membawa inovasi dan semangat baru, ada stigma negatif yang sering muncul.

Gen Z dikenal sebagai generasi yang sangat melek teknologi dan cepat beradaptasi dengan perubahan. Mereka sangat mengutamakan fleksibilitas dalam pekerjaan dan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Keinginan untuk bekerja secara mandiri, serta mendapatkan pengakuan dan apresiasi atas usaha mereka juga menjadi prioritas. Selain itu, mereka menghargai keberagaman dan transparansi di tempat kerja.
ADVERTISEMENT
Gen Z juga dikenal memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan senang belajar hal-hal baru. Hal ini membuat mereka sangat tertarik dengan pekerjaan yang memberikan peluang untuk berkembang dan memperluas keterampilan. Meskipun begitu, mereka juga menginginkan suasana kerja yang nyaman dan tidak terlalu formal, yang memungkinkan mereka untuk berekspresi secara maksimal.
Alasan Gen Z Memiliki Stigma Negatif dalam Dunia Kerja
Stigma negatif terhadap Gen Z banyak muncul karena perbedaan cara pandang dan gaya kerja mereka dibandingkan generasi sebelumnya. Salah satu anggapan yang berkembang adalah bahwa Gen Z kurang memiliki etos kerja yang kuat dan mudah terpengaruh oleh kemajuan teknologi. Banyak yang beranggapan bahwa mereka cenderung bergantung pada teknologi, yang membuat mereka terkesan malas dan tidak bisa bekerja tanpa bantuan digital.
ADVERTISEMENT
Selain itu, sikap mereka yang lebih mengutamakan keseimbangan hidup dan penolakan terhadap budaya kerja keras (hustle culture) juga menjadi sorotan. Sebagian orang melihat ini sebagai ketidakmampuan Gen Z dalam menghadapi tekanan dan tuntutan pekerjaan yang tinggi.
Persepsi bahwa Gen Z tidak tahan banting sering kali muncul karena gaya kerja mereka yang lebih fleksibel dan tidak terlalu mengikuti norma kerja yang baku. Gen Z lebih menghargai pekerjaan yang memberi mereka ruang untuk berkembang dan bereksperimen. Mereka juga tidak takut untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan passion mereka, yang kadang membuat mereka terlihat tidak loyal atau sering berpindah pekerjaan.
Teknologi juga berperan dalam membentuk kebiasaan mereka. Ketergantungan pada alat digital bisa diartikan sebagai cara untuk menghindari tantangan langsung atau interaksi tatap muka yang lebih menantang. Selain itu, nilai-nilai seperti transparansi dan komunikasi langsung sering kali mengarah pada tuntutan yang lebih tinggi terhadap atasan mereka untuk memberi arahan yang jelas, yang bisa menambah tekanan dalam hubungan kerja.
ADVERTISEMENT
Di balik stigma negatifnya, Gen Z memiliki banyak kelebihan yang bisa menjadi aset besar bagi dunia kerja. Keahlian teknologi mereka yang canggih memungkinkan mereka untuk bekerja lebih efisien dan cepat dalam mengadopsi alat-alat digital terbaru. Mereka juga sangat kreatif dan inovatif, serta mampu bekerja dengan baik dalam lingkungan yang membutuhkan perubahan cepat.
Keterbukaan mereka terhadap berbagai ide baru dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan adalah nilai tambah dalam perusahaan yang bergerak di sektor inovasi dan teknologi. Gen Z juga sangat menghargai keberagaman dan inklusivitas, yang menciptakan lingkungan kerja yang lebih dinamis dan terbuka.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa tantangan dalam bekerja dengan Gen Z. Salah satunya adalah kecenderungan mereka untuk mencari kenyamanan dalam pekerjaan, yang kadang dapat terlihat sebagai ketidakmauan untuk menghadapi situasi sulit atau tuntutan yang berat. Ketergantungan mereka pada teknologi bisa membuat mereka kurang fleksibel dalam menangani pekerjaan yang tidak mengandalkan alat digital.
ADVERTISEMENT
Selain itu, rasa ingin tahu yang tinggi kadang-kadang dapat membuat mereka berpindah pekerjaan lebih cepat, mencari hal-hal baru yang lebih menarik. Hal ini bisa menimbulkan masalah dalam hal loyalitas dan kestabilan tenaga kerja dalam perusahaan.
Bagi generasi Gen Z yang baru saja memasuki dunia kerja setelah menamatkan pendidikan di jenjang SMA atau S1, ada beberapa profesi yang sangat cocok dengan karakteristik mereka. Profesi yang berhubungan dengan teknologi dan kreativitas, seperti desainer grafis, pengembang perangkat lunak, dan spesialis pemasaran digital, sangat sesuai dengan keahlian mereka dalam mengadopsi teknologi terbaru.
Selain itu, pekerjaan yang memberi ruang untuk fleksibilitas dan pengembangan diri, seperti pekerja lepas (freelancer), konsultan kreatif, atau pekerjaan di startup, juga bisa menjadi pilihan yang ideal. Karier di bidang yang memungkinkan mereka untuk bekerja secara mandiri sambil terus belajar dan berkembang, seperti di bidang teknologi, pemasaran digital, dan media sosial, akan lebih cocok bagi Gen Z.
ADVERTISEMENT
Intinya, generasi Z membawa angin segar ke dunia kerja dengan pendekatan yang lebih modern dan terbuka terhadap perubahan. Meskipun ada stigma negatif terkait etos kerja mereka, tidak dapat dipungkiri bahwa Gen Z memiliki keunggulan dalam hal kreativitas, kemampuan beradaptasi dengan teknologi, dan keterbukaan terhadap ide-ide baru. Untuk itu, penting bagi perusahaan untuk memahami karakteristik mereka dan menyesuaikan kebijakan yang lebih fleksibel dan mendukung perkembangan mereka. Dengan pendekatan yang tepat, Gen Z dapat menjadi aset yang sangat berharga dalam dunia kerja yang terus berkembang.