Konten dari Pengguna

Kehilangan yang Memilukan Bukan Akhir bagi Hidup: Tangguhlah dalam Mengikhlaskan

Lutfiah Dwi Tanti
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9 Juli 2024 6:01 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lutfiah Dwi Tanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cover Novel Arti Kehilangan, Senin (08 Juli 2024). Sumber: dokumentasi pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Cover Novel Arti Kehilangan, Senin (08 Juli 2024). Sumber: dokumentasi pribadi.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Novel dengan judul "Arti Kehilangan" karya Ade Rahayu yang di terbitkan oleh Euthenia pada tahun 2015 di Jakarta Barat berjumlah 152 halaman ini tidak memiliki gambar tetapi cukup sederhana dengan warna sampul biru kehijauan dan kuning. Saya membeli novel ini dengan harga Rp40.000.
ADVERTISEMENT
Pada sinopsis buku, diceritakan bahwa Ade Rahayu, ia adalah seorang mahasiswi akuntansi Universitas Negeri Padang yang merupakan salah satu penulis novel. Ia sangat suka menulis sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. "Aku menulis, karena hanya di dalam tulisan aku merdeka bebas menjadi apa saja", itu katanya. Salah satu novel yang ia tulis adalah "Arti Kehilangan". Di dalam novel ini, ia menceritakan tentang kehidupan seorang Gadis keturunan Jawa dan Minang yang mengharuskannya pindah ke daerah Padang.
Yang pertama kali menarik perhatian saya untuk membeli novel ini adalah judulnya dan kata-kata motivasi di awal cover "Jangan menyerah, meski kehilangan ini begitu memilukan. Aku yakin, akan datang saatnya senyuman itu kembali hadir menghiasi wajahmu." serta sinopsisnya. Ternyata, novel berjudul "Arti Kehilangan" karya Ade Rahayu ini menceritakan sebuah kisah tentang seorang anak perempuan yang bernama Gadis Ayu Pintoko. Panggilan sehari-harinya ialah Gadis. Dan ia adalah tokoh "aku" sekaligus tokoh utama di dalam cerita ini.
ADVERTISEMENT
Di dalam nama Gadis terselip nama Ayu, Ayu Sukma Wijaya, yang mana nama tersebut adalah nama ibunya yang berdarah jawa yang cantik. Sedangkan ayahnya berasal dari ranah minang. Ibu dan ayahnya menikah di ranah minang. Setelah seminggu menikah, barulah ayah dan ibunya pergi merantau ke Jakarta untuk mengadu nasib.
Pada saat Gadis berumur 8 tahun, ia diajak oleh orang tuanya pergi berlibur ke Bukittinggi, yaitu tempat kelahiran ayahnya. Disana dia diperkenalkan dengan saudara-saudara ayahnya. Setelah cukup lama berlibur, akhirnya Gadis dan keluarga pulang kembali kerumahnya di Jakarta dan menjalani aktivitas seperti biasanya.
Sehari-harinya, ayahnya bekerja sebagai karyawan toko miliknya dan ibunya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pada saat itu, terjadi sebuah tragedi besar pada tahun 1998 yang menyisakan sepenggal sejarah bagi bangsa ini juga menjadi latar belakang cerita ini.
ADVERTISEMENT
Pagi itu, saat sedang terjadi kerusuhan tahun 1998, ayah Gadis pergi ke toko seperti biasanya untuk bekerja. Tetapi timbul kecemasan dalam hati sang ibu Gadis. Ibu Gadis khawatir karena takut terjadi apa-apa dengan sang ayah. Tiba-tiba saja handphone ibu Gadis berdering. Ternyata yang menelepon adalah karyawan toko ayah Gadis yang bernama Liong. Katanya, toko milik ayah Gadis telah dibakar dan semua isi didalamnya hangus terbakar. Belum selesai bercerita, lalu telfon tersebut terputus. Langsung saja sang ibu bergegas menyusul sang ayah ke toko. Sang ibu menyuruh Gadis untuk tetap berada di rumah dan mengunci pintu kamar. Tak lama setelah itu, ayah datang dan mengetok pintu dan menanyakan keberadaan ibu. Melihat sang ibu tidak ada dirumah, akhirnya sang ayah pergi mencari ibu ke tempat kerusuhan. Alhasil, ibu ditemukan sudah terbaring lemah dan bercucuran darah. Akhirnya, sang ibu meninggal dunia. Ayah Gadis, Gadis, dan seluruh saudaranya sangat terpukul dengan kepergian sang ibu. Gadis pun menjalani hari-hari nya tanpa seorang ibu. Tetapi Gadis sadar, kepergian ibu nya bukan untuk dijadikan kesedihan, tetapi menjadikan ia untuk lebih tegar. Sebelum meninggal, ibunya berpesan kepada Ayah Gadis, agar Gadis tumbuh dan besar di Ranah Minang.
ADVERTISEMENT
Sepeninggal sang ibu, sang ayah merencakan untuk meninggalkan pulau Jawa dan pergi ke Bukittinggi sekaligus membawa Gadis untuk bersekolah disana sesuai dengan pesan sang ibu. Di sana, ia tinggal menetap di tanah kelahiran ayah nya sekaligus melanjutkan kehidupannya. Di sepanjang perjalanan hidup Gadis, ia melalui nya tidak sendirian, ada orang-orang yang selalu menemaninya dan menyayangi nya seperti ayah dan keluarga di sana.
Setelah tiba disana, Gadis mendapatkan sekolah baru sekaligus teman baru. Tetapi, ada seorang anak yang tidak suka dengan Gadis dikarenakan Gadis bukan orang Minang. Dia adalah Siska. Seorang anak yang bijak tetapi suka mengejek orang lain.
Kenapa Siska bilang seperti itu? Dikarenakan di minang, suku seseorang ditentukan oleh garis keturunan Ibu. Sedangkan ibunya adalah orang jawa. Jadi, menurut Siska, suku Gadis adalah jawa dan menganggap Gadis adalah orang jawa. Hati Gadis pun menjadi sedih dan menceritakan masalah ini ke ayah, nenek, paman, Meisya, dan Neisya.
ADVERTISEMENT
Waktu pun terus berjalan. Setelah tamat SMA, Gadis kemudian melanjutkan sekolahnya ke Universitas. Selama menjadi mahasiswa, Gadis tidak lagi tinggal dengan ayahnya. Sepeninggalan Gadis dari rumah, ayahnya selalu sakit-sakit an karena tidak ada lagi yang mengurusi. Akhirnya, penyakit ayahnya bertambah parah dan menyebabkan ia meninggal dunia. Gadis pun menangis karena telah ditinggalkan oleh dua orang yang sangat ia sayangi. Gadis menyesal karena tidak dapat merawat ayahnya selama ayahnya sakit. Kini Gadis hanya bisa bersedih dan merasa kehilangan akan kepergian orang tuanya yang merupakan bagian terpenting dalam hidupnya.
Nilai-nilai yang bisa diambil dalam novel ini adalah:
1. Nilai religius: jika mendapatkan masalah, sebaiknya kita berdoa kepada Tuhan dan memohon petunjuk kepadaNya.
ADVERTISEMENT
2. Nilai budaya: kita harus saling menghargai perbedaan budaya disekitar kita.
3. Nilai sosial: sebagai makhluk sosial, kita hendaknya saling menjaga tali persaudaraan walaupun berbeda suku.
4. Nilai moral: tidak boleh membeda-bedakan suku seseorang.
Kelebihan dari novel ini disajikan dengan bahasa yang menarik, mudah dipahami, dan ceritanya juga menarik. Novel ini juga dilengkapi dengan puisi-puisi yang menyentuh hati. Harganya juga tidak terlalu mahal. Ukuran tulisannya pun pas, tidak terlalu besar ataupun kecil. Ceritanya langsung kepada inti, tidak berbelit-belit atau terlalu panjang. Setiap halamannya selalu berisi kata-kata yang bermakna. Novel ini sangat menarik dan baik bagi para pembacanya. Bahasa yang disajikan dalam cerita ini dibuat semenarik mungkin sehingga sangat menyentuh hati. Langit biru keputihan dan padang dengan tanaman gandum menggambarkan cerita ini seperti suasana hati yang sepi.
ADVERTISEMENT
Untuk kekurangan nya tetap tidak mengurangi bagusnya novel ini. Kekurangan novel ini adalah di bagian akhir cerita kurang begitu jelas. Sehingga para pembacanya kurang memahami dan puas.
Dengan mengesampingkan beberapa kekurangannya, novel ini sangat baik bagi para pembacanya dan tetap tidak mengurangi bagusnya novel ini. Novel ini sangat menginspirasi sekaligus mengajarkan kita bahwa sungguh berarti orang-orang yang ada di sekitar kita.
Selamat menikmati makna dari kehilangan!