Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Ketika Budaya Timur dan Barat Bertarung: Menelisik Konflik dalam "Salah Asuhan"
9 Maret 2025 12:52 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Lutfiah Dwi Tanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Novel "Salah Asuhan" karya Abdoel Moeis adalah salah satu karya sastra Indonesia modern awal yang sangat terkenal. Diterbitkan pertama kali oleh Balai Pustaka pada tahun 1928. Novel 242 halaman ini mengangkat tema yang kompleks dan relevan dengan kondisi sosial budaya pada masa itu. "Salah Asuhan" bukan hanya sekadar kisah cinta segitiga, tetapi juga cerminan dari pergolakan identitas dan budaya yang dialami oleh masyarakat Indonesia pada masa kolonial. Novel ini berhasil menggambarkan kompleksitas hubungan antarmanusia dan dampak dari benturan budaya dalam kehidupan sehari-hari. Novel dengan 26 chapter ini juga telah diangkat kelayar lebar dengan judul yang sama, yaitu "Salah Asuhan" pada tahun 1972 yang disutradarai oleh Asrul Sani. Novel ini sangat layak untuk dibaca oleh siapa saja yang tertarik dengan sejarah sastra Indonesia dan ingin memahami lebih dalam tentang kondisi sosial budaya pada masa kolonial.
ADVERTISEMENT
Secara singkat, novel "Salah Asuhan" berkisah tentang Hanafi, seorang pemuda pribumi yang berpendidikan tinggi dan memiliki ambisi besar untuk mengadopsi budaya Barat. Ia jatuh cinta pada Corrie du Bussée, seorang perempuan Indo-Belanda yang cantik dan berjiwa bebas. Namun, hubungan mereka tidak mendapat restu dari masyarakat dan keluarga karena perbedaan budaya dan status sosial. Hanafi akhirnya menikah dengan Rapiah, seorang perempuan pribumi yang dianggap lebih sesuai dengan nilai-nilai tradisional. Namun, pernikahan mereka tidak bahagia karena Hanafi terus membandingkan istrinya dengan Corrie. Konflik batin dan kekecewaan membawa Hanafi pada kehancuran, baik secara psikologis maupun sosial.
Mari simak ulasan berikut,
1. Benturan Budaya Timur dan Barat
Novel ini menggambarkan pertentangan antara budaya Barat dan Timur, khususnya dalam konteks masyarakat Indonesia pada masa kolonial. Hanafi mewakili generasi pribumi yang kagum dengan kebudayaan Barat, tetapi pada akhirnya tidak mampu menyesuaikan diri sepenuhnya. Corrie melambangkan kebebasan dan modernitas, tetapi juga mengalami keterasingan karena identitasnya sebagai keturunan Indonesia.
ADVERTISEMENT
2. Kisah Cinta antara Hanafi
Seorang pemuda Minangkabau yang terdidik dalam budaya Barat, dan Corrie du Bussee, seorang gadis Indo-Belanda, menjadi simbol dari benturan budaya ini.
3. Pendidikan dan Identitas
"Salah Asuhan" juga menyoroti masalah pendidikan dan bagaimana pendidikan dapat memengaruhi identitas seseorang.
4. Mengagumi Budaya Barat
Hanafi, yang sangat mengagumi budaya Barat, berusaha untuk menjadi seperti orang Eropa, tetapi pada akhirnya ia merasa terasing dari identitasnya sendiri.
5. Perkawinan Antarbangsa
Novel ini mengangkat tema perkawinan antarbangsa yang pada masa itu masih dianggap tabu. Dan perkawinan antara Hanafi dan Corrie mengalami banyak masalah karena perbedaan budaya dan latar belakang mereka.
Abdoel Moeis juga menyampaikan kritik sosial terhadap kondisi masyarakat Indonesia pada masa itu, termasuk masalah diskriminasi rasial dan ketidakadilan sosial. Kritik terhadap nasionalisme dan identitas diri Hanafi yang menghadapi dilema identitas ingin menjadi seperti orang Barat, tetapi tetap terikat dengan budaya pribumi, kritik terhadap pribumi yang merasa rendah diri terhadap budaya sendiri, dan kritik terhadap perkawinan dan peran gender, dimana Hanafi yang tidak bisa menerima istrinya, Rapiah, menunjukkan adanya superioritas maskulin dan pandangan rendah terhadap perempuan pribumi. Juga Corrie sebagai perempuan yang mandiri justru mengalami kesulitan dalam masyarakat yang masih konservatif.
ADVERTISEMENT
Gaya Bahasa dan Penyajian
Abdoel Moeis menggunakan gaya bahasa yang khas pada era Balai Pustaka, dengan narasi yang kaya akan deskripsi dan dialog yang kuat. Novel ini juga sarat dengan sindiran sosial yang tajam, mencerminkan kegelisahan penulis terhadap perubahan zaman.
Kesimpulan
Salah Asuhan adalah novel yang tetap relevan hingga kini karena membahas isu-isu identitas, modernitas, dan nilai-nilai budaya. Konflik yang dialami Hanafi menjadi cerminan dari perjuangan masyarakat dalam menghadapi perubahan sosial. Karya ini tidak hanya menawarkan kisah cinta tragis, tetapi juga refleksi mendalam tentang persinggungan budaya dan dampaknya terhadap individu.
Beberapa kutipan yang saya sukai, seperti,
"Segala orang harus menerima baik apa yang hendak dilakukan oleh sesama manusia atas dirinya sendiri, asal perbuatan itu tidak mengganggu atau merugikan kepada sesama manusia. Bila di dalam segala buatan, kita harus bertanya lebih dahulu kepada orang lain, apakah timbangan atas perbuatan itu tidak mengganggu kesenangannya, niscaya akan menjadi berat kehidupan manusia, Corrie." (Hanafi, hal. 9)
ADVERTISEMENT
"Tapi pada segala pekerjaan ada batasnya. Maka adalah pekerjaan atau perbuatan yang luar biasa, yang tiada galib dilakukan orang, sedang pekerjaan yang disangka tidak mengganggu kesenangan orang lain itu pun boleh jadi akan melanggar peri kesopanan." (Corrie du Bussee, hal. 10)
"Mudah dapat, mudah lepasnya. Harga burung gereja hanya 5 sen, sebab terlalu jinak dan mudah diperoleh, tapi harga burung cenderawasih patut setimbang dengan emas." (Nyonya Brom, hal. 13)
"Barangsiapa yang teguh pada keyakinannya dan tidak kurang pula ikhtiar nya, niscaya akan berhasillah usahanya." (Corrie du Bussee, hal. 13)
"Utang emas dibayar dengan emas, utang uang dibayar dengan uang, dan utang budi dibayar dengan budi." (Mamak Hanafi, hal. 32)
"Kehendak hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai." (Hanafi, hal. 63)
ADVERTISEMENT
"Jika kail panjang sejengkal, jangan lautan hendak di duga." (Mamak Hanafi, hal. 63)
"Hidup di dunia hanya sekejap, jika kehidupan itu hendak disiksa pula, apalah gunanya." (Corrie du Bussee, hal. 109)
Dan, terdapat beberapa pantun pada halaman 86 serta 115 yang memikat hati.
Selamat terbawa ke dalam cerita bertarungnya antara budaya Timur dan Barat. Jangan lewatkan kesempatan untuk mengetahui apakah "Salah Asuhan" layak masuk dalam daftar bacaan wajib Anda!