Konten dari Pengguna

Pantai Karang Paranje: Mutiara Tersembunyi di Garut dan Pasir Besi yang Melimpah

Luthfa Arisyi Senapi
Mahasiswa yang sedang menempuh studi Jurnalistik di Universitas Padjadjaran.
11 April 2022 14:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Luthfa Arisyi Senapi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pantai Karang Paranje, Kabupaten Garut (Dokumentasi Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Pantai Karang Paranje, Kabupaten Garut (Dokumentasi Pribadi)
Kabupaten Garut Selatan terkenal dengan berbagai pantainya yang indah. Sebut saja Pantai Santolo dan Pantai Rancabuaya. Namun, ada satu lagi pantai yang sangat menarik untuk dikunjungi, yaitu Pantai Karang Paranje. Pantai ini terletak di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut. Belum banyak wisatawan yang mengetahui dan datang berkunjung ke pantai ini karena fasilitas wisata yang ditawarkan tidak sebaik yang ada di Santolo dan Rancabuaya.
ADVERTISEMENT
Pantai Karang Paranje ini sekilas mirip dengan Tanah Lot. Anggapan tersebut muncul karena di salah satu titik pantai ini ada sebuah tebing yang di atasnya berdiri sebuah gazebo yang mirip dengan pura yang ada di Tanah Lot, Bali. Ditambah dengan hamparan pasir putih dan air lautnya yang begitu jernih makin membuat pantai ini semakin eksotis.
Tebing yang sekilas mirip dengan yang ada di Tanah Lot, Bali (Dokumentasi Pribadi)
Jumat (18/3), saya berkesempatan untuk berkunjung ke pantai ini dan mengobrol dengan salah satu tokoh masyarakat yang disegani, bahkan ikut menginap di rumahnya. Beliau adalah Dudi, masyarakat asli pesisir Garut yang sudah tinggal di kawasan Pantai Karang Paranje sejak tahun 1990-an. Ia bersama sang istri membuka usaha penginapan kecil-kecilan, warung, dan berjualan ikan bakar.
Sambil menyeruput kopi dan ditemani angin sepoi-sepoi, Dudi menjelaskan kepada saya bahwa kegiatan pariwisata di Pantai Karang Paranje dikelola oleh organisasi yang berasal dari Desa Karyasari, yaitu Kompepar. Kegiatan pengelolaan yang dilakukan oleh Kompepar berupa penjagaan pintu masuk pantai, penarikan biaya tiket, dan menjaga lokasi wisata (pemandu dan coast guard). Namun, karena pengelolaan uang hasil wisata yang dilakukan oleh Kompepar kurang baik, masyarakat desa tidak bisa mengembangkan dan merawat fasilitas wisata.
ADVERTISEMENT
“Uang yang dihasilkan hanya masuk ke kantong pribadi anggota kompepar, tidak ada yang disisihkan untuk uang kas sehingga tidak ada dana yang bisa digunakan untuk mengembangkan fasilitas wisata,” jelas Dudi. Selain itu, mayoritas masyarakat di Desa Karyasari berprofesi sebagai petani dan nelayan, sehingga belum banyak masyarakat yang mencoba peruntungan dari pariwisata. “Ditambah lagi dengan rencana pengembangan pariwisata yang diajukan ke pemerintah tidak kunjung terealisasi semakin membuat pariwisata di pantai ini gitu-gitu aja,” tambah Dudi sembari tertawa.
Pasir Besi yang Melimpah dan Konflik Berdarah dengan Perusahaan Luar Negeri
Selain keindahan dan keeksotisan dari pantai ini, ada satu hal lagi yang menarik perhatian saya, yaitu kandungan pasir besinya yang melimpah dan sejarah konflik berdarah yang pernah terjadi di pantai ini. Dudi menjelaskan bahwa pasir Pantai Karang Paranje memiliki kandungan besi yang sangat tinggi. Hal tersebut yang menyebabkan ketika pantai ini terkena sinar matahari, terdapat kilauan di permukaan pasirnya.
ADVERTISEMENT
Ternyata, kabar mengenai kekayaan alam yang dimiliki pantai ini sampai ke telinga internasional. “Awal tahun 2000-an sempat ada perusahaan asal Korea yang ingin mengeruk pasir di sini dan membangun pabrik,” jelas Dudi. “Saya dan masyarakat sini dulu ditawarkan uang ganti rugi untuk pembangunan pabrik, tetapi jelas kami menolak tawaran tersebut dan bersama-sama melawan,” tambah Dudi.
Namun, tetap ada masyarakat yang tergiur dengan uang yang ditawarkan. Bahkan, sempat terjadi perang antar masyarakat karena perusahaan Korea tersebut meminta bantuan masyarakat yang berpihak pada mereka untuk melawan kelompok masyarakat yang menolak. Perang tersebut sampai memakan korban jiwa, termasuk satu orang Korea yang ikut turun berperang. Pada akhirnya, konflik tersebut dimenangkan oleh Dudi serta kelompok masyarakat yang menolak pengerukan pasir besi dan perusahaan Korea yang dulu datang, tidak pernah terlihat batang hidungnya hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Alasan terbesar Dudi waktu itu menolak tawaran yang datang adalah karena ia tidak ingin aktivitas yang dilakukan perusahaan Korea nantinya akan merusak keseimbangan alam di Pantai Karang Paranje. “Saya heran dan prihatin dengan masyarakat yang dulu menerima tawarannya dan ikut berperang di pihak sana, mereka tidak berpikir panjang bahwa anak cucu merekalah yang nanti juga bisa menikmati keindahan dan kekayaan alam di sini,” tandas Dudi untuk mengakhiri cerita.
Tidak terasa sudah dua jam saya mengobrol dengan Dudi. Beliau pun pamit sebentar untuk melaksanakan ibadah Salat Asar. Mendengar cerita Dudi tadi, saya merasa telah mendapatkan tamparan keras. Begitu beraninya Dudi dan masyarakat di desa ini dalam bersama-sama menjaga keindahan dan kekayaan alam yang ada di Pantai Karang Paranje. Sementara saya, terkadang masih saja suka membuang sampah sembarangan. Jika beliau saja bisa melakukan hal sebesar itu, seharusnya saya bisa melakukan hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya. Dari nya saya belajar, bahwa untuk turut membantu menjaga alam, kita bisa mulai dari diri sendiri dengan melakukan hal-hal kecil.
ADVERTISEMENT