Pemilu Kolombia: Akankah Gustavo Petro Berhasil Mematahkan Dominasi Kaum Kanan

Luthfi Ridzki Fakhrian
Mahasiswa Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
22 Mei 2022 16:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Luthfi Ridzki Fakhrian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pemilu, Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Pemilu, Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kolombia adalah Negara di Amerika Selatan yang mungkin sangat berbeda dengan Negara Amerika Latin lainnya, di mana Kolombia menjadi satu Negara yang sampai saat ini masih dikuasi oleh partai Liberal dan Konservatif dari kaum kanan, sehingga belum pernah merasakan gelombang merah muda atau disebut Pink Tide suatu gelombang gerakan alternatif di mana terjadi suatu tren yang ditandai dengan menguatnya politik kaum kiri di Amerika Latin, sehingga menghasilkan kemenangan gelombang kiri melawan neoliberalisme lewat pemilu yang demokratis.
ADVERTISEMENT
Dalam sejarahnya gelombang merah muda ini menemukan momentumnya sejak kemenangan Hugo Chavez di negara Venezuela pada tahun 1999, dan gelombang ini berhasil diikuti oleh kemenangan kaum kiri di berbagai Negara Amerika Latin seperti Luiz da Silva di negara Brazil pada tahun 2002, Evo Morales di negara Bolivia pada tahun 2005, Ortega di negara Nikaragua pada 2006 dan lainnya. Sehingga sejak 2006 gema kemenangan kaum kiri di Amerika Latin terus berlanjut, seperti naiknya Maduro di negara Venezuela pada 2013, meskipun nantinya gelombang merah muda ini dalam perjalanannya banyak mengalami pasang surut dan jatuh bangun karena adanya berbagai ketidakpuasan dari rakyat seperti yang dialami oleh Venezuela sehingga menyebabkan krisis kemiskinan di negara Venezuela karena embargo yang dilakukan oleh Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Seperti yang dikatakan Nuroni Soyomukti dalam Revolusi Bolivarian Hugo Chavez dan Politik Radikal (2007), bahwa sistem alternatif itu pasti ada “another world is possible”. Maka dengan itu kita dapat melihat bahwa rakyat di Amerika Latin se olah memang masih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap gerakan kiri alternatif, karena memang pada dasarnya suatu tatanan baru dalam dunia untuk berdiri dengan baik pasti membutuhkan waktu lama dan bahkan mengalami jatuh bangun.
Jika kita lihat gelombang merah muda selanjutnya berhasil membawa berbagai pemimpin di Amerika Latin yang berasal dari politik kaum kiri, hal ini terlihat dari berhasilnya Manuel Lopez Obrador di Mexico pada tahun 2019, Alberto Fernandez di Argentina pada tahun 2019, Luis Acre di Bolivia pada tahun 2020, Pedro Castillo di Peru pada tahun 2021, hingga yang terbaru Gabriel Boric yang didukung kaum kiri dan elemen alternatif lainnya berhasil naik sebagai presiden Chili pada tahun 2022 ini.
ADVERTISEMENT

Gustavo Petro dari Gerilyawan Kiri hingga memilih Jalur Demokratis

Gustavo Perto adalah Putra dari Clara Nubia Urrego dan Gustavo Petro Sierra, yang lahir pada 19 April 1960 di Cienaga de Oro, Cordoba, melansir dari media Kolombia La Silla Vacía, saat remaja Gustavo Petro di sekolahkan di Colegio de La Salle de Zipaquirá yaitu sebuah sekolah untuk para imam, yang menurutnya pada masanya sekolah itu adalah penganut ideologi Franco dan berbicara tentang wabah komunisme. Sebagai siswa di Colegio de La Salle de Zipaquirá ia juga merupakan pendiri surat kabar Carta al Pueblo dan juga pusat budaya bernama Gabriel García Márquez.
Pada usia 10 tahun (1970) dia sudah mulai gemar membaca biografi dan pada saat itu dia berpikir bahwa dia ingin menulis novel kriminal. Dia mulai membaca karya Gabriel García Márquez dan juga bertemu dengan anggota serikat buruh yang berkontribusi pada pembentukannya sebagai orang kiri.
ADVERTISEMENT
Bertahun-tahun kemudian dia akhirnya rutin membaca karya Engels, Marx dan Lenin. Dia mengembangkan paradigma khusus dalam mendengarkan kesulitan orang lain, dan dengan demikian dia berhasil mengumpulkan alasan untuk memberontak dan bangkit melawan apa yang sudah tampak tidak adil baginya.
Kecurangan pemilihan presiden April 1970 dan kudeta terhadap Salvador Allende, presiden sosialis di negara Chili, pada tahun 1973, seperti yang dia ingat dalam sebuah pidato, adalah dua pesan kekerasan yang menusuk hatinya untuk memberontak melawan oligarki di negara Kolombia, yang sejak itu dianggap "sektarian, terbelakang, feodal, dogmatis, dan pembunuh".
Karena itu maka ia semakin sering untuk terlibat dalam berbagai gerakan buruh. Gustvo Petro sendiri lulus dari Colegio de La Salle de Zipaquirá pada tahun 1976 di usia 16 tahun dan merupakan salah satu siswa dengan nilai terbaik dalam ujian ICFES untuk masuk ke pendidikan tinggi di Kolombia. Ia melanjutkan studinya dengan mengambil jurusan Ekonomi di Externado University hingga tahun 1980 dan bekerja sebagai jurnalis untuk surat kabar lokal Carta al Pueblo.
ADVERTISEMENT
Pada usia 17 tahun dia bergabung dengan gerilyawan M-19 dan dilatih di pegunungan Zipaquira, M-19 sendiri adalah organisasi gerakan gerilya perkotaan Kolombia yang muncul setelah ketidakberesan dalam pemilihan presiden 19 April 1970 yang berasal dari kecurangan pemilu yang diatur oleh pemerintah tinggi dan partai-partai tradisional sehingga menyebabkan konflik bersenjata internal di negara Kolombia dari Januari 1974 hingga pada Maret 1990.
Saat di M-19 Gustavo Petro menyebut dirinya "Aureliano", sebuah panggilan penghargaan yang di dedikasikan untuk Gabriel García Márquez, seorang penulis yang dia kagumi dan suka dia baca karyanya sejak dia masih remaja. Gustavo Petro adalah seorang politisi "progresif" kiri yang berjuang melawan negara bersama M-19, gerilyawan nasionalis kiri yang berasal dari perkotaan. Dia dipenjara selama satu setengah tahun sebelum menandatangani perdamaian pada tahun 1990 dan menempuh jalur demokratis untuk perubahan negaranya.
ADVERTISEMENT
Gustavo Petro akhirnya dipercaya sebagai penasihat Pemerintah Departement Cundinamarca setara Provinsi di Kolombia antara tahun 1990 hingga 1991. Dan ia juga merupakan salah satu pendiri partai Alianza Democrática M-19 (Aliansi Demokratik M-19), dan ikut serta dalam Majelis Konstituante Nasional pada tahun 1991.
Selanjutnya, ia memutuskan untuk pindah ke Belgia dalam rangka menyelesaikan diploma dalam Pengembangan Lingkungan dan Kependudukan di Universitas Katolik Leuven di mana dia juga menyelesaikan pendidikan lanjutan dalam New Trends in Business Administration di Universitas Jorge Tadeo Lozano dan juga di Universitas Salamanca pada 1995.

Menjadi Walikota Bogota dan Calon Terkuat Presiden Kolombia

Dalam perjalanan politiknya ia berhasil membentuk koalisi Front Sosial dan Politik dan menyatukan berbagai golongan kiri di dalam Polo Democrático Alternativo (Kutub Alternatif Demokrat), dan berhasil menjadi Senator Republik pada 2006 dengan suara tertinggi ketiga di negara Kolombia.
ADVERTISEMENT
Dia juga membentuk Gerakan Progresif sebagai gerakan politik dalam mengumpulkan tanda tangan untuk pemilihan lokal di kota Bogota yang mana pada tahun 2011, dilansir dari Majalah Semana Kolombia, dan dia berhasil sebagai calon walikota untuk gerakan ini, selama berkiprah sebagai walikota ia mendapatkan banyak penghargaan dari beberapa keberhasilan berkat proyek sosialnya serta pencapaiannya dalam kebijakan pendidikan bahkan ia menerima pengakuan dari UNESCO.
Gerakan Progresif akhirnya berubah sebagai partai Colombia Humana dan mengajukan Gustavo Petro untuk pemilihan presiden pada tahun 2018 namun gagal dimenangkan oleh Gustavo Petro, meskipun gagal menurut Catatan Catatan Sipil Negara suara Gustavo Petro berhasil meraih suara yang menyentuh 8.034.189 suara (41,81%) di 2018, sehingga menciptakan sejarah yang pertama kali di mana suara kaum kiri mencapai jumlah yang sangat tinggi di negara Kolombia.
ADVERTISEMENT
Atas suara ditahun 2018 untuk pemilihan presiden 2022, ia kembali ditunjuk sebagai kandidat untuk partai Colombia Humana, Union Patriótica dan Partido Comunista Colombiano, yang membentuk koalisi bersama yaitu Pakta Sejarah.
Dia menjanjikan pemerintahan reformis yang memutuskan hubungan dengan ekonomi minyak, elite tradisional dan dengan penekanan pada lingkungan untuk ekonomi yang lebih hijau sebagai wujud komitmennya untuk mengikuti pedoman dari Konferensi Perubahan Iklim PBB tahun lalu di Glasgow.
Sebagai mantan gerilyawan, oleh kaum kanan ia kerap dituduh akan sama dengan pemimpin yang anti demokrasi seperti Castro di negara Kuba, namun alih-alih mengancam demokrasi di Kolombia, ternyata ia berhasil membuktikan dukungannya dalam demokrasi untuk membuka berbagai suara baru. Sehingga dalam pemilihan presiden saat ini dia bergandengan tangan dengan pasangannya, Francia Márquez untuk mendampinginya sebagai calon wakil presiden, yang ternyata adalah seorang aktivis hak asasi manusia Afro-Kolombia, yang jika terpilih, akan membuat sejarah baru lainnya sebagai wakil presiden kulit hitam pertama di negara Kolombia.
ADVERTISEMENT
Seakan tidak berhenti kampanye negatif seakan terus dilakukan oleh kaum kanan atas dasar dukungannya kepada gerakan feminisme menurut Jorge Andres Hernandez seperti dilansir dari CNN Espanol, ada banyak propaganda yang sangat kuat terhadap Petro yang dipromosikan oleh berbagai sektor yang lebih konservatif dan tradisional seperti gereja-gereja evangelis yang mengatakan bahwa Petro "akan membawa homoseksualitas” hal ini semacam konspirasi dari teori ketakutan akan perubahan yang dilakukan oleh sayap kanan.
Meskipun ada banyak kampanye negatif terhadap Gustavo Petro, dukungan dari rakyat dan elemen gerakan progresif yang militan, telah berhasil membuat Gustavo Petro memperoleh elektabilitas yang tinggi dan di prediksi akan memenangkan pemilihan presiden Kolombia yang akan diselenggarakan pada tanggal 29 Mei 2022.
ADVERTISEMENT
Seperti dilansir dari France24, mantan gerilyawan Gustavo Petro akan menuju kemenangan di negara yang secara historis diperintah oleh sayap kanan, sesuai apa yang jajak pendapat dan analis katakan.
Sejalan dengan prediksi itu, akankah Gustavo Petro berhasil setelah kegagalannya pada 2018, dan berhasil mengubah Negara yang menurut Nicolás Díaz-Cruz dalam BBC Mundo, adalah Negara dengan konsentrasi kekayaan dan kekuasaan yang tinggi. Dan telah lama menggunakan kekuatan itu untuk melawan setiap proyek yang dilihat sebagai ancaman bagi hak-hak istimewa kaum kanan. Dengan cara ini mereka telah berhasil menggagalkan setiap proyek serius kaum kiri di negara Kolombia.
Suatu fakta sejarah bahwa kolombia adalah negara di mana kaum kiri tidak pernah memerintah dan berkuasa. Sejak lama hampir tidak pernah dari sebelumnya bahwa kaum liberal dan konservatif di negara Kolombia semakin begitu dekat dengan kehilangan kekuasaan. Kini tinggal menunggu waktu untuk melihat bahwa Kolombia akan mengikuti Negara Amerika Latin lainnya dalam merasakan gelombang perubahan merah muda yaitu Pink Tide.
ADVERTISEMENT

Penulis: Luthfi Ridzki Fakhrian

(Mahasiswa Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarata)