Konten dari Pengguna

Menyelami Tradisi Makan Mie dengan Sumpit yang Harmonis di Indonesia

Luthfia Dewita
Mahasiswi Universitas Gadjah Mada
11 Desember 2024 15:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Luthfia Dewita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pemakaian Sumpit. Sumber: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemakaian Sumpit. Sumber: Freepik
ADVERTISEMENT
Kenali apa itu alat makan sumpit khas masyarakat Tiongkok, filosofi sejarahnya, dan bagaimana alat makan ramping itu dapat dikenal di Indonesia!
ADVERTISEMENT
Sumpit memiliki nilai filosofi tersendiri bagi masyarakat Tiongkok, seperti nilai kesatuan, nilai keharmonisan, dan nilai kesetaraan.
Sehingga sumpit lazim digunakan sebagai hadiah bagi pasangan yang baru menikah, karena melambangkan harapan yang bahagia dan harmonis bagi kedua mempelai di dalam kehidupan rumah tangganya.
Hal ini bisa dilihat dari cara penggunaan sumpit yang terdiri dari dua bilah yang ukurannya sama, kedua bilah ini harus digunakan secara bersamaan untuk mengambil irisan makanan.

Awal Mula Penggunaan Sumpit

Tahukah kalian bahwa sumpit awalnya bukanlah sebuah alat makan? Sebelum digunakan se-familiar saat ini sebagai alat makan, sumpit terlebih dahulu digunakan oleh masyarakat Tionghoa sebagai alat bantu untuk mengaduk makanan di kuali yang besar, karena dahulu ukuran sumpit sangat besar dan panjang sehingga bisa menjangkau isi kuali hingga ke permukaan terdalam.
ADVERTISEMENT
Ranting pohon bercabang dua menjadi inspirasi untuk menciptakan sumpit, yang kemudian berkembang seiring dengan bertambahnya populasi dan kebutuhan akan alat makan yang lebih praktis. Menciptakan inovasi pada ukuran sumpit yang dibuat lebih kecil dan sesuai untuk alat makan karena masakan-masakan yang dibuat juga semakin dipotong mengecil.
Seiring waktu, sumpit mulai diproduksi dari berbagai bahan, termasuk bambu, yang menjadi pilihan utama karena ketersediaannya yang melimpah dan sifatnya yang tahan panas.

Masuknya Kuliner Tiongkok ke Indonesia

Dimulai pada awal abad ke-20, hidangan di Indonesia mulai terinternalisasi makanan Eropa dan Tiongkok. Salah satu makanan yang terkenal laris di Indonesia hingga saat ini adalah hidangan mie.
Mie masuk pada abad ke-19 dan dibawa oleh imigran dari Tionghoa, di negara asalnya, yaitu Jepang, Mie disebut dengan sebutan “ramen”. Mie sangat diterima di lidah masyarakat Indonesia karena rasa kuahnya yang sangat kaya dan disajikan dengan beragam pilihan topping yang dapat disesuaikan dengan cita rasa masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya mie dipasarkan dan dikonsumsi di pangsa pasar yang lebih luas. Olahan dari produk mie pun berkembang, banyak inovasi yang tercipta untuk menyesuaikan lidah masyarakat Indonesia, seperti mie ayam dan mie bakso.

Masuknya Sumpit Sebagai Alat Makan Mie

Karena bentuk mie yang panjang, masyarakat Tionghoa menggunakan alat bantu makan berupa sumpit. Di Indonesia, terutama di kota-kota besar, penggunaan sumpit dalam menyantap mie memberikan pengalaman yang berbeda dibandingkan dengan menggunakan sendok dan garpu. Sumpit memungkinkan penggunanya untuk mengambil mie dengan lebih elegan dan sesuai dengan tradisi kuliner Tionghoa.
Meskipun masih ada tantangan dalam penerimaan penggunaan sumpit di kalangan masyarakat umum, sudah mulai ramai bermunculan restoran dan tempat makan yang menawarkan mie dengan penyajian menggunakan sumpit. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin menghargai keberagaman kuliner dan berusaha untuk memahami etika serta filosofi di balik penggunaannya.
ADVERTISEMENT
Masuknya sumpit sebagai alat makan mie di Indonesia merupakan langkah positif dalam memperkaya pengalaman kuliner. Sumpit bukan hanya sekadar alat bantu makan. Lebih dari itu, Sumpit adalah jembatan antara tradisi dan modernitas, antara budaya Tionghoa dan Indonesia. Dengan mengadopsi penggunaan sumpit saat menyantap mie, kita tidak hanya menikmati hidangan tersebut tetapi juga merayakan kekayaan budaya yang ada di tanah air kita. Mari kita sambut kehadiran sumpit dalam pengalaman kuliner kita dan nikmati setiap suapan dengan penuh rasa syukur!

Referensi

SELVIA, S. (2021). RAGAM BUDAYA PENGGUNAAN PIRANTI SUMPIT MASYARAKAT BANDUNG. Paradigma: Jurnal Kajian Budaya, 11(3), 345. https://doi.org/10.17510/paradigma.v11i3.531
Sutami, H. (n.d.). KULINER UNTUK ARWAH: REALITA AKULTURASI BUDAYA KAUM CINA PERANAKAN. Retrieved December 11, 2024, from https://icssis.wordpress.com/wp-content/uploads/2012/05/09102012-30.pdf
ADVERTISEMENT
Yusida Lusiana, Dyah Tjaturrini, Nunung Supriadi, & Heri Widodo. (2024). Chopsticks philosophy: Confucianism on the work ethic of East Asian nations. International Journal of Chinese Culture and Management, 5(4), 329–349. https://doi.org/10.1504/ijccm.2024.140456